Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Tangerang, Banten, meningkatkan pengawasan terhadap pondok pesantren (ponpes) di daerah itu guna mencegah terjadinya tindakan kekerasan pada santri.

"Ke depan ada pengawasan dari kita (Kemenag) terhadap pesantren-pesantren modern, dan kita adakan monitoring, pembinaan kepada guru-gurunya atau pengawas santri," kata Kepala Seksi Pondok Pesantren Kemenag Kabupaten Tangerang, Joni Juhaemin di Tangerang, Selasa.

Baca juga: Usai perkelahian maut, Pemkab Tangerang minta ponpes tingkatkan pengawasan terhadap santri

Menurutnya, peningkatan pengawasan tersebut dilakukan setelah menanggapi adanya insiden perkelahian antarsesama teman yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa berinisial BD (15) seorang santri di Ponpes Daar El-Qolam, Jayanti pada Minggu (7/8).

Ia menyampaikan, dengan adanya kasus perkelahian sesama teman santri itu sangat disesali oleh pihaknya. Karena ada kelalaian dalam pengawasan oleh pengurus di pondok pesantren tersebut.

"Yang jelas, ini sangat menyayangkan dengan ada kejadian itu, karena mungkin kurang pengawasan dari pengurus Ponpes itu," katanya.

Kendati demikian, Kemenag Kabupaten Tangerang pun telah meminta pihak ponpes untuk mengevaluasi sistem pengawasan yang dilakukan guru dan pendamping santri. Sehingga peristiwa serupa tidak terjadi lagi di lingkungan pendidikan tersebut.

"Dan seharusnya Ponpes harus memiliki petugas atau pengawas di setiap kamar atau kelompok santri itu," ujar dia.

Sebelumnya, dilaporkan salah satu santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Daar El Qolam di Kecamatan Jayanti, Kabupaten Tangerang, Banten berinisial BD (15) meninggal dunia pada Minggu (7/8), yang diduga akibat dianiaya oleh sesama santri.

Dari hasil penyelidikan oleh pihak polisi pada tahap awal yang diperoleh dari keterangan guru Ponpes, menyatakan korban meninggal dunia akibat perkelahian sesama teman santri.

Untuk kasus perkelahian yang terjadi pada pelaku berinisial R (15) dan korban BD (15) itu murni lantaran aksi perkelahian satu lawan satu.

Kemudian, setelah dilakukan proses penyelidikan terhadap pelaku dan sejumlah saksi-saksi serta otopsi pada korban, pihak kepolisian telah menetapkan satu orang santri sebagai anak pelaku (tersangka).

"Sudah ditetapkan saat ini R sebagai anak pelaku. Soal pemicu kasus itu, ya biasa berantem saja anak-anak, namanya juga di asrama kan berantem. Jadi spontanitas saja," ucap Kasat Reskrim Polresta Tangerang, Kompol Zamrul Aini.

Ia juga menyebutkan, jika pelaku yang saat ini sudah berstatus anak pelaku telah mengakui perbuatannya.

Selain itu, atas perbuatan pelaku telah dikenakan Undang-Undang Perlindungan anak Pasal 80 ayat 3, dengan ancaman hukuman selama 15 tahun penjara.

"Kita kenakan Undang-undang Perlindungan anak Pasal 80 ayat 3," kata Zamrul.

Pewarta: Azmi Syamsul Ma'arif

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2022