"Siapapun yang tak bisa mengindahkan nilai-nilai luhur adat dan budaya bangsa sendiri tak pantas mendapat posisi di jajaran  elite negeri. Sebaliknya, mereka  harus mendapat sanksi sosial politik yang setimpal untuk pembelajaran bagi masyarakat luas," kata budayawan Uten Sutendy kepada wartawan menanggapi fenomena viralnya ekpresi kemarahan  masyatakat Sunda dan Kalimantan di berbagai media terkait dengan sikap arogansi anggota dewan Arteria dan Edy Mulyadi di Jakarta, Selasa.

Itu artinya, dua politisi tersebut tidak mengerti makna dari kata Sunda dan Kalimantan yang diucapkan. Di dalam kata Sunda mengandung nilai-nilai peradaban luhur yang sangat tua. Demikian juga dalam kata Kalimantan di dalamnya terdapat nilai nilai luhur adat lokal yang selama ini berjasa menjaga keseimbangan ekosistim alam.

Arteria dan Edy Mulyadi juga dinilai Uten tidak faham makna nasionalisme Indonesia yang didalamnya mengandung nilai-nilai luhur  bahasa, adat dan kearifan lokal dari berbagai suku bangsa Nusantara. 

"Oleh karena itu, siapapun yang mengaku warga Indonesia, apalagi mengaku kaum elite negeri, harus bisa saling menghargai dan menghormati bahasa dan adat istiadat masing-masing suku bangsa;" tegas Uten yang juga menulis beberap buku dan novel tentang kearifan lokal Nusantara.

Namun demikian, Uten mengajak masyarakat Indonesia untuk menyikapi fenomena munculnya kemarahan para tokoh  dan masyarakat adat di tanah air dengan sudut pandang yang positif.  Terlepas siapa dan apa yang memicunya, kemarahan  tersebut menunjukkan kemunculan kesadaran eksistensial dari kaum adat saat ini makin kuat dan mengental.

"Dan itu hal yang sangat bagus, "kata penulis novel "Baiat Cinta di Tanah Baduy" ini.

Selama  ini , kata Uten, eksistensi kaum adat dan kearifan Nusantara  kurang  mendapat perhatian, bahkan sebagian besar elite negeri cenderung mengabaikan, seolah nilai-nilai  adat dan kearifan lokal bangsa ini  tidak ada, atau dianggap sudah mati. 

Sebaliknya, mereka makin mendominasi konten narasi di berbagai momentum dan media sosial dengan membawa doktrin dan jargon agama, politik, serta ekonomi dengan bingkai  kebudayaan dari luar, seolah kebudayaan dari luar itu lebih baik dan lebih modern serta paling hebat sehingga tak mau mengindahkan keluhuran nilai-nilai kebudayaan bangsa sendiri.

 "Mereka mengagungkan budaya luar lewat jargon agama dan modernisasi tanpa sikap kritis. Apakah yang mereka bawa itu murni nilai nilai budaya yang baik entah dari Barat, Cina maupun Arab, atau malah sebaliknya, yakni hanya rongsokan budaya Barat, Cina atau Arab.?" tegasnya.

Padahal  kearifan lokal dan adat istiadat Nusantara merupakan kekayaan bangsa yang tak ternilai yang tak dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Nilai nilai kearifan lokal itu  selama ini  menurut Uten terbukti  menjadi kekuatan penjaga atau benteng pertahanan  negeri dari  serangan pengaruh kebudayaan asing.

"Coba kita bayangkan, kalau tak ada hukum dan nilai-nilai adat  yang terus dipelihara para tokoh adat, entah kerusakan  alam dan manusia  seperti apalagi yang akan terjadi di bumi Nusantara ini," kata Uten.

Keberadaan kaum adat Sunda, Kalimantan, dan suku-suku lainnya di negeri ini  hadir untuk memelihara keutuhan  sumber daya alam dan menjaga ekosisten alam agar harmoni kehidupan manusia dan  lingkungannya tetap terpelihara dengan baik.

Sikap arogansi politisi Arteria yang  dianggap menghina orang Sunda dan prilaku politisi Edy Mulyadi yang juga dianggap menghina orang Kalimantan, hanya gambaran kecil dari sekian banyak sikap para elite negeri yang kurang menghargai adab dan adat serta kearifan bangsa sendiri. 

Karena itu sangat wajar dan perlu jika kelompok masyarakat Sunda marah dan warga Kalimantan juga marah.

Kemarahan masyarakat adat itu bukan hanya bermakna mengkoreksi atau memprotes sikap sombong para elite politisi tersebut, melainkan  juga sebagai ekpresi kekeselan dan kekecewaan rakyat bagaimana mungkin para elite politisi tersebut bisa mempertontonkan sikap bodoh di ruang publik.

"Dengan kejadian ini, mari kita ambil hikmahnya, bahwa bangsa ini sudah saatnya balik ke hulu, ke akar. Di hulu lah kejernihan dan kemurnian nilai_ nilai kehidupan masih terpelihara,  dan dengan akar lah kita sebagai bangsa akan tumbuh besar dan kuat. Akar dan hulu itu adalah nilai- nilai  adat  dan budaya bangsa kita sendiri, " ajak Uten.







 

Pewarta: Mulyana

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2022