Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) pada Jumat, 25 Oktober 2019, akan merilis laporan akhir hasil investigasi pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, pada 26 Oktober 2018.

Laporan akhir akan mengungkapkan penyebab kecelakaan pesawat nahas tersebut yang terbang dari Jakarta menuju Pangkal Pinang

Investigasi didasarkan pada rekaman pada kotak hitam (black box), baik Cockpit Voice Recorder (CVR) maupun Flight Data Recorde (FDR).

Sebelumnya KNKT telah merilis laporan awal atau preliminary report di mana salah satu hasilnya adalah pesawat PK LQP itu kehilangan daya angkat (stall).

Kepala Sub Komite Kecelakaan Penerbangan KNKT Nurcahyo menjelaskan kronologi detik-detik sebelum pesawat tersebut jatuh, yaitu dari hasil pembacaan kotak hitam (black box) pada saat mulai terjadi perbedaan penunjuk kecepatan.

“Dilihat dari grafik yang paling bawah, berwarna biru adalah ketinggian, di atas kecepatan, mungkin naik pada tiga garis di atas,” katanya.

Nurchayo mengatakan “angle of attack” dari awal sudah menunjukkan perbedaan di antara kiri dan kanan, indikator kanan lebih tinggi dari kiri.

“Pada saat menjelang mulai terbang di sini tercatat bahwa ada garis merah di sini yang menunjukkan pesawat mengalami ‘stick shaker’. ‘Stick shaker’ adalah kemudinya di sisi kapten mulai bergetar. Ini adalah indikasi yang menunjukkan bahwa pesawat akan mengalami ‘stall’ atau peringatan daya angkat,” katanya.

Selain itu, kotak FDR menunjukkan ada upaya pilot yang menyeimbangkan ketinggian karena AoA kiri dan kanan berbeda 20 derajat.

“AoA di sebelah kiri itu lebih berat dari yang kanan,” katanya.

Dalam pemaparannya, Nurcahyo menjelaskan pada penerbangan sebelumnya, yakni Denpasar-Jakarta juga terjadi ketidaksesuaian AoA antara kiri dan kanan.

Namun, akhirnya pilot mematikan sistem otomatis dan mengendalikannya secara manual hingga bisa selamat sampai Jakarta mekipun itu tetap melanggar buku manual maskapai karena seharusnya pesawat kembali ke bandara asal.

“Kapten Pilot melakukan deklarasi ‘PAN PAN’ karena mengalami kegagalan instrumen kepada petugas pemanduan lalu lintas penerbangan Denpasar dan meminta untuk melanjutkan arah terbang searah dengan landasan pacu. melaksanakan tiga non-normal checklist dan tidak satupun dari ketiga prosedur dimaksud memuat instruksi untuk melakukan pendaratan di bandar udara terdekat,” katanya

Sementara itu, untuk pesawat JT 610 Jakarta-Pangkal Pinang, pilot tidak mematikan sistem otomatis sehingga terus berkutat mencari ketinggian yang seimbang terlihat dari FDR yang merekam naik turun ketinggian hingga kehilangan daya angkat (stall) dan menukik jatuh ke perairan Tanjung Karang.

“Setelah flaps dinaikkan, FDR merekam ‘trim aircraft nose down’ otomatis berhenti ketika flaps diturunkan. Ketika flaps dinaikkan kembali ‘trim aircraft nose down’ otomatis dan input dari pilot untuk melakukan trim aircraft nose up terjadi kembali dan berlanjut selama penerbangan,” katanya.

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019