Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan "penikmat" aliran dana dalam kasus suap pengadaan tanah untuk Ruang Terbuka Hijau di Pemerintah Kota Bandung pada 2012 dan 2013 untuk mengembalikan uang.
"KPK mengimbau agar pihak-pihak lain yang pernah menerima uang terkait RTH ini agar segera mengembalikan pada KPK. Hal tersebut pasti akan dipertimbangkan sebagai faktor yang meringankan dan juga dapat membantu penanganan perkara ini," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa.
Diduga, kata Febri, uang tersebut mengalir pada sejumlah pihak, baik tersangka ataupun pihak lain di Bandung.
"KPK sedang menelusuri pihak-pihak yang menikmati aliran dana tersebut. Ada yang telah secara kooperatif mengembalikan dalam bentuk uang senilai puluhan juta rupiah dan lima bidang tanah," kata Febri.
Baca juga: Dishub Pandeglang awasi pemberlakuan tiket bus Labuan-Kalideres
Baca juga: Wabup Pandeglang sidak ULP, pastikan lelang berjalan optimal
Sampai saat ini, dari alokasi anggaran Rp123,9 miliar dari proses perhitungan saat ini diduga negara dirugikan Rp60 miliar. Proses verifikasi terus dilakukan untuk mempertajam bukti-bukti yang sudah dimiliki penyidik.
"Kerugian negara diindikasikan terjadi karena harga yang di-mark-up sedemikian rupa sehingga uang yang sebenarnya diterima oleh pemilik tanah jauh lebih kecil. Karena itu lah, kerugian negara dalam kasus ini hampir setengah dari nilai anggaran tersebut," ungkap Febri.
KPK pun melakukan pemeriksaan sekaligus pengecekan lokasi bersama BPK RI terhadap Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandung yang terkait dengan dugaan korupsi yang sedang didalami.
Setelah memeriksa sekitar 81 saksi, pada Selasa ini diagendakan pemeriksaan terhadap lima saksi, yaitu PNS/Sekretaris Inspektorat Kota Bandung Agus Slamet Firdaus serta mantan Kepala Seksi Sertifikasi dan dokumentasi di Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Pemkot Bandung Hermawan/
Selanjutnya, staf DPKAD Pemkot Bandung Wagiyo, Kadis Tata Ruang dan Cipta Karya (Tarcip) Kota Bandung Iskandar Zulkarnain serta Sekwan DPRD Kota Bandung atau Staf Ahli Wali Kota Kelly Solihin.
"Pemeriksaan dilakukan di kantor Direktorat Pengamanan Objek Vital Kepolisian Daerah Jawa Barat, Ujung Berung Bandung. Dalam pemeriksaan ini sekaligus dilakukan proses perhitungan kerugian keuangan negara," kata Febri.
Febri menjelaskan bahwa alokasi anggaran untuk RTH di Kota Bandung ini sebenarnya berangkat dari rencana pembangunan jangka menengah di Kota Bandung.
RTH itu diusulkan dalam rangka menghadapi ancaman masalah ketersediaan air dan penurunan kualitas air tanah di Kota Bandung sehingga diperlukan pengadaan tanah untuk merealisasikan RTH tersebut.
"Karena itulah, KPK sangat menyesalkan ketika pengadaan tanah untuk kepentingan masyarakat Bandung secara langsung ini justru diduga dikorupsi hampir setengahnya, dan uang miliaran tersebut mengalir pada banyak pihak," ujar Febri.
Baca juga: Sekda Pandeglang: Jangan sampai masyarakat kekurangan kebutuhan pokok
Baca juga: IPDMIP diharapkan dorong kemandirian pangan Pandeglang
Sebelumnya, pada 20 April 2018, KPK telah menetapkan tiga tersangka korupsi Pengadaan Tanah untuk RTH di pemerintah kota Bandung pada tahun 2012-2013, yakni Hery Nurhayat serta dua anggota DPRD Bandung periode 2009-2014 Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet.
