GEMA Al-Khairiyah dan BEM Universitas Al-Khairiyah serta Komunitas Muslim Intelektual Muda (MIM) Kota Cilegon menggelar diskusi publik menyikapi kebijakan Pemerintah yang menaikan harga BBM bersubsidi beberapa waktu lalu.
Diskusi publik yang dibuka Sekjend PB Al-Khairiyah Ahmad Munji tersebut mengambil tema “Mendadak harga BBM naik, siapa untung siapa buntung?” digelar di Aula Fakultas Agama Islam Universitas Al-Khairiyah, Ahad (11/9/2022).
Dalam sambutannya Ahmad Munji mengatakan, kegiatan tersebut merupakan salah satu tempat dimana masyarakat bisa mendapatkan informasi yang sebenarnya dibalik kenaikan harga BBM, serta masyarakat pun bisa berdiskusi dengan para narasumber.
Selain itu Ahmad Munji juga menekankan pentingnya generasi Al-Khairiyah saat ini untuk maju membuktikan eksistensinya di masyarakat.
"Al- Khairiyah sekarang harus maju ketengah jangan dipinggir saja, kita harus menunjukkan diri kita kepada masyarakat kalau kita bukan hanya konsen di pendidikan dan dakwah saja, kita juga harus fokus ke wilayah sosial politik, ekonomi dan Budaya," katanya.
Karena, lanjut Munji, Al- Khairiyah merupakan Ormas Islam yang pandangan dan gagasannya dapat menjadi rujukan masyarakat, bangsa dan negara. Sebab Al-Khairiyah lahir sebelum bangsa ini menjadi sebuah negara, dan pendiri Al-Khairiyah Brigjend KH. Syam'un adalah pejuang kemerdekaan.
"Oleh karena itu tugas kita mengingatkan Pemerintah dan memberikan sumbangsih pemikiran positif kepada pemangku kebijakan, serta memberikan kritik yang konstruktif jika ada kebijakan yang mengurangi rasa keadilan dan membebani masyarakat yang saat ini sedang bersama sama kita hadapi yaitu kenaikan harga BBM," kata Munji.
Wakil Rektor 1 Universitas Al-Khairiyah Dr. Achmad Juhaeni, sebagai keynote speaker pada diskusi tersebut menceritakan salah satu kisah Thariq Bin Ziyad, dimana intinya dalam segala hal dan kondisi harus mempersiapkan diri agar tidak kehilangan kesempatan.
"Kekayaan alam Indonesia harus diperuntukkan untuk kemakmuran rakyat, dan tidak boleh untuk dijadikan alat komersialisasi. Contoh kasus Freeport yang dimana dikuasai asing, padahal ditangan orang sendiri bisa dikelola," ungkapnya.
Sementara itu H.M. Juju Adhiwikarta, M.T. Dekan Fakultas Teknik Universitas Al Khairiyah sebagai narasumber pertama menjelaskan usai pandemi Covid-19, masyarakat ditimpa kembali oleh beban yang tinggi yaitu kenaikan BBM hingga 30 persen.
Kenaikan tersebut menurutnya dipastikan berdampak terhadap penurunan daya beli masyarakat, naiknya harga bahan pokok dan meningkatnya angka pengangguran serta terjadinya kemiskinan.
Sementara narasumber kedua H. Agung Hikmatullah S.IP sebagai Pembina As Salim Cilegon lebih menjelaskan tentang pandangan Islam tentang kenaikan harga BBM.
Ia memulai pemaparannya dengan kisah Nabi Ibrahim dulu menentang ayah dan penguasanya karena menyembah patung, dan Nabi Musa yang menentang ayah angkatnya karena berbuat dzalim.
Menurut H. Agung, Islam bukan hanya sebatas agama yang mengatur ibadah transdental antara hamba dengan Tuhannya. Tetapi Islam merupakan sebuah sistem yang di dalamnya mengatur banyak hal.
Dalam pandangannya, Pemerintah saat ini konsisten dengan inkonsistensinya. Defisit neraca minyak indonesia kian melebar.
"Alasan kita menolak kenaikan harga BBM ada lima sebab, pertama mengokohkan hegemoni liberalisasi migas. Kedua menaikan inflasi ditengah kondisi ekonomi rayat yang belum sepenuhnya pulih," katanya.
Sedangkan ketiga menurutnya pandangan pemerintah subsidi BBM membebani APBN.
Ke empat mahalnya harga BBM karena Pemerintah mengenakan komponen PPN 11% dan pajak daerah 5% dalam harga BBM yang diterapkan di masyarakat.
Sedangkan Ke lima, perdagangan minyak mentah dunia dilakukan dengan standar mata uang US dollar.
"Dalam Islam minyak bumi itu masuk dalam kepemilikan umum, yang negara tugasnya adalah hanya sebatas pengelola, sedangkan hasilnya untuk kemakmuran rakyat," ujarnya.
Faktanya kata H Agung, ternyata pengelolaan minyak bumi di indonesia didominasi oleh asing. Chevron 44%, sedangkan Pertamina dan mitra hanya 16%.
Padahal dalam Islam diberikan ketentuan bahwa Kaum Muslimin berserikat dalam 3 hal yaitu air, padang rumput dan api dan menetapkan harga atasnya adalah haram.
"Seharusnya negara tugasnya adalah sebagai pengurus rakyat, bukan menarik keuntungan dari rakyat. Sehingga ketika kita dihadapkan dengan permasalahan pengelolaan MIGAS, maka kembalilah kepada aturan Allah SWT. Karena hal tersebutlah yang akan menciptakan keadilan dan kesejahteraan di tengah-tengah masyarakat," ujarnya.
