Jakarta (Antara News) - Aksi korporasi "share swap" PT Dayamitra Telekomunikasi anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (Telkom) dengan PT Tower Bersama Infrastructure (TBIG) harus melalui mekanisme RUPS.

"Transaksi share swap saham Mitratel dengan TBIG merupakan kewenangan induk usaha, karena Telkom merupakan perusahaan terbuka maka harus dilakukan melalui mekanisme RUPS," kata Ketua Masyarakat Telekomunikasi (Mastel) Kristiono di Jakarta, Jumat.

Kristiono mengatakan, Telkom tentu mempunyai mekanisme sendiri dalam menjalankan bisnisnya, ada ketentuan yang mengaturnya. Dan Telkom melakukan aksi korporasi tersebut tentu melalui pertimbangan yang matang, melalui proses tata kelola usaha yang baik (good corporate governance).

Share swap sendiri merupakan aksi korporasi membeli saham suatu perusahaan dengan menggunakan uang dari hasil penjualan kepemilikan saham di perusahaan lain.

Menteri BUMN Rini Soemarmo sebelumnya juga pernah mengatakan transaksi "share swap" saham Mitratel dengan TBIG  adalah aksi korporasi yang sepenuhnya menjadi kewenangan manajemen Telkom sebagai pemilik Mitratel.

Terkait hal tersebut, menteri BUMN memberikan kebebasan kepada Telkom untuk melakukan share swap.

"Kita harus memberikan respek terhadap proses yang telah dilakukan Telkom. Jika memang akan dilanjutkan ataupun dibatalkan, hal itu harus melalui proses bisnis yang benar. Kami percaya Telkom telah menjalankan prinsip governance dengan sangat baik," ujar Rini.

Berdasarkan hasil review Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: LR-5/D502/2/2015, proses share swap Mitratel sudah mengalami proses kajian aturan hukum, kajian bisnis dan potensi keuntungan keuangan Telkom.

Transaksi share swap ini otomatis meningkatkan nilai aset Mitratel pada harga tinggi, tercermin dari valuasi per menara yang dimilikinya di kisaran Rp2,8 miliar- Rp3,2 miliar, atau dengan rasio EBITDA (laba bersih sebelum pajak) diantara 13,8x-18,3x," kata analis dari Credit Lyonnaise Security Asia (CLSA), Abdullah Hasyim.

Menurut Hashim, angka valuasi tersebut lumayan tinggi mengingat Mitratel memiliki tenancy ratio yang rendah padal level 1.1x, dengan ruang potensi pertumbuhan. Jika tenancy ratio dipatok sebesar 1.7x walau memiliki 3.928 unit menara,maka EV/EBITDA drop menjadi 9.0x-12x.

Ia menilai langkah Telkom memonetisasi dengan pola swap share karena tidak bisa menggenjot tenancy ratio dalam waktu cepat.

"Bermitra dengan Tower Bersama membuat Telkom memonetisasi aset di harga premium dan menikmati keuntungan dari kepemilikan saham di Tower Bersama," ujarnya.

Dalam kajian CLSA, Mitratel memiliki pendapatan sebesar Rp1,5 triliun pada 2013, dengan nilai kontribusinya bagi Telkom hanya sekitar 2 persen. Dengan memiliki sekitar 762,5 juta lembar saham Tower Bersama nantinya diharapkan Telkom bisa memiliki keuntungan Rp6 triliun-Rp 8triliun jika transaksi tuntas dan harga saham Tower Bersama berkisar di Rp8.000-Rp10.000 per lembar.





Pewarta: Ganet

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2015