Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP KEP SPSI) khususnya di Provinsi Banten, meminta pemerintah tidak menaikan harga gas industri mengingat jika harga gas industri naik akan memberikan dampak terhadap hubungan industrial salah satunya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sekretaris Umum PP FSP KEP SPSI Afif Johan di Serang, Rabu mengatakan, meskipun baru sebatas wacana dari pemerintah yang akan menaikan harga gas industri, berdamak pada hubungan industrial. Dalam forum-forum bipartit antara serikat pekerja dengan pengusaha di tingkat perusahaan, sudah disampaikan bahwa ketika harga gas industri naik maka berpotensi berdampak pada hubungan industrial.
"Apa saja potensinya, bisa jadi menurunnya tingkat kesejahteraan, bisa jadi potensi efisiensi tenaga kerja atau pemutusan hubungan kerja. Nah kenapa FSP KEP SPSI punya kepentingan, karena FSP KEP SPSI punya anggota dari Sabang sampai Merauke dan kebanyakan adalah industri kimia, energi dan pertambangan yang banyak menggunakan gas sebagai bahan bakunya. Maka sangatrelevan kami punya kepentingan karena akan berdampak pada anggota kami dan berdampak sosial pada hubungan industrial," kata Afif Johan pada seminar nasional "Dampak Kenaikan Harga Gas Untuk Industri Terhadap Hubungan Industrial" di Anyer Serang.
Oleh karena itu, kata dia, FSP KEP SPSI secara tegas menyampaikan penolakan terhadap wacana adanya kenaikan harga gas untuk industri. Pihaknya juga menyampaikan kekecewaan terhadap pihak PT Perusahan Gas Negara (PGN) karena tidak hadir dalam seminar tersebut termasuk pihak Kementerian ESDM dan BUMN, karena sebaiknya forum seminar tersebut menjadi tempat untuk memberikan tabayun (klarifikasi) kepada masyarakat menegenai wacana tersebut.
"Meskipun ini baru wacana dan sebelumnya Presiden Jokowi sudah membatalkan rencana kenaikan harga gas industri ini. Tetapi kami tetap menjadi was-was karena terjadi konstelasi politik. Siapa yang akan menjamin jika suatu saat harga gas industri tetap naik," kata Afif.
Sementara Ekonom Indef, Abra Talattov mengatakan, seharusnya pemerintah mencari alternatif lain selain menaikan harga gas industri karena akan memberikan dampak buruk terhadap hubungan industrial dan bagi industri itu sendiri. Sebelumnya presiden Joko Widodo sudah jelas memberikan arahan bahwa presiden tidak menginginkan adanya kenaikan harga gas industri menjadi polmik dan menekan industri.
'Presiden sangat berambisi sekali Indonesia menjadi negara maju dan syarat untuk Indonesia menjadi negara maju di Tahun 2045 itu rata-rata pertumbuhan ke depannya harus diatas 5 persen. Bahkan harus 7 sampai 8 persen dan yang masih menjadi penopang pertumbuhan ekonomi kita salah atunya adalah industri," kata Abra.
Ia mengatakan, seharusnya industri diberikan stimulus bukan malah diberikan beban baru salah satunya wacana kenaikan harga gas industri. Sebab wacana kenaikan harga gas industri akan kontradiktif dengan target-target pemerintah untuk menaikan target pemerintah menjadikan Indonesia sebagai negara maju.
'Saya pikir pemerintah sebaiknya lebih arif lagi dan duduk bersama-sama dengan seluruh stakeholders, apakah betul kenaikan harga gas industri ini urgent dilakukan. Dan jika kita bandingkan atau kita komparasikan harga gas di kawasan Asean misalnya, harga gas di kita masih relatif lebih mahal dan presiden sendiri mengakui harga gas kita masih tinggi. harga gas ini juga menjadi salah satu pertimbangan investor untuk membangun industri di Indonesia," kata Abra.
Narasumber lain dalam seminar tersebut Sekretaris Apindo Banten, Tomy Rahmatulloh mengatakan, kenaikan harga gas induistri jelas akan memebani pengusaha karena dengan naiknya harga gas akan menjadi beban yang sangat signifikan bagi pengusaha. Dampaknya adalah daya saing industri akan turun, juga akan berdampak pada hubungan industrial.
