Jakarta (Antara News) - Pengamat pendidikan, Indra Charismiadji mengatakan alokasi anggaran pendidikan di daerah sebagian besar masih terlalu kecil bahkan ada daerah yang hanya mengalokasikan anggaran pendidikan di bawah satu persen.
"Apabila pemerintah daerah menyebutkan alokasi anggaran untuk pendidikan besar, hal itu sebenarnya merupakan anggaran pemerintah pusat (APBN) diantaranya untuk gaji dan kesejahteraan guru," kata Indra di Jakarta, Selasa.
UU No. 23 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional sudah jelas menetapkan minimal 20 persen dari APBD diperuntukkan bagi pendidikan, namun sejauh ini daerah yang mencapai alokasi sebesar itu masih jarang sebagian besar diperuntukkan bagi kegiatan bukan pendidikan.
Hal ini disebabkan peruntukan dana pendidikan bagi pemerintah daerah masih sangat terbatas yakni untuk rehabilitasi sekolah dan pengadaan buku saja, sementara dana-dana untuk pengadaan peralatan seperti komputer tidak pernah tersedia, ungkap Indra.
Indra mengatakan dengan peruntukan yang terbatas tersebut membuat penyerapan anggaran pendidikan juga rendah. Hal ini juga menjelaskan mengapa alokasi anggaran pendidikan di daerah tidak pernah tinggi.
Indra mengingatkan masuknya Indonesia dalam pasar tunggal Masyarakat Ekonomi ASEAN menuntut tersedianya tenaga kerja berkualitas agar mampu bersaing, tentunya hal ini harus didukung pendidikan yang mumpuni.
Kecilnya alokasi anggaran pendidikan di daerah dapat dilihat dari penyelenggaraan ujian nasional, hanya beberapa sekolah saja yang siap untuk mengikuti ujian nasional berbasis komputer (UNBK), sedangkan lainnya masih menggunakan kertas soal, jelas Indra.
Data menyebutkan dari 50.000 sekolah di Indonesia yang mengikuti UNBK hanya 4.400 dengan berbagai kendala diantaranya jaringan internetnya tidak bagu, komputer tidak mencukupi, serta lain-lain.
Indra menjelaskan dengan asumsi harga laptop dengan spesifikasi paling tinggi Rp5 juta per unit, maka untuk kebutuhan satu sekolah minimal 100 unit setidaknya dibutuhkan Rp500 juta, kenyataannya alokasi anggaran tahun 2015 rata-rata di bawah Rp18 juta.
Indra menduga rendahnya alokasi anggaran pendidikan di daerah karena kepala daerah masih banyak yang ragu atau bahkan tidak mampu dalam mengelola dan menyusun program pendidikan.
"Masih banyak kebijakan yang hanya meniru dari daerah lain, padahal untuk mengembangkan pendidikan di daerah perlu kreativitas," ujar dia.
Indra menyarankan bagi kepala daerah yang belum sanggup untuk membuat program sendiri karena khawatir atau apapun alasannya sebaiknya merekrut tenaga konsultan pendidikan yang paham untuk membantu membuat program.