Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Prof. Fatah Sulaiman meminta ada kajian dan riset khusus membahas penyebab polusi Jakarta agar tidak terjadi saling menyalahkan penyebab utama polusi di ibukota itu.

Beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) seperti di Banten dituding jadi penyebab polusi Jakarta yang jadi perhatian masyarakat termasuk pemerintah. Pembangkit listrik berbahan bakar batu bara itu disebut jadi penyumbang utama polusi yang berdampak pada kualitas udara Jakarta.

Baca juga: Rektor Untirta kunjungi Kantor Bahasa Banten bahas ketersediaan sarana prasarana

"Soal pencemaran lingkungan, semuanya harus introspeksi, nggak harus saling menyalahkan. Kalau dari sisi bahan pencemarannya sendiri kan harus diperhatikan semua, padat, cair, gas, udara, mungkin yang kemarin diributkan adalah polusi udara sebagai dampak dari masifnya pemanfaatan bahan bakar berbasis fosil, termasuk juga penggunaan batu bara dari pembangkit-pembangkit. Nah itu sebetulnya harus ditelaah secara detail, database-nya harus kuat, jangan saling menyalahkan," kata Fatah Sulaiman dalam keterangan resmi yang diterima media di Serang, Kamis.

Fatah mengatakan, kajian dan riset perlu dilakukan untuk menghindari saling menyalahkan penyebab utama polusi Jakarta. Dengan adanya kajian dan riset khusus, secara ilmiah akan terbukti apa penyebab udara Jakarta menjadi kotor.

Baca juga: Fatah Sulaiman kembali pimpin Untirta periode kedua

"Jadi ada beberapa peran yang harusnya gotong-royong semua pihak. Sehingga supaya tidak salah sasaran menyalahkan ini polusi di daerah ini seolah-olah dampaknya di Jakarta," katanya menambahkan.

Jika PLTU di Banten disebut jadi penyebab utama polusi Jakarta, dirinya menyebut tak sepenuhnya valid. Penyebab itu kemudian harus diteliti lebih jauh. Selain itu, polusi Jakarta, menurutnya ada faktor lain yang memperburuk kualitas udara Jakarta.

"Jadi ini harus ditelaah ya, klaim bahwa ini penyebabnya industri Banten menurut saya tidak sepenuhnya valid, harus diuji, itu menurut saya. Kedua, tentu sekarang kan memang eranya dari ada pengaruh, faktor, perubahan iklim dan sebagainya," ujarnya.

Baca juga: Fatah Sulaiman kembali pimpin Untirta periode kedua

Sementara, Direktur Utama PLN IP, Edwin Nugraha Putra menjelaskan dalam mengoperasikan pembangkit, pihaknya menjunjung tinggi prinsip Enviromental, Social and Governance (ESG) sehingga PLN IP sangat memperhatikan emisi gas buang dari pembangkit. 

"Selama PLTU atau PLTGU beroperasi, kami selalu berupaya tekan emisinya semaksimal mungkin, serta dimonitor secara realtime terhubung langsung dengan dashboard Kementerian LHK," kata Edwin.

Operasional PLTU di bawah PLN IP telah dilengkapi dengan teknologi ramah lingkungan termutakhir Electrostatic Precipitator (ESP) dan Continous Emission Monitoring System (CEMS) untuk memastikan emisi gas buang dari operasional pembangkitan ditekan semaksimal mungkin. 

"CEMS merupakan teknologi yang digunakan untuk memantau emisi pembangkit secara terus menerus. Sehingga emisi yang keluar dari cerobong dapat dipantau secara real time dan dipastikan tidak melebihi baku mutu udara ambien yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)," pungkas Edwin Nugraha Putra.

Baca juga: Polres Pandeglang terjunkan 160 personel amankan sidang "revenge porn"

Pewarta: Susmiatun Hayati

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2023