Indonesia pada 2014 dan masa-masa sebelum tahun itu, tepatnya Liga Indonesia, boleh disebut masa emas bagi pesepak bola asal Afrika.
Bahkan pada 2014 hampir 40 pemain asal Afrika bermain dalam liga profesional Indonesia yang masih bernama Indonesia Super League itu.
Baca juga: Alfredo Vera: Yustinus Pae kembali perkuat Persipura
Salah satu pemain Afrika terkenal yang bermain pada masa-sama sebelum 2014 yang bisa disebut adalah Roger Milla yang meramaikan liga Indonesia kala usianya sudah 42 tahun.
Milla adalah salah satu pemain Afrika pertama yang menjadi bintang besar kelas dunia yang membela Kamerun dalam tiga putaran final Piala Dunia sampai sukses ke perempat final Piala Dunia 1990.
Namun delapan tahun kemudian, mengutip laman Liga 1 Indonesia, hanya empat pemain Afrika yang bermain dalam liga utama di Tanah Air untuk musim 2021/2022.
Keempatnya adalah Jean Marie Privat Befolo Mbarga dari Kamerun untuk Bali United, Ezechiel Ndousel dari Chad bersama Bhayangkara FC, Makan Konate dari Mali yang membela Persija Jakarta, dan bek Alie Sesay dari Sierra Leone yang memperkuat Persebaya Surabaya.
Banyak faktor yang membuat Indonesia tak lagi menjadi magnet untuk pemain Afrika, tapi umumnya terjadi karena minat klub-klub Indonesia kepada pemain asal Afrika memang tak lagi setinggi delapan tahun silam.
Faktornya bisa karena selera pelatih, sampai masalah administrasi seperti urusan visa yang acap mendorong klub-klub Indonesia menjadi semakin meminati pemain asal Brazil atau Eropa dan Asia.
Beberapa di antaranya bahkan merekrut pemain dari negara yang tidak memiliki kultur atau liga sepak bola yang kuat.
Memang menjadi hak prerogatif klub-klub Indonesia dalam memilih pemain mana pun, terutama dalam kaitannya dengan kebutuhan dan kemampuan klub.
Tapi kualitas liga yang di antaranya dihadirkan dari kompetisi antar pemain lokal dan asing yang baik, adalah tetap nomor satu.
Kualitas liga tak saja mencerminkan kemajuan sepak bola nasional, namun juga sering berdampak langsung kepada kiprah tim nasional dalam ajang-ajang internasional.
Thailand, Korea Selatan dan Jepang adalah di antara contoh negara yang menikmati insentif besar dari kualitas liga dalam membantu performa bagus dalam tingkat regional dan internasional.
Memang tidak wajib menciptakan kualitas itu dengan cara mendatangkan pemain asing dari kawasan tertentu, katakanlah Afrika, tetapi patut menjadi pertimbangan Benua Hitam ini memang sudah menjadi salah satu gudang bakat sepak bola yang dilihat dunia.
Sengit
Klub-klub di berbagai liga Eropa yang selama ini menjadi kutub sepak bola profesional global pun menggandrungi mereka.
Dan sebagian dari bintang-bintang klub Eropa asal Afrika tengah bertempur dalam Piala Afrika 2021 di Kamerun sejak 9 Januari sampai 6 Februari 2022.
Turnamen bernama resmi Africa Cup of Nations ini sudah memasuki hari ketiga. Memang masih belum terlalu seru karena mungkin baru pertandingan pertama fase grup.
Tetapi pertandingan demi pertandingan berikutnya kemungkinan besar bakal semakin sengit karena pasti tak ada tim yang mau terjegal di awal.
Pemain-pemainnya pun semakin terpicu untuk tampil secemerlang mungkin, tidak saja karena demi gengsi dan kehormatan negara, namun juga demi reputasi kebintangan mereka yang mereka dapatkan dari liga-liga Eropa dan bagian lain termasuk liga-liga Timur Tengah.
Afrika sendiri sudah lama menjadi sumber talenta hebat sepak bola yang bahkan di antaranya menghasilkan legenda-legenda berkat mencapai puncak penampilan bersama klub-klub Eropa.
Di masa lalu, mereka menghasilkan para legenda seperti kiper Zimbabwer Bruce Grobbelaar yang membela Liverpool era 1990-an, Didier Drogba dari Pantai Gading yang mengantarkan Chelsea tiga kali juara Liga Inggris dan sekali juara Liga Champions Eropa, George Weah, Abedi Pele dan lainnya.
Kini daftar pemain hebat dari Afrika itu makin panjang setelah masuk pula Mohamed Salah, Sadio Mane, Riyad Mahrez, Kalidou Koulibaly, Achraf Hakimi, Edmond Tapsoba, Victor Osimhen, Nicolas Pepe, Abdou Diallo, Karl Toko Ekambi, Naby Keita, dan seterusnya.
