Puluhan wartawan dari media massa cetak, online, dan foto, menggelar aksi solidaritas terhadap rekan seprofesinya yang diintimidasi oknum anggota ormas FBR.
Dalam aksinya, para insan pers menggeruduk Polres Tangsel, di Serpong. Mereka berorasi dan membentangkan poster aksi yang dibuat secara mandiri. Aksi ini pun mendapat dukungan dari PWI, Pokja Tangsel dan SMSI.
Eka Huda Rizki (20), korban kekerasan dalam orasinya menceritakan, kronologi intimidasi yang dialaminya saat meliput aksi ormas FBR, di halaman muka Puspemkot Tangsel.
"Saya sedang berada di masjid saat anggota FBR menggeruduk Pemkot Tangsel. Saat itu, insting jurnalistik saya langsung bekerja, dengan menghampiri kerumunan massa itu," kata Eka, dalam orasinya, Rabu (4/12/2019).
Dilanjutkan Eka, saat hendak memoto aksi itu dengan HP nya, dia dihardik oknum anggota ormas FBR. Tidak hanya itu, HP nya pun direbut paksa untuk menghapus poto yang ternyata belum sempat diambil olehnya itu.
"Saya dipiting, HP saya direbut. Tangan saya juga diplintir dan kacamata saya ketarik hingga nyaris patah. Saya juga hampir ditabrak motor oleh anggota FBR," paparnya.
Eka berharap, tidak ada lagi wartawan yang mengalami intimidasi dan kekerasan dari preman ormas saat melakukan liputan. Dia pun mengaku, sudah membuat laporan ke kepolisian dan meminta diusut hingga tuntas.
Aksi damai ini mendapat respon Wakapolres Tangsel Kompol Didik Putro Kuncoro. Bersama jajaran, dia mendatangi wartawan yang bersolidaritas di depan gerbang polres.
"Kami dari Polres Tangsel sudah menerima laporan Eka, pada Kamis 4 Desember 2019, jam 01.05 WIB. Kita akan proses sesuai dengan prosedur. Saya harap kemitraan kita, tetap harus dikedepankan," sambung Didik.
Lebih lanjut, dia mengatakan, sudah memiliki CCTV saat aksi demo itu. Namun, dia berharap ada rekaman video yang bisa lebih mengkuatkan laporan korban kekerasan itu.
"Saya minta rekan-rekan, sama mengawal kasus ini, kita akan transparan. Beri waktu kepada kami untuk menyelesaikan kasus ini. Besar harapan saya, rekan-rekan sekalian bisa mengerti kondisi ini," ungkap Didik lagi.
Tidak hanya PWI, Pokja Tangsel, dan SMSI, AJI Jakarta juga mengecam aksi intimidasi yang dilakukan oleh ormas FBR. Menurutnya, tindakan ini menciderai kebebasan pers.
"AJI Jakarta menilai kekerasan dan tindakan menghalangi kerja jurnalistik yang dilakukan FBR itu telah mencederai kebebasan pers, Pasal 8 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," kata Ketua AJI Jakarta Asnil Bambani.
Menurutnya, jurnalis mendapat perlindungan hukum dalam menjalankan profesinya. Dalam Pasal 18 UU Pers disebutkan, bahwa siapapun yang menghalangi kerja wartawan bisa dijerat dengan pidana selama 2 tahun.
"Setiap orang yang sengaja melakukan tindakan menghambat atau menghalangi upaya media mencari dan mengolah informasi, dapat dipidana penjara 2 tahun atau denda Rp500 juta rupiah," pungkasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019
Dalam aksinya, para insan pers menggeruduk Polres Tangsel, di Serpong. Mereka berorasi dan membentangkan poster aksi yang dibuat secara mandiri. Aksi ini pun mendapat dukungan dari PWI, Pokja Tangsel dan SMSI.
Eka Huda Rizki (20), korban kekerasan dalam orasinya menceritakan, kronologi intimidasi yang dialaminya saat meliput aksi ormas FBR, di halaman muka Puspemkot Tangsel.
"Saya sedang berada di masjid saat anggota FBR menggeruduk Pemkot Tangsel. Saat itu, insting jurnalistik saya langsung bekerja, dengan menghampiri kerumunan massa itu," kata Eka, dalam orasinya, Rabu (4/12/2019).
Dilanjutkan Eka, saat hendak memoto aksi itu dengan HP nya, dia dihardik oknum anggota ormas FBR. Tidak hanya itu, HP nya pun direbut paksa untuk menghapus poto yang ternyata belum sempat diambil olehnya itu.
"Saya dipiting, HP saya direbut. Tangan saya juga diplintir dan kacamata saya ketarik hingga nyaris patah. Saya juga hampir ditabrak motor oleh anggota FBR," paparnya.
Eka berharap, tidak ada lagi wartawan yang mengalami intimidasi dan kekerasan dari preman ormas saat melakukan liputan. Dia pun mengaku, sudah membuat laporan ke kepolisian dan meminta diusut hingga tuntas.
Aksi damai ini mendapat respon Wakapolres Tangsel Kompol Didik Putro Kuncoro. Bersama jajaran, dia mendatangi wartawan yang bersolidaritas di depan gerbang polres.
"Kami dari Polres Tangsel sudah menerima laporan Eka, pada Kamis 4 Desember 2019, jam 01.05 WIB. Kita akan proses sesuai dengan prosedur. Saya harap kemitraan kita, tetap harus dikedepankan," sambung Didik.
Lebih lanjut, dia mengatakan, sudah memiliki CCTV saat aksi demo itu. Namun, dia berharap ada rekaman video yang bisa lebih mengkuatkan laporan korban kekerasan itu.
"Saya minta rekan-rekan, sama mengawal kasus ini, kita akan transparan. Beri waktu kepada kami untuk menyelesaikan kasus ini. Besar harapan saya, rekan-rekan sekalian bisa mengerti kondisi ini," ungkap Didik lagi.
Tidak hanya PWI, Pokja Tangsel, dan SMSI, AJI Jakarta juga mengecam aksi intimidasi yang dilakukan oleh ormas FBR. Menurutnya, tindakan ini menciderai kebebasan pers.
"AJI Jakarta menilai kekerasan dan tindakan menghalangi kerja jurnalistik yang dilakukan FBR itu telah mencederai kebebasan pers, Pasal 8 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," kata Ketua AJI Jakarta Asnil Bambani.
Menurutnya, jurnalis mendapat perlindungan hukum dalam menjalankan profesinya. Dalam Pasal 18 UU Pers disebutkan, bahwa siapapun yang menghalangi kerja wartawan bisa dijerat dengan pidana selama 2 tahun.
"Setiap orang yang sengaja melakukan tindakan menghambat atau menghalangi upaya media mencari dan mengolah informasi, dapat dipidana penjara 2 tahun atau denda Rp500 juta rupiah," pungkasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019