Mantan Direktur Utama (Dirut) PT PLN Sofyan Basir segera disidang sebagai terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
"KPK telah menyelesaikan penyidikan kasus dugaan suap terkait kontrak kerja sama PLTU Riau-1 dengan tersangka SFB (Sofyan Basir), Dirut PLN. Dalam waktu dekat akan disiapkan dakwaan dan berkas-berkas untuk proses lebih lanjut persidangan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa.
Menurut Febri dalam proses penyidikan terhadap Sofyan yang telah dimulai sejak 22 April 2019 telah dilakukan pemeriksaan terhadap sekitar 74 orang saksi termasuk Menteri ESDM Ignasius Jonan, pejabat PT. PLN (persero) dan anak perusahaan, pihak PT. Samantaka Batubara, anggota DPR RI, mantan pengurus partai Golkar dan pihak swasta lain.
"Penyidik telah menyerahkan tersangka dan barang bukti pada penuntut umum, sehingga proses hukum berikutnya berada pada lingkup kewenangan JPU KPK," tambah Febri.
Proses pembuatan dakwaan tersebut maksimal akan dilakukan dalam waktu 14 hari kerja.
Sofyan seusai diperiksa di gedung KPK tidak berkomentar mengenai proses pemeriksaannya itu dan hanya mengucapkan "Minal Aidin Wal Faidzin".
"KPK telah memeriksa secara lengkap dan dari tim penyidik saya kira sudah kerja profesional dan baik. Berkas sudah dinyatakan lengkap oleh penuntut umum jadi mungkin tidak lama lagi Pak Sofyan akan sidang di pengadilan Jakarta Pusat. Pada intinya pemeriksaan cepat karena belum 20 hari sudah selesai, saya berterima kasih kepada KPK untuk mempercepat kasus ini," kata pengacara Sofyan, Susilo Aribowo.
KPK sudah menahan Sofyan Basir sejak 27 Mei 2019.
Sofyan diduga membantu bekas anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan pemilik saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo mendapatkan kontrak kerja sama proyek senilai 900 juta dolar AS atau setara Rp12,8 triliun.
Sofyan hadir dalam pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh Eni Maulani Saragih, Johannes Kotjo dan pihak lainnya untuk memasukkan proyek "Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) PT PLN.
Pada 2016, meskipun belum terbit Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK), Sofyan diduga telah menunjuk Johannes Kotjo untuk mengerjakan proyek PLTU Riau-1 karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat.
Sehingga PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam RUPTL PLN. Setelah itu, diduga Sofyan Basir menyuruh salah satu Direktur PT PLN agar "Power Purchase Agreement" (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan.
Terkait perkara ini, sudah ada 3 orang yang dijatuhi hukuman yaitu mantan Menteri Sosial yang juga mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham divonis 3 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 2 bulan kurungan.
Eni Maulani Saragih pada 1 Maret 2019 lalu juga telah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp5,87 miliar dan 40 ribu dolar Singapura.
Sedangkan Johanes Budisutrisno Kotjo diperberat hukumannya oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menjadi 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sedangkan PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM) Samin Tan juga sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga memberikan suap kepada Eni Maulani Saragih sejumlah Rp5 miliar.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019
"KPK telah menyelesaikan penyidikan kasus dugaan suap terkait kontrak kerja sama PLTU Riau-1 dengan tersangka SFB (Sofyan Basir), Dirut PLN. Dalam waktu dekat akan disiapkan dakwaan dan berkas-berkas untuk proses lebih lanjut persidangan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa.
Menurut Febri dalam proses penyidikan terhadap Sofyan yang telah dimulai sejak 22 April 2019 telah dilakukan pemeriksaan terhadap sekitar 74 orang saksi termasuk Menteri ESDM Ignasius Jonan, pejabat PT. PLN (persero) dan anak perusahaan, pihak PT. Samantaka Batubara, anggota DPR RI, mantan pengurus partai Golkar dan pihak swasta lain.
"Penyidik telah menyerahkan tersangka dan barang bukti pada penuntut umum, sehingga proses hukum berikutnya berada pada lingkup kewenangan JPU KPK," tambah Febri.
Proses pembuatan dakwaan tersebut maksimal akan dilakukan dalam waktu 14 hari kerja.
Sofyan seusai diperiksa di gedung KPK tidak berkomentar mengenai proses pemeriksaannya itu dan hanya mengucapkan "Minal Aidin Wal Faidzin".
"KPK telah memeriksa secara lengkap dan dari tim penyidik saya kira sudah kerja profesional dan baik. Berkas sudah dinyatakan lengkap oleh penuntut umum jadi mungkin tidak lama lagi Pak Sofyan akan sidang di pengadilan Jakarta Pusat. Pada intinya pemeriksaan cepat karena belum 20 hari sudah selesai, saya berterima kasih kepada KPK untuk mempercepat kasus ini," kata pengacara Sofyan, Susilo Aribowo.
KPK sudah menahan Sofyan Basir sejak 27 Mei 2019.
Sofyan diduga membantu bekas anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan pemilik saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo mendapatkan kontrak kerja sama proyek senilai 900 juta dolar AS atau setara Rp12,8 triliun.
Sofyan hadir dalam pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh Eni Maulani Saragih, Johannes Kotjo dan pihak lainnya untuk memasukkan proyek "Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) PT PLN.
Pada 2016, meskipun belum terbit Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK), Sofyan diduga telah menunjuk Johannes Kotjo untuk mengerjakan proyek PLTU Riau-1 karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat.
Sehingga PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam RUPTL PLN. Setelah itu, diduga Sofyan Basir menyuruh salah satu Direktur PT PLN agar "Power Purchase Agreement" (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan.
Terkait perkara ini, sudah ada 3 orang yang dijatuhi hukuman yaitu mantan Menteri Sosial yang juga mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham divonis 3 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 2 bulan kurungan.
Eni Maulani Saragih pada 1 Maret 2019 lalu juga telah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp5,87 miliar dan 40 ribu dolar Singapura.
Sedangkan Johanes Budisutrisno Kotjo diperberat hukumannya oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menjadi 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sedangkan PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM) Samin Tan juga sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga memberikan suap kepada Eni Maulani Saragih sejumlah Rp5 miliar.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019