Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah harus segera menyiapkan standar pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dengan tujuan mendorong pelaku bisnis melaksanakan hal tersebut.

"Standarisasi menjadi hal penting mengingat saat ini banyak pelaku usaha yang mengklaim sudah melaksanakan 'sustainable development', tetapi tidak ada ukuran yang jelas," kata Presiden Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD), Shinta Widjaja Kamdani di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan, sebagai upaya mendorong pelaku bisnis untuk menggadopsi "sustainable development", IBCSD sebagai asosiasi menginduk kepada Kadin Indonesia yang selama ini menjadi wadah pelaku bisnis di Indonesia.

Shinta mengaku selama ini anggota IBCSD barulah  berasal dari group usaha besar, harapannya mereka memiliki rantai usaha yang bermitra dengan usaha menengah dan kecil untuk kemudian dapat diajak menerapkan "sustainable development" dalam pekerjaannya.

IBCSD akan menyelenggarakan forum berkelanjutan dengan mengundang seluruh pelaku usaha di Indonesia pada 7 November 2012 bertempat di Hotel Kempinski Jakara dalam upaya memberikan edukasi manfaat penerapan pembangunan berkelanjutan.

Shinta, yang juga Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia mengatakan, forum bertajuk "Business Solution for Sustainable Indonesia" rencananya akan dihadiri 200 pimpinan usaha dan CEO di Indonesia tujuannya mereka akan berbagi pengalaman di perusahaan masing-masing.

Ia berharap, pemerintah dapat segera mengeluarkan regulasi dan standarisasi untuk pembangunan berkelanjutan itu apabila seluruh sektor usaha sudah mengadopsi hal tersebut.

"Pelaksanaan sustainable development dimulai dari kita sebagai pelaku bisnis, kalau ini sudah diadopsi maka pemerintah dapat mengeluarkan standarisasi," ujarnya.

Sementara itu, Executive Chairman IBCSD, Kusnan Rahmin mengatakan, sebagian pelaku usaha masih menganggap penerapan sustainable development sebagai biaya padahal kenyataan dalam jangka panjang manfaat sangat besar.

"Bayangkan kalau kita tidak menerapkan sustainable development kemudian proyek diganggu karena unjuk rasa yang dilakukan masyarakat setempat sehingga justru menimbulkan biaya baru yang justru tidak kecil," ujarnya.

Kusnan yang juga menjabat Presdir Riau Pulp mengatakan, pelaku usaha untuk menerapkan sustainable development juga tidak sulit saat ini sudah banyak konsultan yang menggarap hal ini, meski memang butuh biaya tetapi manfaatnya akan dirasakan lebih besar lagi.

"Ukurannya  antara lain bisa dihitung dari gas karbon yang dikeluarkan, targetnya seharusnya zero karbon. Sebagai contoh kalau ada industri yang menghasilkan gas metan maka harus ada proses produksi menjadikannya sebagai energi ini yang akan dihitung sebagai pengurang," kata Kusnan.

Direktur Eksekutif Tiur Rumondang itu mengatakan, forum ini akan membahas solusi mengenai tantangan yang dihadapi, seperti  bagaimana mendorong para pebisnis yang sudah tahu dan mengerti, untuk memulai langkah-langkah konkrit dalam menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam operasi perusahaan.

Tiur mengatakan, baru sejumlah kecil perusahaan telah melaksanakan dan melakukan dengan baik, tetapi sebagian besar masih terganggu dengan berbagai masalah, termasuk masalah pemahaman dan tidak tersedianya sumber daya untuk dapat mulai menerapkan pembangunan berkelanjutan dalam setiap aspek praktik bisnis.

IBCSD yang baru diluncurkan 27 April 2011 baru beranggotakan 13 perusahaan, 6 perusahaan diantaranya menjadi pendiri. Sedangkan di dunia World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) sudah berada di 25 negara di dunia sebagian besar merupakan negara berkembang.

Pewarta:

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2012