Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati menyebut bahwa kekerasan terhadap perempuan di Indonesia berada dalam kondisi memprihatinkan dan seperti fenomena gunung es dengan jumlah kasus berpotensi lebih besar dari yang dilaporkan.
"Kondisi kekerasan terhadap perempuan di Indonesia memang sudah sangat memprihatinkan ketika kita melihat survei kemudian juga catatan tahunan Komnas Perempuan," ujar Menteri PPPA Bintang dalam konferensi pers peringatan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan yang dilakukan setiap 25 November, dipantau virtual dari Jakarta pada Kamis.
Baca juga: Jenazah wanita dan bayi ditemukan di proyek SPAM, siapakah mereka?
Menurut Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan, pada 2020 dilaporkan 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan. Angka itu memperlihatkan penurunan dari 431.471 laporan pada 2019. Laporan itu dikumpulkan dari Badan Peradilan Agama (Badilag) dan formulir kuesioner yang diterima Komnas Perempuan.
Namun, menurut CATAHU Komnas Perempuan hal itu tidak berarti merefleksikan kenyataan di lapangan karena pada 2020 terjadi pandemi. Kondisi pandemi berdampak pada semakin dekatnya korban dengan pelaku akibat pembatasan kegiatan masyarakat, korban mengadu pada keluarga atau diam, persoalan literasi teknologi dan model layanan pengaduan yang belum siap dengan metode online.
Menteri PPPA sendiri menyebut kondisi kasus kekerasan terhadap perempuan di Tanah Air seperti fenomena gunung es, dengan yang terlihat hanya puncaknya saja.
"Fenomena kekerasan adalah seperti gunung es di mana jumlah yang sebenarnya dapat lebih besar lagi," jelas Bintang.
Hal itu karena ketika terjadi ketimpangan relasi kuasa antara korban kekerasan dengan pelaku, maka penyintas berpotensi merasakan ketakutan untuk melaporkan kekerasan yang dialaminya.
Kementerian PPPA sendiri terus melakukan berbagai langkah untuk melakukan reformasi manajemen penanganan kasus. Salah satunya adalah pada Maret 2021, Kementerian PPPA telah meluncurkan layanan pengaduan via telepon Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 untuk mempermudah akses pengaduan.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021
"Kondisi kekerasan terhadap perempuan di Indonesia memang sudah sangat memprihatinkan ketika kita melihat survei kemudian juga catatan tahunan Komnas Perempuan," ujar Menteri PPPA Bintang dalam konferensi pers peringatan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan yang dilakukan setiap 25 November, dipantau virtual dari Jakarta pada Kamis.
Baca juga: Jenazah wanita dan bayi ditemukan di proyek SPAM, siapakah mereka?
Menurut Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan, pada 2020 dilaporkan 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan. Angka itu memperlihatkan penurunan dari 431.471 laporan pada 2019. Laporan itu dikumpulkan dari Badan Peradilan Agama (Badilag) dan formulir kuesioner yang diterima Komnas Perempuan.
Namun, menurut CATAHU Komnas Perempuan hal itu tidak berarti merefleksikan kenyataan di lapangan karena pada 2020 terjadi pandemi. Kondisi pandemi berdampak pada semakin dekatnya korban dengan pelaku akibat pembatasan kegiatan masyarakat, korban mengadu pada keluarga atau diam, persoalan literasi teknologi dan model layanan pengaduan yang belum siap dengan metode online.
Menteri PPPA sendiri menyebut kondisi kasus kekerasan terhadap perempuan di Tanah Air seperti fenomena gunung es, dengan yang terlihat hanya puncaknya saja.
"Fenomena kekerasan adalah seperti gunung es di mana jumlah yang sebenarnya dapat lebih besar lagi," jelas Bintang.
Hal itu karena ketika terjadi ketimpangan relasi kuasa antara korban kekerasan dengan pelaku, maka penyintas berpotensi merasakan ketakutan untuk melaporkan kekerasan yang dialaminya.
Kementerian PPPA sendiri terus melakukan berbagai langkah untuk melakukan reformasi manajemen penanganan kasus. Salah satunya adalah pada Maret 2021, Kementerian PPPA telah meluncurkan layanan pengaduan via telepon Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 untuk mempermudah akses pengaduan.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021