Pemain-pemain itu kini tengah unjuk kemampuan guna mengukuhkan pencapaian besar mereka dalam klub liga-liga terkenal Eropa, sampai Piala Afrika 2021 selesai awal Februari nanti.
Menurut lembaga konsultansi KPMG, saat ini ada 500-an pesepak bola asal Afrika yang masuk skuad inti sejumlah klub di 11 liga besar Eropa.
Memang tak semua diimpor langsung dari Afrika karena beberapa di antaranya lahir dan besar di Eropa, namun itu sama sekali tak memupus fakta bahwa Afrika adalah gudang pesepak bola berbakat yang patut dilirik siapa saja, termasuk mungkin Indonesia.
Uniknya sebagian besar mereka berasal dari bagian barat Afrika. Buktinya, sebanyak 15 dari 24 tim yang bertanding dalam Piala Afrika 2021 kebanyakan berada di bagian barat Afrika.
Kelimabelasnya adalah Mali, Burkina Faso, Pantai Gading, Senegal, Ghana, Gambia, Guinea, Sierra Leone, Guinea-Bissau, Mauritania, Cape Verde, Nigeria, Kamerun, Guinea Ekuatorial, dan Gabon, walaupun Kamerun masuk zona Afrika tengah dalam kualifikasi.
Spesial
Afrika barat memang spesial dan ini diakui oleh komunitas sepak bola Eropa. Legenda-legenda sepak bola dunia yang berasal Afrika sebagian besar dari bagian barat benua ini.
Tim-tim Afrika barat juga menonjol dalam Piala Dunia di mana tiga negara Afrika yang pernah mencapai perempat final Piala Dunia semuanya dari Afrika barat, yakni Kamerun era Roger Milla, Senegal dan Ghana.
Afrika bahkan menyaingi Eropa dan Amerika Latin di kancah Olimpiade ketika Nigeria dan Kemerun meraih medali emas sepak bola putra Olimpiade masing-masing pada 1996 dan 2000.
Kamerun mungkin nama yang paling akrab bagi sepak bola Indonesia karena kerap menghadirkan wakilnya dalam sepak bola nasional termasuk Jean Marie Privat yang membela Bali United dalam Liga 1 Indonesia musim ini.
Mengapa Afrika barat demikian hebat? Menurut ilmuwan olahraga Tim Noakes, seperti dilaporkan BBC beberapa tahun lalu, itu terjadi karena faktor genetik dan lingkungan.
Orang-orang Afrika bagian barat rata-rata lebih besar dan lebih kuat ketimbang yang dari bagian-bagian lainnya. Bahkan mereka terkenal sebagai sprinter-sprinter tangguh di benuanya.
Tetapi Mesir menjadi anomali atas semua itu. Negeri Firaun ini bukan dari bagian barat Afrika dan bukan pula dari bagian timurnya yang agak tertinggal dari bagian barat dalam urusan sepak bola.
Mesir bahkan menjadi negara yang paling sering mengikuti putaran final Piala Afrika dan sekaligus paling sering menjuarainya sebanyak tujuh kali.
Menurut Noakes, hal itu terjadi karena Mesir mengimbangi superioritas fisik tim-tim Afrika barat dengan keterampilan tinggi dalam mengolah bola. Demikian pula Aljazair, Tunisia dan Maroko yang seperti Mesir berada di bagian utara Afrika dan juga masuk dunia Arab yang baru menuntaskan turnamen regional Piala Arab tahun lalu.
Negara-negara bagian barat Afrika sendiri (Kamerun, Ghana, Nigeria, dan Pantai Gading) total sudah 14 kali menjuarai Piala Afrika, sedangkan negara-negara Afrika utara (Mesir, Aljazair, Tunisia dan Maroko) total 11 kali.
Kini semua tim Afrika barat dan Afrika utara yang pernah menjuarai Piala Afrika itu bertarung lagi dalam Piala Afrika 2021.
Persaingan di antara mereka sudah dimulai dan kedudukan sementara sama kuat 1-1 ketika Maroko mengalahkan Ghana 1-0 dan Nigeria menaklukkan Mesir 1-0.
Sudah pasti bukan cuma itu yang menarik perhatian, sebaliknya bakal banyak lagi yang bisa menghibur penggemar sepak bola sejagat dari turnamen itu.
Bagi yang berkepentingan dengan sepak bola profesional seperti klub-klub sepak bola profesional termasuk Indonesia, Piala Afrika bisa menjadi petunjuk mengenai kemampuan Afrika khususnya di bagian baratnya dalam menyediakan talenta-talenta sepak bola yang baik yang bisa membantu meningkatkan kualitas kompetisi sepak bola di mana pun.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2022
Bahkan pada 2014 hampir 40 pemain asal Afrika bermain dalam liga profesional Indonesia yang masih bernama Indonesia Super League itu.
