Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Banten menyebutkan angka prevalensi stunting di daerah itu terjadi penurunan menjadi 20 persen di 2022 dari sebelumnya pada 2021 24,6 persen.
 
"Kita bekerja keras agar angka stunting atau kekerdilan yang dialami anak-anak usia di bawah lima tahun atau balita akibat gagal tumbuh tidak ada lagi kasus baru," kata Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Banten Rusman Effendi di Lebak , Sabtu.
 
Dia menjelaskan, penurunan angka prevalensi di Banten cukup signifikan dari 24,6 persen menjadi 20 persen, namun masih terus diperlukan penanganan secara bersama-sama dan berkolaborasi serta pentahelix.
 
Pihaknya juga optimistis angka prevalensi stunting di Banten pada 2024 menurun lagi  hingga 14 persen sesuai target nasional.

Baca juga: 13.876 keluarga risiko stunting di Lebak terima telur dan daging ayam
 
Penanganan stunting itu, katanya, tentu harus dilakukan dari hulu mulai dari kalangan remaja, calon pengantin dan selanjutnya pada ibu-ibu hamil. Kemudian pasca persalinan dan ibu- ibu yang memiliki anak usia dua tahun.
 
"Itu yang menjadi prioritas penanganan stunting dari hulu," katanya 
 
Kepala Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana pada Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Lebak Hj Tuti Nurasiah mengatakan, pihaknya lebih mengedepankan pencegahan stunting melalui program Penyiapan Kehidupan Berkeluarga Bagi Remaja (PKBR).

Hal itu dilakukan dengan memberikan penyuluhan dan edukasi untuk kesiapan membangun rumah tangga agar tercapai kesepuluh dimensi pernikahan dan delapan fungsi rumah tangga.
 
Kesepuluh dimensi pernikahan itu, katanya, pihaknya bekerja sama dengan Kementerian Agama setempat.

Baca juga: 200 calon pengantin di Lebak dapat edukasi penurunan stunting
 
Kemudian bagaimana dalam membentuk keluarga yang berkualitas dan menikah untuk wanita idealnya berusia 21 tahun, dan laki-laki berusia 25 tahun, kesiapan fisik yang sehat, kesiapan finansial sebelum menikah harus memiliki sumber pendapatan atau ekonomi.
 
Selanjutnya, kesiapan mental, kondisi emosi, kesiapan sosial sangat penting sebelum menikah, dan kesiapan moral untuk membina rumah tangga dengan memiliki pondasi yang kuat akan nilai-nilai moral seperti kejujuran, integritas, etika, serta agama.
 
Dengan 10 dimensi itu, katanya, nantinya memiliki delapan fungsi keluarga di antaranya pertama melaksanakan ibadah sesuai kepercayaan yang dianutnya.

Kemudian mampu menyekolahkan anak pada dunia  pendidikan, menciptakan budaya reproduksi dengan memiliki keturunan, serta setiap keluarga punya anak sehat.
 
"Kami meyakini dengan adanya sepuluh dimensi pernikahan dan delapan fungsi keluarga itu maka tidak melahirkan kasus stunting baru," kata Tuti.

Baca juga: Pj Gubernur Banten apresiasi kemajuan Kabupaten Lebak
 
Ia menyebutkan, penyebab risiko stunting di Banten itu karena mereka tidak memiliki jamban, air bersih l, dan menempati rumah tidak layak huni.
 
Selain itu juga hamil muda di bawah usia 21 tahun dan hamil tua di atas 35 tahun, juga kelahiran anak banyak yang jaraknya berdekatan.
 
Penyebab lainnya , kata Tuti, karena kondisi ekonomi keluarga yang tidak mampu memberikan asupan gizi yang baik pada saat kehamilan maupun setelah melahirkan bayi.
 
"Dengan sepuluh dimensi pernikahan itu diharapkan percepatan penurunan stunting di Banten bisa masuk zero stunting atau terbebas kasus stunting," katanya.

Baca juga: Enam desa di Lebak Banten terbebas dari stunting

Pewarta: Mansyur suryana

Editor : Bayu Kuncahyo


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2023