Hery diketahui adalah narapidana korupsi dana hibah 38 LSM fiktif yang merugikan negara pada Rp8,1 miliar dan korupsi hibah pemkot Bandung 2012 yang divonis selama 9 tahun penjara pada 2015 lalu.
Hery Nurhayat selaku kepala DPKAD kota Bandung sekaligus pengguna anggaran bersama-sama Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet selaku anggota DPRD kota Bandung 2009 yang diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri dan orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan dan sarana sehingga menyebabkan kerugian negara RTH pada 2012 dan 2013.
Awalnya, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) kota Bandung menetapkan perlu ada kawasan lindung berupa RTH untuk menghadapi ancaman masalah ketersediaan air dan penurunan kualitas air tanah Kota Bandung.
Untuk merealisasikan angaran tersebut, APBD kota Bandung tahun anggaran 2012 dilakukan pembahasan antar Hery bersama Tomtom dan Kadar Slamet selaku ketua pelaksanaan harian Badan Anggaran (Banggar) dan anggota Banggar.
Sesuai APBD kota Bandung 2012 disahkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Bandung No 22 tahun 2012 dengan alokasi anggaran untuk RTH adalah sebesar Rp123,9 miliar yang terdiri atas belanja modal tanah dan belanja penunjang untuk 6 RTH.
Dua RTH di antaranya adalah RTH Mandalajati dengan anggaran sebesar Rp33,455 miliar dan RTH Cibiru dengan anggaran sekitar Rp80,7 miliar.
Diduga Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet menyalahgunakan kewenangan sebagai tim banggar DPRD Kota Bandung dengan meminta penambahan alokasi anggaran RTH itu selain itu keduanya diduga berperan sebagai makelar dalam pembebasan lahan.
Sedangkan Hery diduga menyalahgunakan kewenangan sebagai Pengguna Anggaran (PA) dengan membantu proses pencairan pembayaran tanah untuk RTH padahal diketahui dokumen pembayaran tidak sesuai kondisi sebenarnya bahwa transaksi jual beli tanah bukan kepada pemilik tanah asli melainkan melalui makelar, yaitu Kadar dan kawan-kawan.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019
"KPK mengimbau agar pihak-pihak lain yang pernah menerima uang terkait RTH ini agar segera mengembalikan pada KPK. Hal tersebut pasti akan dipertimbangkan sebagai faktor yang meringankan dan juga dapat membantu penanganan perkara ini," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa.
Diduga, kata Febri, uang tersebut mengalir pada sejumlah pihak, baik tersangka ataupun pihak lain di Bandung.
"KPK sedang menelusuri pihak-pihak yang menikmati aliran dana tersebut. Ada yang telah secara kooperatif mengembalikan dalam bentuk uang senilai puluhan juta rupiah dan lima bidang tanah," kata Febri.
Baca juga: Dishub Pandeglang awasi pemberlakuan tiket bus Labuan-Kalideres
Baca juga: Wabup Pandeglang sidak ULP, pastikan lelang berjalan optimal
Sampai saat ini, dari alokasi anggaran Rp123,9 miliar dari proses perhitungan saat ini diduga negara dirugikan Rp60 miliar. Proses verifikasi terus dilakukan untuk mempertajam bukti-bukti yang sudah dimiliki penyidik.
"Kerugian negara diindikasikan terjadi karena harga yang di-mark-up sedemikian rupa sehingga uang yang sebenarnya diterima oleh pemilik tanah jauh lebih kecil. Karena itu lah, kerugian negara dalam kasus ini hampir setengah dari nilai anggaran tersebut," ungkap Febri.
KPK pun melakukan pemeriksaan sekaligus pengecekan lokasi bersama BPK RI terhadap Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandung yang terkait dengan dugaan korupsi yang sedang didalami.