Baca juga: Alfredo Vera: Yustinus Pae kembali perkuat Persipura
Salah satu pemain Afrika terkenal yang bermain pada masa-sama sebelum 2014 yang bisa disebut adalah Roger Milla yang meramaikan liga Indonesia kala usianya sudah 42 tahun.
Milla adalah salah satu pemain Afrika pertama yang menjadi bintang besar kelas dunia yang membela Kamerun dalam tiga putaran final Piala Dunia sampai sukses ke perempat final Piala Dunia 1990.
Namun delapan tahun kemudian, mengutip laman Liga 1 Indonesia, hanya empat pemain Afrika yang bermain dalam liga utama di Tanah Air untuk musim 2021/2022.
Keempatnya adalah Jean Marie Privat Befolo Mbarga dari Kamerun untuk Bali United, Ezechiel Ndousel dari Chad bersama Bhayangkara FC, Makan Konate dari Mali yang membela Persija Jakarta, dan bek Alie Sesay dari Sierra Leone yang memperkuat Persebaya Surabaya.
Banyak faktor yang membuat Indonesia tak lagi menjadi magnet untuk pemain Afrika, tapi umumnya terjadi karena minat klub-klub Indonesia kepada pemain asal Afrika memang tak lagi setinggi delapan tahun silam.
Faktornya bisa karena selera pelatih, sampai masalah administrasi seperti urusan visa yang acap mendorong klub-klub Indonesia menjadi semakin meminati pemain asal Brazil atau Eropa dan Asia.
Beberapa di antaranya bahkan merekrut pemain dari negara yang tidak memiliki kultur atau liga sepak bola yang kuat.
Memang menjadi hak prerogatif klub-klub Indonesia dalam memilih pemain mana pun, terutama dalam kaitannya dengan kebutuhan dan kemampuan klub.
Tapi kualitas liga yang di antaranya dihadirkan dari kompetisi antar pemain lokal dan asing yang baik, adalah tetap nomor satu.
Kualitas liga tak saja mencerminkan kemajuan sepak bola nasional, namun juga sering berdampak langsung kepada kiprah tim nasional dalam ajang-ajang internasional.
Thailand, Korea Selatan dan Jepang adalah di antara contoh negara yang menikmati insentif besar dari kualitas liga dalam membantu performa bagus dalam tingkat regional dan internasional.
Memang tidak wajib menciptakan kualitas itu dengan cara mendatangkan pemain asing dari kawasan tertentu, katakanlah Afrika, tetapi patut menjadi pertimbangan Benua Hitam ini memang sudah menjadi salah satu gudang bakat sepak bola yang dilihat dunia.
Sengit
Klub-klub di berbagai liga Eropa yang selama ini menjadi kutub sepak bola profesional global pun menggandrungi mereka.
Dan sebagian dari bintang-bintang klub Eropa asal Afrika tengah bertempur dalam Piala Afrika 2021 di Kamerun sejak 9 Januari sampai 6 Februari 2022.
Turnamen bernama resmi Africa Cup of Nations ini sudah memasuki hari ketiga. Memang masih belum terlalu seru karena mungkin baru pertandingan pertama fase grup.
Tetapi pertandingan demi pertandingan berikutnya kemungkinan besar bakal semakin sengit karena pasti tak ada tim yang mau terjegal di awal.
Pemain-pemainnya pun semakin terpicu untuk tampil secemerlang mungkin, tidak saja karena demi gengsi dan kehormatan negara, namun juga demi reputasi kebintangan mereka yang mereka dapatkan dari liga-liga Eropa dan bagian lain termasuk liga-liga Timur Tengah.
Afrika sendiri sudah lama menjadi sumber talenta hebat sepak bola yang bahkan di antaranya menghasilkan legenda-legenda berkat mencapai puncak penampilan bersama klub-klub Eropa.
Di masa lalu, mereka menghasilkan para legenda seperti kiper Zimbabwer Bruce Grobbelaar yang membela Liverpool era 1990-an, Didier Drogba dari Pantai Gading yang mengantarkan Chelsea tiga kali juara Liga Inggris dan sekali juara Liga Champions Eropa, George Weah, Abedi Pele dan lainnya.
Kini daftar pemain hebat dari Afrika itu makin panjang setelah masuk pula Mohamed Salah, Sadio Mane, Riyad Mahrez, Kalidou Koulibaly, Achraf Hakimi, Edmond Tapsoba, Victor Osimhen, Nicolas Pepe, Abdou Diallo, Karl Toko Ekambi, Naby Keita, dan seterusnya.
