Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menduga ada indikasi kuat penyebaran antraks ke manusia disebabkan tradisi brandu atau porak di kalangan masyarakat.

Wakil Bupati Gunungkidul Heri Susanto di Gunungkidul, Minggu, mengatakan tradisi brandu atau porak ini sudah berlangsung secara turun temurun di kalangan masyarakat.

Tradisi ini sering terjadi ketika ada hewan ternak yang sakit maupun sudah mati dipotong dan dagingnya dijual untuk mengurangi kerugian pemilik ternak.

Baca juga: Dampak Antraks, Dinkes Gunungkidul usulkan penetapan KLB

"Kami melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat yang mempunyai ternak, supaya saat memiliki hewan ternak sakit atau mati tidak dikonsumsi," kata Heri.

Ia mengatakan Pemkab Gunungkidul tengah menyusun kajian hewan ternak yang mati akibat penyakit dan pemkab bisa langsung melakukan intervensi. Selain itu juga melakukan analisa dan kebijakan agar tradisi brandu ditinggalkan.

"Kami mengupayakan ternak-ternak yang mati akibat penyakit, khususnya antraks mendapat ganti rugi dari pemkab. Kami juga menyiapkan skema bantuan premi asuransi ternak," katanya.

Heri Susanto mengatakan fakta di lapangan, hewan ternak yang mati akibat penyakit atau virus, kalau tidak dikonsumsi tidak akan berdampak pada manusia.

Baca juga: Terkait antraks, Pemkot Tangerang tutup pengiriman ternak dari Gunung Kidul

Pewarta: Sutarmi

Editor : Bayu Kuncahyo


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2023