Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Asosiasi Tenaga Teknik Indonesia Deddy Adhiyaksa mengatakan, sektor konstruksi masih membutuhkan tenaga tukang bersertifikat dalam jumlah besar untuk percepatan pembangunan infrastruktur.

"Kalau tenaga tukang banyak, namun baru sebagian yang memiliki sertifikat," kata Deddy yang ditemui pada pembukaan Munas ASTTI di Jakarta, Sabtu malam.

Padahal sesuai Undang-Undang No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, penyedia jasa konstruksi untuk pekerjaan milik pemerintah atau badan usaha harus menggunakan tenaga tukang bersertifikat, jelas dia.

Deddy mengatakan, kebutuhan tenaga tukang bersertifikat ini mendorong ASTTI secara berkala menyediakan pelatihan bagi tenaga tukang dan mandor, seperti belum lama ini telah menghasilkan 100 tenaga tukang dan mandor dengan sertifikat keahlian.

"Mereka mengantongi sertfikat keahlian sesuai kompetensi yang mereka miliki seperti tukang batu, tukang kayu, tukang listrik serta berbagai keahlian lainnya yang nantinya sebagai bekal bekerja di proyek-proyek konstruksi," ujar dia.

Deddy menjelaskan, ASTTI secara periodik terus mengingatkan tenaga ahli di sektor konstruksi untuk membekali diri dengan sertifikat apalagi empat tahun lagi (2015) Indonesia akan menjadi bagian dari ASEAN Community.

Persaingan akan semakin terbuka pada penyedia jasa, syarat sertifikat tenaga tukang dengan keahlian tertentu menjadi keharusan untuk mengikuti proses lelang atau tender di sektor konstruksi, papar dia.

Deddy mengatakan, sesuai dengan kesepakatan kerja sama (MOU) dan kerja sama operasi (KSO) dengan pemerintah, ASTTI masih harus memberikan pelatihan bagi satu juta tukang di Indonesia melalui 31 cabang mereka di seluruh Indonesia untuk jangka waktu 2010 - 2014.

Terkait dengan target menghasilkan satu juta tenaga tukang bersertfikat, menurut Deddy, bukan sesuatu hal yang sulit karena dalam dua tahun akan tercapai.

Deddy mengatakan, kebutuhan tenaga tukang dengan keahlian tertentu dan bersertifikat sebenarnya masih sangat banyak berdasarkan data BPS bahwa tenaga kerja di sektor konstruksi mencapai 5,4 juta, sebanyak 20 persen tenaga ahli dan 80 persen sekitar 4 juta tenaga tukang dan pelaksana.

Namun dari 4 juta tenaga tukang dan pelaksana hanya 10 persen  yang mengantongi sertifikat, sisanya 3,6 juta tukang belum memiliki sertfikat sesuai kompetensi yang dimiliki, ujar dia.

Sementara itu Kepala Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi (KPK) Kementerian Pekerjaan Umum Andreas Suwandono mengatakan, sektor konstruksi menempati peringkat enam penyumbang PDB nasional.

Menurut dia, hampir 80 persen PDB berasal dari sektor konstruksi yang berarti sektor ini ikut menyumbang pembangunan nasional.

Andreas mengatakan, untuk itu ketersediaan tenaga tukang yang memiliki kompetensi dan sertifikat keahlian sangat diperlukan untuk terselenggaranya pelaksanaan pekerjaan yang adil dan transparan di pemerintahan maupun badan usaha.

Andreas mengatakan, belanja investasi konstruksi 2011 mencapai Rp214 triliun  (5 persen dari PDB) naik dari tahun sebelumnya Rp184 triliun, yang sudah barang tentu membutuhkan tenaga terampil dalam jumlah besar.

Bahkan dia mentargetkan belanja sektor konstruksi akan bertambah menjadi Rp1.700 triliun dalam lima tahun mendatang yang berasal dari pemerintah dan badan usaha.

Pemerintah telah mencanangkan "Gerakan Nasional Pelatihan Konstruksi (GNPK) 2010 - 2014" dan saat ini sudah lebih dari 3 juta telah dilatih, ujar dia.

ASTTI dalam Munas yang diselenggarakan di Jakarta merencanakan untuk membuka kantor pusat di Jakarta setelah sebelumnya banyak beraktivitas di Bandung untuk memenuhi Peraturan Menteri PU No. 10/ 2010 yang mengharuskan asosiasi konstruksi berdomisili di ibu kota negara, kata Deddy.
 

Pewarta:

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2011