Pemain-pemain itu kini tengah unjuk kemampuan guna mengukuhkan pencapaian besar mereka dalam klub liga-liga terkenal Eropa, sampai Piala Afrika 2021 selesai awal Februari nanti.
Menurut lembaga konsultansi KPMG, saat ini ada 500-an pesepak bola asal Afrika yang masuk skuad inti sejumlah klub di 11 liga besar Eropa.
Memang tak semua diimpor langsung dari Afrika karena beberapa di antaranya lahir dan besar di Eropa, namun itu sama sekali tak memupus fakta bahwa Afrika adalah gudang pesepak bola berbakat yang patut dilirik siapa saja, termasuk mungkin Indonesia.
Uniknya sebagian besar mereka berasal dari bagian barat Afrika. Buktinya, sebanyak 15 dari 24 tim yang bertanding dalam Piala Afrika 2021 kebanyakan berada di bagian barat Afrika.
Kelimabelasnya adalah Mali, Burkina Faso, Pantai Gading, Senegal, Ghana, Gambia, Guinea, Sierra Leone, Guinea-Bissau, Mauritania, Cape Verde, Nigeria, Kamerun, Guinea Ekuatorial, dan Gabon, walaupun Kamerun masuk zona Afrika tengah dalam kualifikasi.
Spesial
Afrika barat memang spesial dan ini diakui oleh komunitas sepak bola Eropa. Legenda-legenda sepak bola dunia yang berasal Afrika sebagian besar dari bagian barat benua ini.
Tim-tim Afrika barat juga menonjol dalam Piala Dunia di mana tiga negara Afrika yang pernah mencapai perempat final Piala Dunia semuanya dari Afrika barat, yakni Kamerun era Roger Milla, Senegal dan Ghana.
Afrika bahkan menyaingi Eropa dan Amerika Latin di kancah Olimpiade ketika Nigeria dan Kemerun meraih medali emas sepak bola putra Olimpiade masing-masing pada 1996 dan 2000.
Kamerun mungkin nama yang paling akrab bagi sepak bola Indonesia karena kerap menghadirkan wakilnya dalam sepak bola nasional termasuk Jean Marie Privat yang membela Bali United dalam Liga 1 Indonesia musim ini.
Mengapa Afrika barat demikian hebat? Menurut ilmuwan olahraga Tim Noakes, seperti dilaporkan BBC beberapa tahun lalu, itu terjadi karena faktor genetik dan lingkungan.
Orang-orang Afrika bagian barat rata-rata lebih besar dan lebih kuat ketimbang yang dari bagian-bagian lainnya. Bahkan mereka terkenal sebagai sprinter-sprinter tangguh di benuanya.
Tetapi Mesir menjadi anomali atas semua itu. Negeri Firaun ini bukan dari bagian barat Afrika dan bukan pula dari bagian timurnya yang agak tertinggal dari bagian barat dalam urusan sepak bola.
Mesir bahkan menjadi negara yang paling sering mengikuti putaran final Piala Afrika dan sekaligus paling sering menjuarainya sebanyak tujuh kali.
Menurut Noakes, hal itu terjadi karena Mesir mengimbangi superioritas fisik tim-tim Afrika barat dengan keterampilan tinggi dalam mengolah bola. Demikian pula Aljazair, Tunisia dan Maroko yang seperti Mesir berada di bagian utara Afrika dan juga masuk dunia Arab yang baru menuntaskan turnamen regional Piala Arab tahun lalu.
Negara-negara bagian barat Afrika sendiri (Kamerun, Ghana, Nigeria, dan Pantai Gading) total sudah 14 kali menjuarai Piala Afrika, sedangkan negara-negara Afrika utara (Mesir, Aljazair, Tunisia dan Maroko) total 11 kali.
Kini semua tim Afrika barat dan Afrika utara yang pernah menjuarai Piala Afrika itu bertarung lagi dalam Piala Afrika 2021.
Persaingan di antara mereka sudah dimulai dan kedudukan sementara sama kuat 1-1 ketika Maroko mengalahkan Ghana 1-0 dan Nigeria menaklukkan Mesir 1-0.
Sudah pasti bukan cuma itu yang menarik perhatian, sebaliknya bakal banyak lagi yang bisa menghibur penggemar sepak bola sejagat dari turnamen itu.
Bagi yang berkepentingan dengan sepak bola profesional seperti klub-klub sepak bola profesional termasuk Indonesia, Piala Afrika bisa menjadi petunjuk mengenai kemampuan Afrika khususnya di bagian baratnya dalam menyediakan talenta-talenta sepak bola yang baik yang bisa membantu meningkatkan kualitas kompetisi sepak bola di mana pun.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2022