Jakarta (Antara News) - Kepala laboratorium Perancangan Arsitektur Universitas Trisakti Indartoyo mengatakan rumah susun (Rusun) Kebon Kacang layak dan harus direvitalisasi penuh, dalam pengertian bangunan lama benar-benar dihancurkan (demolish) baru kemudian dibangun kembali.

Hal ini karena struktur bangunan yang sudah berusia 35 tahun dan instalasi kelistrikan telah berumur 27 tahun, padahal usia bangunan bertahan paling lama 30 tahun.

"Ada tiga cara dalam merevitalisasi bangunan tua. Cara pertama dan kedua diperuntukkan bagi bangunan peninggalan sejarah yang tetap mempertahankan tampak luarnya, namun untuk yang ketiga memang harus dirobohkan dulu sebelum dibangun yang baru," kata Indartoyo di Jakarta, Selasa.

Mengingat Kebon Kacang bukan merupakan peninggalan sejarah, kemudian kalau dianggap struktur bangunannya sudah tidak layak lagi maka bangunan tersebut dapat dibongkar untuk kemudian dibangun kembali dengan kapasitas yang lebih banyak, jelas dia.

Indartoyo mengatakan kalau melihat tata ruang di kawasan Kebon Kacang maka sangat dimungkinkan menggunakan koefisien luas bangunan (KLB) 2 untuk hunian dengan ketinggian bisa di atas 8 lantai.     Indartoyo mengingatkan mengingat statusnya sebagai Rusun milik, maka penghuni lama harus tetap mendapat hak untuk menempati bangunan baru nantinya.

"Prinsipnya membangun tanpa menggusur penghuni lama, sehingga bangunan baru nantinya selain dihuni penghuni lama juga diisi dengan penghuni baru," ujar dia.

Caranya pemerintah daerah menyediakan tempat sementara selama Rusun Kebon Kacang tersebut dibongkar, nantinya setelah rampung mereka dapat kembali ke unit masing-masing sesuai kesepakatan, jelas Indartoyo.

Indartoyo menyarankan agar Rusun Kebon Kacang nantinya dibangun lebih hijau lagi dengan memperbanyak fasilitas umum agar para penghuni lebih leluasa dalam melakukan aktivitas saat di rumah.  Kalau melihat luasannya sepertinya bisa 40 - 60 persen dapat dipergunakan sebagai ruang terbuka hijau, paparnya.

Salah satu bangunan yang direvitalisasi penuh tanpa meninggalkan aslinya adalah hotel Indonesia dan kini terlihat lebih bagus tanpa meninggalkan unsur sejarah, kata Indartoyo.

    
Kajian ITB

   Kajian yang dilakukan PT Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri (LAPI) ITB menyatakan bahwa struktur bangunan masih menggunakan baja tulangan polos, bukan tulangan ulir sesuai ketentuan tahun 2002, sehingga rawan dalam menahan beban gempa.

Hal ini ditambah adanya beberapa keretakan dan pengelupasan selimut beton yang terjadi pada balok, kolom, pelat, dan dinding. Beberapa elemen struktur mengalami retak lentur dan retak geser dengan retak geser mendominasi yang disebabkan oleh dampak gempa (gaya lateral), seperti terlihat pada Gedung A Blok 1.

Retak geser terjadi juga pada balok dan dinding di Gedung A Blok 3 serta selimut beton. Pada bangunan Gedung A Blok 4 juga ditemukan retak geser pada balok bangunan dan retak pada dinding.

Di Blok 3 terjadi kerusakan selimut beton kolom, keretakan pada kolom, retak pada dinding-dinding bangunan, dan pengelupasan plesteran dinding. Di Blok 1 terjadi pengelupasan plesteran dinding.

Sedangkan pada Gedung B Blok 7 terjadi spalling plesteran pada kolom baja, retak pada plesteran kolom baja, dan pengelupasan plesteran kolom baja. Pengelupasan selimut beton pelat juga terjadi di Gedung B Blok 8 yang diperparah oleh pengelupasan selimut beton pelat.

LAPI ITB juga menemukan terjadinya penurunan tanah yang tidak seragam pada beberapa blok Rusun Kebon Kacang, terutama terlihat jelas pada Gedung B di Blok 5,6,7, dan 8 serta di Gedung D Blok 5. Gedung B yang dipisahkan menjadi dua bagian, yaitu B1 dan B2 kini memiliki tingkat elevasi (kemiringan) yang berbeda. Kemudian pada Gedung B Blok 6, Blok 7, dan Blok 8 ditemukan pengelupasan plesteran balok baja.

Berdasarkan hal di atas, maka perlu dilakukan perbaikan dan perkuatan terhadap bangunan tersebut agar gedung dapat memiliki kinerja yang baik saat gempa terjadi. Untuk penggunaan jangka panjang, bangunan tidak cukup layak (huni) bila tidak dilakukan perbaikan, sebut laporan LAPI ITB.

Pewarta: Ganet Dirgantoro

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2016