Setelah memeriksa sekitar 81 saksi, pada Selasa ini diagendakan pemeriksaan terhadap lima saksi, yaitu PNS/Sekretaris Inspektorat Kota Bandung Agus Slamet Firdaus serta mantan Kepala Seksi Sertifikasi dan dokumentasi di Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Pemkot Bandung Hermawan/
Selanjutnya, staf DPKAD Pemkot Bandung Wagiyo, Kadis Tata Ruang dan Cipta Karya (Tarcip) Kota Bandung Iskandar Zulkarnain serta Sekwan DPRD Kota Bandung atau Staf Ahli Wali Kota Kelly Solihin.
"Pemeriksaan dilakukan di kantor Direktorat Pengamanan Objek Vital Kepolisian Daerah Jawa Barat, Ujung Berung Bandung. Dalam pemeriksaan ini sekaligus dilakukan proses perhitungan kerugian keuangan negara," kata Febri.
Febri menjelaskan bahwa alokasi anggaran untuk RTH di Kota Bandung ini sebenarnya berangkat dari rencana pembangunan jangka menengah di Kota Bandung.
RTH itu diusulkan dalam rangka menghadapi ancaman masalah ketersediaan air dan penurunan kualitas air tanah di Kota Bandung sehingga diperlukan pengadaan tanah untuk merealisasikan RTH tersebut.
"Karena itulah, KPK sangat menyesalkan ketika pengadaan tanah untuk kepentingan masyarakat Bandung secara langsung ini justru diduga dikorupsi hampir setengahnya, dan uang miliaran tersebut mengalir pada banyak pihak," ujar Febri.
Baca juga: Sekda Pandeglang: Jangan sampai masyarakat kekurangan kebutuhan pokok
Baca juga: IPDMIP diharapkan dorong kemandirian pangan Pandeglang
Sebelumnya, pada 20 April 2018, KPK telah menetapkan tiga tersangka korupsi Pengadaan Tanah untuk RTH di pemerintah kota Bandung pada tahun 2012-2013, yakni Hery Nurhayat serta dua anggota DPRD Bandung periode 2009-2014 Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet.
Hery diketahui adalah narapidana korupsi dana hibah 38 LSM fiktif yang merugikan negara pada Rp8,1 miliar dan korupsi hibah pemkot Bandung 2012 yang divonis selama 9 tahun penjara pada 2015 lalu.
Hery Nurhayat selaku kepala DPKAD kota Bandung sekaligus pengguna anggaran bersama-sama Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet selaku anggota DPRD kota Bandung 2009 yang diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri dan orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan dan sarana sehingga menyebabkan kerugian negara RTH pada 2012 dan 2013.
Awalnya, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) kota Bandung menetapkan perlu ada kawasan lindung berupa RTH untuk menghadapi ancaman masalah ketersediaan air dan penurunan kualitas air tanah Kota Bandung.
Untuk merealisasikan angaran tersebut, APBD kota Bandung tahun anggaran 2012 dilakukan pembahasan antar Hery bersama Tomtom dan Kadar Slamet selaku ketua pelaksanaan harian Badan Anggaran (Banggar) dan anggota Banggar.
Sesuai APBD kota Bandung 2012 disahkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Bandung No 22 tahun 2012 dengan alokasi anggaran untuk RTH adalah sebesar Rp123,9 miliar yang terdiri atas belanja modal tanah dan belanja penunjang untuk 6 RTH.
Dua RTH di antaranya adalah RTH Mandalajati dengan anggaran sebesar Rp33,455 miliar dan RTH Cibiru dengan anggaran sekitar Rp80,7 miliar.
Diduga Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet menyalahgunakan kewenangan sebagai tim banggar DPRD Kota Bandung dengan meminta penambahan alokasi anggaran RTH itu selain itu keduanya diduga berperan sebagai makelar dalam pembebasan lahan.
Sedangkan Hery diduga menyalahgunakan kewenangan sebagai Pengguna Anggaran (PA) dengan membantu proses pencairan pembayaran tanah untuk RTH padahal diketahui dokumen pembayaran tidak sesuai kondisi sebenarnya bahwa transaksi jual beli tanah bukan kepada pemilik tanah asli melainkan melalui makelar, yaitu Kadar dan kawan-kawan.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019