Lebak (AntaraBanten) - Kasus kekerasan dalam rumah tangga di Kabupaten Lebak, Banten, sampai Desember 2014 mencapai 31 kasus, dan meningkat dibanding 2013 sebanyak 21 kasus.
"Sebagian besar pemicu kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) itu karena faktor ekonomi," kata Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan Badan Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana (BP2KB) Kabupaten Lebak, Nani Suryani di Lebak, Selasa.
Menurut dia, pihaknya terus mengoptimalkan sosialisasi kepada masyarakat agar korban KDRT melapor kepada petugas penegak hukum.
Sebab kasus KDRT tersebut meningkat dan perlu dilakukan penegakan hukum sehingga pelakunya merasa jera.
Selama ini, tingkat kesadaran masyarakat melaporkan kasus KDRT mulai meningkat.
Sebab terbukti kasus KDRT 2011 tercatat 47 kasus dan 2012 sebanyak 23 kasus.
Ke-31 kasus KDRT tersebut terdiri atas enam orang yang mengalami kekerasan fisik, lima orang psikis, dan 20 korban seksual.
Saat ini kasus KDRT yang diproses hukum ke Pengadilan Negeri Rangkasbitung hingga puluhan orang.
Sebagian besar mereka pelakunya sudah divonis dan menjalani hukuman di Rutan Rangkasbitung.
Diantaranya, pelaku Aj yang melakukan pemerkosaan bersama empat temannya kini sudah divonis lima tahun penjara.
"Semua pelaku pemerkosaan,termasuk kekerasan fisik itu diproses secara hukum," ujarnya.
Ia mengatakan, meningkatnya kasus KDRT itu akibat faktor ekonomi juga dampak negatif penggunaan teknologi dan informasi.
Saat ini, banyak anak-anak usia remaja begitu mudah mengakses situs porno di warung internet maupun telepon genggam.
Sebab saat ini pelaku pemerkosaan seksual dilakukan usia remaja.
Namun, kata dia, saat ini tingkat kesadaran warga untuk melaporkan kasus KDRT belum maksimal karena terbentur dengan budaya malu di masyarakat.
Ia mencontohkan, bila salah satu anggota keluarga menjadi korban seksual maka keluarga mereka enggan melaporkannya dengan alasan malu.
"Kami menerima korban KDRT saat ini dari hasil laporan masyarakat. Kemungkinan kasus itu tinggi karena mereka tidak melapor itu," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2014
"Sebagian besar pemicu kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) itu karena faktor ekonomi," kata Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan Badan Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana (BP2KB) Kabupaten Lebak, Nani Suryani di Lebak, Selasa.
Menurut dia, pihaknya terus mengoptimalkan sosialisasi kepada masyarakat agar korban KDRT melapor kepada petugas penegak hukum.
Sebab kasus KDRT tersebut meningkat dan perlu dilakukan penegakan hukum sehingga pelakunya merasa jera.
Selama ini, tingkat kesadaran masyarakat melaporkan kasus KDRT mulai meningkat.
Sebab terbukti kasus KDRT 2011 tercatat 47 kasus dan 2012 sebanyak 23 kasus.
Ke-31 kasus KDRT tersebut terdiri atas enam orang yang mengalami kekerasan fisik, lima orang psikis, dan 20 korban seksual.
Saat ini kasus KDRT yang diproses hukum ke Pengadilan Negeri Rangkasbitung hingga puluhan orang.
Sebagian besar mereka pelakunya sudah divonis dan menjalani hukuman di Rutan Rangkasbitung.
Diantaranya, pelaku Aj yang melakukan pemerkosaan bersama empat temannya kini sudah divonis lima tahun penjara.
"Semua pelaku pemerkosaan,termasuk kekerasan fisik itu diproses secara hukum," ujarnya.
Ia mengatakan, meningkatnya kasus KDRT itu akibat faktor ekonomi juga dampak negatif penggunaan teknologi dan informasi.
Saat ini, banyak anak-anak usia remaja begitu mudah mengakses situs porno di warung internet maupun telepon genggam.
Sebab saat ini pelaku pemerkosaan seksual dilakukan usia remaja.
Namun, kata dia, saat ini tingkat kesadaran warga untuk melaporkan kasus KDRT belum maksimal karena terbentur dengan budaya malu di masyarakat.
Ia mencontohkan, bila salah satu anggota keluarga menjadi korban seksual maka keluarga mereka enggan melaporkannya dengan alasan malu.
"Kami menerima korban KDRT saat ini dari hasil laporan masyarakat. Kemungkinan kasus itu tinggi karena mereka tidak melapor itu," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2014