Aparat Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tangerang, Banten, mengingatkan warga setempat untuk waspada terhadap penyakit chikungunya yang disebabkan oleh nyamuk aedes albopictus.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kabupaten Tangerang, Hendra Tarmizi di Tangerang, Sabtu, mengatakan tempat berkembangbiak nyamuk tersebut harus dibasmi.
"Sesuai data tahun 2018 terdapat 18 kasus chikungunya yang menyerang warga karena ada pihak yang melaporkan," tambahnya.
Namun hingga akhir April 2019, belum ada kepala desa atau petugas rumah sakit dan Puskesmas yang melaporkan warga terkena chikungunya.
Kasus chikungunya terbanyak terkena warga di Kecamatan Rajeg, Sukamulya dan Kecamatan Pakuhaji serta enam kecamatan lainnya.
Hendra mengemukakan memang ada perbedaan demam berdarah dengue (DBD) dengan chikungunya karena DBD dapat menyebabkan kematian bagi penderita.
Sedangkan penderita chikungunya dapat menyebabkan persedian tubuh merasakan sakit yang luar biasa dan menjadi kaku.
Menurut dia, ada persamaan penderita chikungunya dengan DBD yakni merasakan panas tinggi disertai demam.
Pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada warga untuk menghindari DBD dan chikungunya dengan cara membiasakan pola hidup bersih.
"Hindari tempat berkembang biak nyamuk seperti genangan di pot dan botol, kain tergantung dalam waktu lama serta saluran air," katanya.
Padahal sebelumnya, RSUD Kabupaten Tangerang, memiliki laboratorium bantuan dari Amerika Serikat yang mampu mendeteksi sebanyak 70 penyakit menular.
Sekretaris Daerah Kabupaten Tangerang, Moch. Maesyal Rasyid menyebutkan laboratorium itu dilengkapi peralatan penunjang mengunakan teknologi canggih dan dapat juga digunakan untuk penelitian.
Dia mengemukakan keberadaan laboratorium tersebut merupakan kerja sama pihak Kemenkes dan lembaga kesehatan Amerika Serikat.
Kemenkes memberikan prioritas sejumlah penyakit yang diteliti seperti malaria, demam berdarah dengue (DBD), Influenza, TBC dan HIV/AIDS.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kabupaten Tangerang, Hendra Tarmizi di Tangerang, Sabtu, mengatakan tempat berkembangbiak nyamuk tersebut harus dibasmi.
"Sesuai data tahun 2018 terdapat 18 kasus chikungunya yang menyerang warga karena ada pihak yang melaporkan," tambahnya.
Namun hingga akhir April 2019, belum ada kepala desa atau petugas rumah sakit dan Puskesmas yang melaporkan warga terkena chikungunya.
Kasus chikungunya terbanyak terkena warga di Kecamatan Rajeg, Sukamulya dan Kecamatan Pakuhaji serta enam kecamatan lainnya.
Hendra mengemukakan memang ada perbedaan demam berdarah dengue (DBD) dengan chikungunya karena DBD dapat menyebabkan kematian bagi penderita.
Sedangkan penderita chikungunya dapat menyebabkan persedian tubuh merasakan sakit yang luar biasa dan menjadi kaku.
Menurut dia, ada persamaan penderita chikungunya dengan DBD yakni merasakan panas tinggi disertai demam.
Pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada warga untuk menghindari DBD dan chikungunya dengan cara membiasakan pola hidup bersih.
"Hindari tempat berkembang biak nyamuk seperti genangan di pot dan botol, kain tergantung dalam waktu lama serta saluran air," katanya.
Padahal sebelumnya, RSUD Kabupaten Tangerang, memiliki laboratorium bantuan dari Amerika Serikat yang mampu mendeteksi sebanyak 70 penyakit menular.
Sekretaris Daerah Kabupaten Tangerang, Moch. Maesyal Rasyid menyebutkan laboratorium itu dilengkapi peralatan penunjang mengunakan teknologi canggih dan dapat juga digunakan untuk penelitian.
Dia mengemukakan keberadaan laboratorium tersebut merupakan kerja sama pihak Kemenkes dan lembaga kesehatan Amerika Serikat.
Kemenkes memberikan prioritas sejumlah penyakit yang diteliti seperti malaria, demam berdarah dengue (DBD), Influenza, TBC dan HIV/AIDS.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019