Jakarta (Antara News) - Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri, Sumarsono mengatakan pemerintah meminta daerah untuk mendukung penyediakan rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah (MBR) agar tidak terkena sanksi.

"Harus didukung penuh kalau tidak ada pasal-pasal sanksi bagi pemerintah daerah yang tidak berpartisipasi dalam program sejuta rumah. Hal tersebut merupakan bagian dari pengawasan Kementerian Dalam Negeri," kata Sumarsono di Jakarta, Selasa.

Sebagai pembicara dalam diskusi bertajuk "Kupas Tuntas Dua Tahun Program Sejuta Rumah" yang diselenggarakan Forum Wartawan Perumahan Rakyat, Sumarsono mengatakan , pemerintah telah mencabut sejumlah peraturan daerah yang dinilai tidak mendukung investasi termasuk dibidang pembangunan rumah bagi MBR.

"Misalnya Perda mengenai gangguan atau HO (Hinderordonnantie) sudah dihapuskan karena saat ini sudah ada Amdal. Jadi mengapa buat aturan dobel-dobel maka kami hapus Perda semacam itu untuk memberi kepastian berinvestasi," kata Sumarsono.

Kebijakan yang baru sekarang Perda tidak dapat dihapus melalui Kemendagri. Namun kalau ada Perda yang dianggap menghambat pembangunan rumah bagi MBR cukup dilaporkan melalui proses judicial review di Mahkamah Konstitusi, urai Sumarsono.

Begitu juga kalau ada Perda yang ingin diusulkan untuk membantu pengadaan rumah bagi MBR, Kemendagri siap menginstruksikan kepada pemerintah daerah untuk membuat Perda dimaksud setelah sebelumnya dibuat mapping apa saja yang dibutuhkan, jelas Sumarsono.

Sedangkan Direktur Perencanaan dan Penyediaan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Hardi Simamora yang juga hadir dalam diskusi tersebut mengatakan, peran Pemda harus lebih optimal dalam penyediaan hunian berimbang sebagai antisipasi semakin mahalnya harga lahan.

Sampai dengan akhir 2016, pemerintah telah merealisasikan pembangunan sekitar 800.000 rumah bagi MBR agar program sejuta rumah memang masih dibutukan penyempurnaan regulasi terutama terkait dengan peruntukan lahan bagi rumah MBR di daerah-daerah, kata Hardi.

Dia juga mengungkapkan, saat ini hampir semua daerah memiliki Susunan Organisasi Tata Kerja (SOTK) yang menempatkan Dinas Perumahan dan Permukiman untuk itu sudah ada 55 Peraturan Pemerintah untuk memudahkan kerja di daerah dalam mewujudkan program penyediaan rumah bagi MBR.

Hardi mengatakan, dengan adanya PP tersebut diharapkan aksi di daerah lebih jelas misalnya saja penetapan tata ruang untuk rumah MBR harus jelas, terutama di daerah-daerah yang ekonominya sedang bertumbuh.

Lebih jauh Staf Ahli Bidang Ekonomi Pertanahan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional, Sudarsono menjelaskan, kontribusi Kementerian ART/ BPN memberikan pertimbangan teknis di daerah mengenai izin lokasi yang dikeluarkan Wali Kota/ Bupati harus sesuai dengan peruntukan yang tertuang dalam tata ruang Kota/ Kabupaten.

Sebagai contoh untuk menjamin ketersediaan pangan yang berkelanjutan maka izin lokasi tidak dapat diberikan pada lahan pertanian yang menggunakan irigasi teknis harus mengacu kepada tata ruang yang berlaku termasuk dalam hal ini penyediaan rumah bagi MBR, jelas Sudarsono.

Sudarsono juga mengatakan program reformasi agraria pendaftaran tanah sejak tahun 2015 saat ini telah merampungkan 46 persen bidang tanah yang sudah didaftarkan dari total 9 juta hektar, terkait hal itu telah dibuatkan rancangan Perpres untuk mewujudkan ketersediaan tanah bagi hunian MBR melalui bank tanah.

Pewarta: Ganet Dirgantoro

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2017