'Kami dari kalangan pengusaha berharap pemerintah konsisten saja dengan aturan yang sudah ada, yakni Perpres No 40 Tahun 2016 menyampaikan bahwa harga gas industri itu sekitar 6 US dolar per mmbtu. Saya kira pemerintah konsisten saja dengan itu, dengan harapan melalui harga itu kita mendapatkan daya saing yang lebih baik dan dampaknya justru akan positif terhadap hubungan industrial," kata Tomy dalam seminar yang dihadiri ratusan peserta dari anggota FSP KEP SPSI dan kalangan mahasiswa tersebut. ***1***
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019
Sekretaris Umum PP FSP KEP SPSI Afif Johan di Serang, Rabu mengatakan, meskipun baru sebatas wacana dari pemerintah yang akan menaikan harga gas industri, berdamak pada hubungan industrial. Dalam forum-forum bipartit antara serikat pekerja dengan pengusaha di tingkat perusahaan, sudah disampaikan bahwa ketika harga gas industri naik maka berpotensi berdampak pada hubungan industrial.
"Apa saja potensinya, bisa jadi menurunnya tingkat kesejahteraan, bisa jadi potensi efisiensi tenaga kerja atau pemutusan hubungan kerja. Nah kenapa FSP KEP SPSI punya kepentingan, karena FSP KEP SPSI punya anggota dari Sabang sampai Merauke dan kebanyakan adalah industri kimia, energi dan pertambangan yang banyak menggunakan gas sebagai bahan bakunya. Maka sangatrelevan kami punya kepentingan karena akan berdampak pada anggota kami dan berdampak sosial pada hubungan industrial," kata Afif Johan pada seminar nasional "Dampak Kenaikan Harga Gas Untuk Industri Terhadap Hubungan Industrial" di Anyer Serang.
Oleh karena itu, kata dia, FSP KEP SPSI secara tegas menyampaikan penolakan terhadap wacana adanya kenaikan harga gas untuk industri. Pihaknya juga menyampaikan kekecewaan terhadap pihak PT Perusahan Gas Negara (PGN) karena tidak hadir dalam seminar tersebut termasuk pihak Kementerian ESDM dan BUMN, karena sebaiknya forum seminar tersebut menjadi tempat untuk memberikan tabayun (klarifikasi) kepada masyarakat menegenai wacana tersebut.
"Meskipun ini baru wacana dan sebelumnya Presiden Jokowi sudah membatalkan rencana kenaikan harga gas industri ini. Tetapi kami tetap menjadi was-was karena terjadi konstelasi politik. Siapa yang akan menjamin jika suatu saat harga gas industri tetap naik," kata Afif.
Sementara Ekonom Indef, Abra Talattov mengatakan, seharusnya pemerintah mencari alternatif lain selain menaikan harga gas industri karena akan memberikan dampak buruk terhadap hubungan industrial dan bagi industri itu sendiri. Sebelumnya presiden Joko Widodo sudah jelas memberikan arahan bahwa presiden tidak menginginkan adanya kenaikan harga gas industri menjadi polmik dan menekan industri.
'Presiden sangat berambisi sekali Indonesia menjadi negara maju dan syarat untuk Indonesia menjadi negara maju di Tahun 2045 itu rata-rata pertumbuhan ke depannya harus diatas 5 persen. Bahkan harus 7 sampai 8 persen dan yang masih menjadi penopang pertumbuhan ekonomi kita salah atunya adalah industri," kata Abra.
Ia mengatakan, seharusnya industri diberikan stimulus bukan malah diberikan beban baru salah satunya wacana kenaikan harga gas industri. Sebab wacana kenaikan harga gas industri akan kontradiktif dengan target-target pemerintah untuk menaikan target pemerintah menjadikan Indonesia sebagai negara maju.
'Saya pikir pemerintah sebaiknya lebih arif lagi dan duduk bersama-sama dengan seluruh stakeholders, apakah betul kenaikan harga gas industri ini urgent dilakukan. Dan jika kita bandingkan atau kita komparasikan harga gas di kawasan Asean misalnya, harga gas di kita masih relatif lebih mahal dan presiden sendiri mengakui harga gas kita masih tinggi. harga gas ini juga menjadi salah satu pertimbangan investor untuk membangun industri di Indonesia," kata Abra.
Narasumber lain dalam seminar tersebut Sekretaris Apindo Banten, Tomy Rahmatulloh mengatakan, kenaikan harga gas induistri jelas akan memebani pengusaha karena dengan naiknya harga gas akan menjadi beban yang sangat signifikan bagi pengusaha. Dampaknya adalah daya saing industri akan turun, juga akan berdampak pada hubungan industrial.
'Kami dari kalangan pengusaha berharap pemerintah konsisten saja dengan aturan yang sudah ada, yakni Perpres No 40 Tahun 2016 menyampaikan bahwa harga gas industri itu sekitar 6 US dolar per mmbtu. Saya kira pemerintah konsisten saja dengan itu, dengan harapan melalui harga itu kita mendapatkan daya saing yang lebih baik dan dampaknya justru akan positif terhadap hubungan industrial," kata Tomy dalam seminar yang dihadiri ratusan peserta dari anggota FSP KEP SPSI dan kalangan mahasiswa tersebut. ***1***
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019