Nelayan tradisional di pesisir selatan Kabupaten Lebak Provinsi Banten dalam sepekan terakhir ini tidak melaut karena adanya badai dan gelombang tinggi hingga empat meter.
 
"Semua nelayan tradisional di sini tidak melaut," kata Ketua Koperasi Nelayan Bina Muara Sejahtera Binuangeun Kabupaten Lebak, Wading dalam keterangannya di Lebak, Selasa.

Baca juga: BPBD Lebak belum terima laporan mengenai kerusakan akibat gempa Cianjur
 
Beberapa hari terakhir ini cuaca di perairan selatan Banten kurang bersahabat, selain badai dan gelombang tinggi, hasil tangkapan juga menurun.
 
Mereka lebih memilih tidak melaut guna menghindari kecelakaan laut.
 
"Jika nelayan memaksakan melaut tentu merugi, karena tidak seimbang antara pendapatan dan biaya operasional pembelian bahan bakar minyak (BBM)," katanya.
 
Menurut dia, selama tidak melaut, mereka  melakukan kegiatan perbaikan jaring dan di antaranya berkumpul di sekitar Tempat Pelelangan Ikan (TPI) setempat untuk memantau cuaca kembali normal.
 
Saat ini, lanjut Wading, nelayan yang biasanya menangkap berbagai ikan, seperti tongkol, cumi, layur, tenggiri, tuna, bayi lobster dan lainnya, kini tidak melaut.
 
Mereka bila cuaca normal bisa transaksi pelelangan ikan sekitar Rp4-5 miliar dengan jumlah tangkapan 250 ton per bulan, namun saat ini kondisi nelayan tak melaut akibat cuaca buruk tersebut.
 
"Kami memiliki anggota ratusan nelayan dan kini menganggur," katanya.
 
Kepala Bidang Peningkatan Kapasitas Nelayan Kecil Dinas Perikanan Kabupaten Lebak, Rizal Ardiansyah mengingatkan nelayan agar waspada gelombang tinggi di perairan selatan Banten.
 
Laporan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan gelombang tinggi 2,5 sampai 4.0 empat meter berpeluang terjadi di selatan Banten pada 22-25 November 2022.
 
"Belum lama ini ada nelayan Binuangeun diterjang gelombang hingga perahu miliknya rusak dan satu nelayan dilaporkan hilang," kata Rizal.
 
 
 
 

Pewarta: Mansyur suryana

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2022