Kesimpulan yang disampaikan oleh kedua narasumber adalah bahwa masyarakat harus menolak kenaikan harga BBM karena hal itu sangat merugikan masyarakat.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2022
Diskusi publik yang dibuka Sekjend PB Al-Khairiyah Ahmad Munji tersebut mengambil tema “Mendadak harga BBM naik, siapa untung siapa buntung?” digelar di Aula Fakultas Agama Islam Universitas Al-Khairiyah, Ahad (11/9/2022).
Dalam sambutannya Ahmad Munji mengatakan, kegiatan tersebut merupakan salah satu tempat dimana masyarakat bisa mendapatkan informasi yang sebenarnya dibalik kenaikan harga BBM, serta masyarakat pun bisa berdiskusi dengan para narasumber.
Selain itu Ahmad Munji juga menekankan pentingnya generasi Al-Khairiyah saat ini untuk maju membuktikan eksistensinya di masyarakat.
"Al- Khairiyah sekarang harus maju ketengah jangan dipinggir saja, kita harus menunjukkan diri kita kepada masyarakat kalau kita bukan hanya konsen di pendidikan dan dakwah saja, kita juga harus fokus ke wilayah sosial politik, ekonomi dan Budaya," katanya.
Karena, lanjut Munji, Al- Khairiyah merupakan Ormas Islam yang pandangan dan gagasannya dapat menjadi rujukan masyarakat, bangsa dan negara. Sebab Al-Khairiyah lahir sebelum bangsa ini menjadi sebuah negara, dan pendiri Al-Khairiyah Brigjend KH. Syam'un adalah pejuang kemerdekaan.
"Oleh karena itu tugas kita mengingatkan Pemerintah dan memberikan sumbangsih pemikiran positif kepada pemangku kebijakan, serta memberikan kritik yang konstruktif jika ada kebijakan yang mengurangi rasa keadilan dan membebani masyarakat yang saat ini sedang bersama sama kita hadapi yaitu kenaikan harga BBM," kata Munji.
Wakil Rektor 1 Universitas Al-Khairiyah Dr. Achmad Juhaeni, sebagai keynote speaker pada diskusi tersebut menceritakan salah satu kisah Thariq Bin Ziyad, dimana intinya dalam segala hal dan kondisi harus mempersiapkan diri agar tidak kehilangan kesempatan.
"Kekayaan alam Indonesia harus diperuntukkan untuk kemakmuran rakyat, dan tidak boleh untuk dijadikan alat komersialisasi. Contoh kasus Freeport yang dimana dikuasai asing, padahal ditangan orang sendiri bisa dikelola," ungkapnya.
Sementara itu H.M. Juju Adhiwikarta, M.T. Dekan Fakultas Teknik Universitas Al Khairiyah sebagai narasumber pertama menjelaskan usai pandemi Covid-19, masyarakat ditimpa kembali oleh beban yang tinggi yaitu kenaikan BBM hingga 30 persen.
Kenaikan tersebut menurutnya dipastikan berdampak terhadap penurunan daya beli masyarakat, naiknya harga bahan pokok dan meningkatnya angka pengangguran serta terjadinya kemiskinan.
Sementara narasumber kedua H. Agung Hikmatullah S.IP sebagai Pembina As Salim Cilegon lebih menjelaskan tentang pandangan Islam tentang kenaikan harga BBM.
Ia memulai pemaparannya dengan kisah Nabi Ibrahim dulu menentang ayah dan penguasanya karena menyembah patung, dan Nabi Musa yang menentang ayah angkatnya karena berbuat dzalim.
Menurut H. Agung, Islam bukan hanya sebatas agama yang mengatur ibadah transdental antara hamba dengan Tuhannya. Tetapi Islam merupakan sebuah sistem yang di dalamnya mengatur banyak hal.
Dalam pandangannya, Pemerintah saat ini konsisten dengan inkonsistensinya. Defisit neraca minyak indonesia kian melebar.
"Alasan kita menolak kenaikan harga BBM ada lima sebab, pertama mengokohkan hegemoni liberalisasi migas. Kedua menaikan inflasi ditengah kondisi ekonomi rayat yang belum sepenuhnya pulih," katanya.
Sedangkan ketiga menurutnya pandangan pemerintah subsidi BBM membebani APBN.
Ke empat mahalnya harga BBM karena Pemerintah mengenakan komponen PPN 11% dan pajak daerah 5% dalam harga BBM yang diterapkan di masyarakat.
Sedangkan Ke lima, perdagangan minyak mentah dunia dilakukan dengan standar mata uang US dollar.
"Dalam Islam minyak bumi itu masuk dalam kepemilikan umum, yang negara tugasnya adalah hanya sebatas pengelola, sedangkan hasilnya untuk kemakmuran rakyat," ujarnya.
Faktanya kata H Agung, ternyata pengelolaan minyak bumi di indonesia didominasi oleh asing. Chevron 44%, sedangkan Pertamina dan mitra hanya 16%.
Padahal dalam Islam diberikan ketentuan bahwa Kaum Muslimin berserikat dalam 3 hal yaitu air, padang rumput dan api dan menetapkan harga atasnya adalah haram.
"Seharusnya negara tugasnya adalah sebagai pengurus rakyat, bukan menarik keuntungan dari rakyat. Sehingga ketika kita dihadapkan dengan permasalahan pengelolaan MIGAS, maka kembalilah kepada aturan Allah SWT. Karena hal tersebutlah yang akan menciptakan keadilan dan kesejahteraan di tengah-tengah masyarakat," ujarnya.
Kesimpulan yang disampaikan oleh kedua narasumber adalah bahwa masyarakat harus menolak kenaikan harga BBM karena hal itu sangat merugikan masyarakat.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2022