Lebak (ANTARA) -
Pemukiman masyarakat yang tinggal di tepi aliran sungai di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, diminta meningkatkan waspada banjir sehubungan memasuki musim hujan.
"Kita sudah menyampaikan peringatan dini kewaspadaan bencana alam kepada instansi terkait, termasuk warga yang tinggal di tepi sungai," kata Kepala Seksi Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak Agus Reza Faisal dalam keteranganya di Lebak, Sabtu.
Baca juga: LSM KPKB: Korupsi kejahatan luar biasa dan bisa memiskinkan
Pemukiman masyarakat yang tinggal di tepi aliran sungai di Kabupaten Lebak mencapai ribuan kepala keluarga ( KK).
Biasanya, curah hujan tinggi dengan intensitas sedang dan lebat disertai petir/kilat juga angin kencang bisa menimbulkan bencana banjir.
Wilayah Kabupaten Lebak hingga kini memiliki aliran sungai besar di antaranya Ciujung, Cisimeut, Ciberang, Cimadur, Cicantra, Cisiih, Cibareno dan tersebar di Kecamatan Rangkasbitung, Sajira, Cipanas, Lebak gedung serta Muncang.
Begitu juga Malingping, Wanasalam, Bayah, Cikulur, Cileles, Cibeber, Cilograng, Gunungkencana, Banjarsari, Kalanganyar, Cibadak, Leuwidamar, dan Cimarga.
Selain itu juga terdapat ribuan anak sungai, sehingga jika curah hujan tinggi berpotensi menimbulkan banjir.
"Kami minta warga agar meningkatkan waspada jika curah hujan tinggi dan sebaiknya mengungsi ke tempat yang lebih aman dari ancaman banjir," katanya menjelaskan.
Menurut dia, sejak sepekan terakhir ini curah hujan cenderung meningkat dengan frekuensi sedang dan lebat disertai angin kencang juga kilat.
Namun, cuaca buruk tersebut belum mengakibatkan bencana banjir pemukiman di sekitar tepi aliran sungai.
Karena itu, BPBD Lebak mengoptimalkan pemantauan dan koordinasi dengan instansi terkait untuk penanggulangan kebencanaan agar tidak menimbulkan korban jiwa.
"Kami kini membuka posko siaga juga ketersediaan logistik dan menerjunkan relawan tangguh untuk mengurangi risiko kebencanaan," kata Agus.
Sementara itu, sejumlah warga yang tinggal di tepi aliran Sungai Ciujung mengatakan setiap malam melaksanakan ronda malam, karena khawatir terjadi luapan air kiriman dari kawasan hulu.
Sebab, Sungai Ciujung sumber airnya dari kawasan hulu hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan hutan adat masyarakat Badui.
"Kami bersama warga setiap malam bergiliran ronda malam untuk mengantisipasi bencana banjir," kata Uce, warga Rangkasbitung yang rumahnya hanya beberapa meter dari Sungai Ciujung.*