Banten (ANTARA) - Anggota Komisi V DPR RI periode 2014-2019 dari Partai Gerindra Bambang Haryo Soekartono, mendesak Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menunda Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) Kulon Progo.
"Tidak hanya ditunda pengoperasiannya, bila perlu rencana kepindahan bandara dibatalkan, dan bangunannya dibongkar karena area di lokasi pembangunan bandara tersebut sangat rawan terhadap bencana, " katanya di Cilegong, Rabu.
Sesuai PP 28 Tahun 2012, bahwa wilayah itu rawan terhadap bencana, jadi tidak boleh dibangun proyek objek vital nasional, karena tanahnya bergerak, sangat berpotensi likuifaksi, dan pada saat terjadi gempa 5 SR dan, tanahnya seperti ombak.
Sesuai hasil studi, kata dia, areal lahan yang saat ini telah terbangun konstruksi bandara merupakan area yang dekat dengan jalur lempeng selatan yang disebut Indo-Australia, yang sering menghasilkan gempa megathrust.
“Saat saya tanyakan kepada Pak Menteri Perhubungan, dijawab kalau pihaknya telah menghitung kekuatannya untuk tahan gempa. Padahal dampak megathrust di atas 10 SR itu berpotensi tsunami dengan ketinggian yang luar biasa,” katanya.
Tak hanya itu, alasan penundaan pengoperasian bandara yang baru selain dari hasil studinya, ternyata juga diamini profesor asal Jepang yang juga mengatakan bahwa di area tersebut tanahnya bergerak dan bisa muncul likuifaksi.
“Ini kan membahayakan proyek yang nilainya 10 triliun lebih. Tapi yang harus lebih jadi pertimbangan adalah akan membayakan publik. Karena profesor asal Jepang dengan gempa 8 SR saja, ketinggian ombak dampak tsunami bisa mencapai 12 meter di sisi terminal. Dan ini sudah pernah terjadi 300 tahun lalu, dengan ketinggian yang lebih,” ujarnya.
Meski menurut pihak Kemenhub , bandara tersebut telah menyiapkan rungan di lantai 15 untuk evakuasi, menurut Bambang risiko yang harus dipertimbangkan tak hanya korban jiwa, tetapi juga kerugian materil yang bisa dihadapi pemerintah termasuk pihak-pihak yang menjalankan usaha di bandara itu .
“Lantas bagaimana dengan pesawat yang ada di sekitar bandara saat terjadi, tentu akan terseret dan bisa menghancurkan bangunan itu. Artinya, meskipun orangnya sudah di evakuasi, tentu kesalamatannya masih diragukan, karena bangunannya bisa hancur,” katanya.
Saat ditanya solusi agar New Yogyakarta International Airport (NYIA) Kulon Progo bisa tetap dioperasikan dengan jaminan keamanan, Bambang mengatakan hanya ada satu jalan, yakni membangun tembok dalam di laut.
“Dibangun tembok yang dalam di lautan, sehingga tanahnya tidak bergeser ke arah pantai. Harganya pasti mahal, tetapi tetap tidak sebanding dengan harga nyawa publik yang tidak ternilai itu,” jelasnya.
Bambang sangat meyakini jika para turis akan enggan melakukan penerbangan dengan tujuan Yogyakarta International Airport (YIA), jika dunia internasional telah mengetahui kondisi yang sebenarnya, yakni masuk area rawan gempa. Sesuai ilmu manajemen transportasi, lanjut Bambang, karena harus memenuhi beberapa syarat diantaranya, harus aman, selamat, dan cepat.
Bandar Udara Yogyakarta International Airport (YIA) Kulonprogo direncanakan akan menggantikan Bandar Udara Internasional Adisutjipto yang sudah tidak mampu lagi menampung kapasitas penumpang dan pesawat. Bandar udara ini berdiri di tanah seluas 600 hektare dan akan memiliki terminal seluas 106.500 meter persegi dengan kapasitas 10 juta penumpang per tahun.
Selain itu, bandar udara tersebut diperkirakan bakal memiliki hanggar seluas 371.125 meter persegi yang direncanakan bakal sanggup menampung hingga sebanyak 28 unit pesawat.