Tangerang Selatan (Antara News) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melalui program National Science and Tecno Park (NSTP) segera mempercepat komersialisasi produk inovasi dengan menggandeng industri.

"Saat ini kami sudah memiliki empat NSTP dari sembilan yang menjadi kewenangan langsung BPPT, sedangkan Presiden Joko Widodo meminta BPPT menjadi koordinator 100 NSTP di Indonesia sesuai program Nawacita," kata Deputi Deputi Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi,  Gatot Dwianto di Puspiptek Serpong, kota Tangerang Selatan, Rabu.

Membuka workshop Tecnopreneurship bertajuk "Strategi Akselerasi Komersialisasi Teknologi Bagi Peneliti dan Perekayasa", Gatot meminta untuk segera melakukan pemetaan kebutuhan industri dibidang teknologi agar NSTP dapat segera menjembatani.

Gatot mengingatkan, sudah saatnya Indonesia mengembangkan industri berbasis inovasi agar tidak tertinggal dengan negara lain, keberhasilan Alibaba mengembangkan bisnis berbasis internet menjadi tolak ukur keberhasilan bagi NSTP.

Lebih jauh Direktur Pusat Teknoprener dan Klaster Industri, Dudi Iskandar mengatakan, untuk mewujudkan NSTP perlu empat persyarataan yakni fasilitas, perangkat lunak (program, database, kelembagaan), SDM, dan teknologi.

Dudi mengatakan, NSTP telah melakukan pendampingan kepada sejumlah pengusaha pemula berbasis teknologi (startup company) melalui program inkubasi berikut pendanaan sampai perusahaan itu mandiri.

Tenant/ pengusaha pemula yang diinkubasi oleh Balai Inkubator Teknologi BPPT sejak tahun 2013 sampai dengan tahun 2017 sebanyak 96 tenant, sedangkan  yang sudah lulus sebanyak 15 tenant, ujar Dudi.

Tenant Balai Inkubator Teknologi yang sudah mendapat insentif program Pengusaha Pemula Berbasis Teknologi (PPBT) dari Kementerian Ristekdikti pada tahun 2017 sebanyak 16 tenant, rata-rata besaranya Rp300 sampai Rp400 juta.

Dudi mengatakan, melalui website NSTP-BPPT yang telah diluncurkan pengusaha pemula yang ingin mengikuti program ini dapat mendaftar, tidak harus perusahaan yang sudah berjalan, mereka yang masih merintis juga dapat bergabung.  
   Lebih jauh Bambang S. Pujantiyo mengatakan, percepatan komersialisasi teknologi dapat berkiblat kepada Korea Selatan dalam kurun waktu tiga tahun  melakukan perubahan drastis dengan memenuhi jalan dengan 90 persen kendaraan produk mereka, menggeser produk impor terutama Jepang.

Bambang menilai komersialisasi teknologi di Indonesia harus segera ditingkatkan seiring dengan terus membanjirnya produk impor berbasis inovasi, sejumlah negara saat ini terus berlomba-lomba mengembangkan komersialisasi teknologi seperti India yang juga tengah meniru Silicon Valley di Amerika Serikat.

Bambang mengatakan, belajar dari gojek yang didirikan Nadiem Makarim meskipun lulusan Silicon Valley, namun dia tidak memposisikan sebagai seorang teknokrat, melainkan pengusaha yang melakukan komersialisasi teknologi.

"Dia paham apa yang dibutukan masyarakat maka dibuatlah aplikasi Gojek," ujar Bambang.

Bambang juga mengungkapkan, percepatan komersialisasi teknologi sangat bergantung kepada regulasi seperti dalam kasus industri mobil Korea, kemudian pemanfaatan teknologi internet, serta pendanaan untuk Litbang.

Sementara itu, Mercy Marvel dari Ditjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM mengatakan, sebanyak 94,5 persen teknologi yang mendapat perlindungan dan dikomersialkan  berasal dari luar negeri. Sedangkan sisanya dari dalam negeri, itupun setengahnya masih belum dikomersialkan.

Mercy mengatakan, teknologi BPPT banyak yang sudah mendapat perlindungan paten, namun baru sedikit yang sudah dikomersialkan.

Dia juga  menjelaskan, perlindungan berupa sertifikat paten sederhana bisa diberikan dalam waktu kurang dari satu tahun, biasanya untuk teknologi lokal seperti suplemen, obat herbal, bibit unggul, dan lain sebagainya.

Pewarta: Ganet Dirgantoro

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2017