Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Masinton Pasaribu menganggap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya akan melakukan pekerjaan ala sirkus jika Undang-Undang KPK tidak segera direvisi.
"Saya berkeyakinan (UU KPK) harus direvisi. Karena saya ingin pemberantasan korupsi lebih maju lagi. Operasi tangkap tangan (OTT), sadap, tuntut. Itu kerja ala sirkus," ujar Masinton saat menghadiri diskusi publik "Habis Demo Terbitlah Perppu" di Tebet, Jakarta Selatan, Selasa.
Pekerjaan sirkus itu, kata dia, mengakibatkan pendanaan pemberantasan korupsi yang sudah 15 tahun dilakukan oleh KPK jauh lebih besar daripada pengembalian uang yang diterima Negara.
"Kerugian negara yang dikembalikan oleh KPK itu Rp3,4 triliun. Sedangkan anggaran KPK itu Rp15 triliun. Apakah anggaran negara dengan kerugian negara yang dikorupsi sudah optimal dikembalikan? Jauh," ujar Masinton di Jakarta, Selasa.
Mantan aktivis di era 1998 itu menganggap apa yang dilakukan KPK seharusnya dapat lebih optimal. Sebab, parameter suksesnya penindakan korupsi itu dilihat dari pencegahan, penindakan, dan pengembalian kerugian negara.
"KPK cuma bisa menyadap, OTT, sadap, OTT. Mana pencegahan yang dilakukan KPK? Kerjanya terjebak rutinitas. Kerja sirkus," kata Masinton.
Sementara itu, Penggiat Antikorupsi, Emerson Yuntho tak sependapat dengan Masinton. Menurut dia, KPK saat ini lebih banyak melakukan OTT Kasus Penyuapan yang domainnya tidak menyentuh Arus Kas Negara.
"KPK 70 atau 80 persen kasus-kasus yang ditangani mereka kasus penyuapan pak. Jadi kalau saya menyuap ke A, itu tidak ada kerugian negaranya. Jelas," ujar Emerson.
Hal itu berbeda dari Kepolisian dan Kejaksaan yang menindak Tindak Pidana Korupsi berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Menurut penggiat antikorupsi yang cukup aktif di Indonesia Corruption Watch sebelum masa baktinya berakhir Desember 2018 lalu itu, masalah penyuapan tidak ada kaitannya dengan kerugian negara.
Menyoal tiga parameter suksesnya pemberantasan korupsi ditinjau dari hasil United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) itu soal pencegahan, Emerson menganggap kesalahan itu seharusnya ditimpakan ke partai politik bukan ke KPK.
Ia mengambil contoh kasus korupsi yang belakangan ini menjerat kepala daerah di sejumlah kabupaten dan kota. Menurut dia, pengawasan harusnya bisa dilakukan internal partai ataupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.
"Sebenarnya yang dipersalahkan jangan KPK doang, Pak. Internal partai juga harus dipersoalkan. Artinya, fungsi pengawasan di DPRD setempat enggak jalan. Di internal partai juga enggak jalan," kata Emerson.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019
"Saya berkeyakinan (UU KPK) harus direvisi. Karena saya ingin pemberantasan korupsi lebih maju lagi. Operasi tangkap tangan (OTT), sadap, tuntut. Itu kerja ala sirkus," ujar Masinton saat menghadiri diskusi publik "Habis Demo Terbitlah Perppu" di Tebet, Jakarta Selatan, Selasa.
Pekerjaan sirkus itu, kata dia, mengakibatkan pendanaan pemberantasan korupsi yang sudah 15 tahun dilakukan oleh KPK jauh lebih besar daripada pengembalian uang yang diterima Negara.
"Kerugian negara yang dikembalikan oleh KPK itu Rp3,4 triliun. Sedangkan anggaran KPK itu Rp15 triliun. Apakah anggaran negara dengan kerugian negara yang dikorupsi sudah optimal dikembalikan? Jauh," ujar Masinton di Jakarta, Selasa.
Mantan aktivis di era 1998 itu menganggap apa yang dilakukan KPK seharusnya dapat lebih optimal. Sebab, parameter suksesnya penindakan korupsi itu dilihat dari pencegahan, penindakan, dan pengembalian kerugian negara.
"KPK cuma bisa menyadap, OTT, sadap, OTT. Mana pencegahan yang dilakukan KPK? Kerjanya terjebak rutinitas. Kerja sirkus," kata Masinton.
Sementara itu, Penggiat Antikorupsi, Emerson Yuntho tak sependapat dengan Masinton. Menurut dia, KPK saat ini lebih banyak melakukan OTT Kasus Penyuapan yang domainnya tidak menyentuh Arus Kas Negara.
"KPK 70 atau 80 persen kasus-kasus yang ditangani mereka kasus penyuapan pak. Jadi kalau saya menyuap ke A, itu tidak ada kerugian negaranya. Jelas," ujar Emerson.
Hal itu berbeda dari Kepolisian dan Kejaksaan yang menindak Tindak Pidana Korupsi berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Menurut penggiat antikorupsi yang cukup aktif di Indonesia Corruption Watch sebelum masa baktinya berakhir Desember 2018 lalu itu, masalah penyuapan tidak ada kaitannya dengan kerugian negara.
Menyoal tiga parameter suksesnya pemberantasan korupsi ditinjau dari hasil United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) itu soal pencegahan, Emerson menganggap kesalahan itu seharusnya ditimpakan ke partai politik bukan ke KPK.
Ia mengambil contoh kasus korupsi yang belakangan ini menjerat kepala daerah di sejumlah kabupaten dan kota. Menurut dia, pengawasan harusnya bisa dilakukan internal partai ataupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.
"Sebenarnya yang dipersalahkan jangan KPK doang, Pak. Internal partai juga harus dipersoalkan. Artinya, fungsi pengawasan di DPRD setempat enggak jalan. Di internal partai juga enggak jalan," kata Emerson.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019