Pengurus Besar Mathla’ul Anwar (PBMA) menyatakan prihatin atas pembatalan keberangkatan jemaah haji Indonesia untuk kalinya kedua secara berturut- turut, tahun 2021 ini serta tahun sebelumnya (2020) karena pandemi COVID-19.
Siaran pers PBMA yang ditandatangani Ketua Umum KH Embay Mulya Syarief dan Sekjen Dr KH Jihaduddin MPd, Minggu (5/6/2021) lebih lanjut mengusulkan adanya fatwa yang mengikat terkait pembatalan keberangkatan jemaah haji ini supaya umat Islam, khususnya Calon Jemaah Haji (CJH) bisa kuat secara moral dan spiritual.
Siaran pers PBMA itu dikemukakan untuk menyikapi Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 660 tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1442 H/2021 M.
Dalam siaran pers itu disebutkan pula bahwa PBMA mendesak Pemerintah dan DPR untuk membuat regulasi yang lebih luas demi menjaga kredibilitas pengelolaan perjalanan ibadah haji serta untuk menjawab keresahan publik terkait pemberangkatan jemaah haji.
PBMA juga mendesak agar kemampuan komunikasi dan diplomasi antara Pemerintah RI dengan pihak Kerajaan Arab Saudi lebih ditingkatkan, sehingga Indonesia memiliki bargaining yang kuat, karena bagaimana pun Indonesia merupakan pengirim jemaah haji terbesar ke Tanah Suci.
Selain itu PBMA mendorong Pemerintah dan DPR RI untuk melakukan berbagai cara agar kuota haji dari Indonesia bisa bertambah secara signifikan di tahun depan mengingat Indonesia sudah dua kali secara berturut-turut tidak bisa memberangkatkan calon jemaah haji ke Tanah Suci.
Lebih dari itu PBMA mendesak untuk dilakukannya audit keuangan haji oleh lembaga profesional guna memastikan bahwa seluruh dana haji aman dan tersimpan utuh.
PBMA juga mendorong adanya kajian strategis terkait kondisi ke depan, tidak hanya terkait soal agama, namun juga menyangkut tinjauan psiko-sosiologis dan politik internasional (misalnya terkait kesepakatan penggunaan vaksin yang diakui Kerajaan Arab Saudi, karena sejauh ini hanya 11 negara yang boleh masuk ke Saudi).
Selain itu diperlukan adanya kajian ekonomi (misalnya dampak pembatalan haji terhadap pelaku usaha) serta kajian dari aspek pandemi itu sendiri. Dalam kaitan ini, intinya, perlu adanya kolaborasi dan titik temu antara science (ilmu pengetahuan) dan agama.
Terakhir, PBMA meminta agar proses bidding Dirjen Haji Kemenag supaya dilakukan secara cepat, terbuka, dan terpantau publik, karena proses ini akan menentukan manajemen pengelolaan haji di tahun mendatang.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021
Siaran pers PBMA yang ditandatangani Ketua Umum KH Embay Mulya Syarief dan Sekjen Dr KH Jihaduddin MPd, Minggu (5/6/2021) lebih lanjut mengusulkan adanya fatwa yang mengikat terkait pembatalan keberangkatan jemaah haji ini supaya umat Islam, khususnya Calon Jemaah Haji (CJH) bisa kuat secara moral dan spiritual.
Siaran pers PBMA itu dikemukakan untuk menyikapi Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 660 tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1442 H/2021 M.
Dalam siaran pers itu disebutkan pula bahwa PBMA mendesak Pemerintah dan DPR untuk membuat regulasi yang lebih luas demi menjaga kredibilitas pengelolaan perjalanan ibadah haji serta untuk menjawab keresahan publik terkait pemberangkatan jemaah haji.
PBMA juga mendesak agar kemampuan komunikasi dan diplomasi antara Pemerintah RI dengan pihak Kerajaan Arab Saudi lebih ditingkatkan, sehingga Indonesia memiliki bargaining yang kuat, karena bagaimana pun Indonesia merupakan pengirim jemaah haji terbesar ke Tanah Suci.
Selain itu PBMA mendorong Pemerintah dan DPR RI untuk melakukan berbagai cara agar kuota haji dari Indonesia bisa bertambah secara signifikan di tahun depan mengingat Indonesia sudah dua kali secara berturut-turut tidak bisa memberangkatkan calon jemaah haji ke Tanah Suci.
Lebih dari itu PBMA mendesak untuk dilakukannya audit keuangan haji oleh lembaga profesional guna memastikan bahwa seluruh dana haji aman dan tersimpan utuh.
PBMA juga mendorong adanya kajian strategis terkait kondisi ke depan, tidak hanya terkait soal agama, namun juga menyangkut tinjauan psiko-sosiologis dan politik internasional (misalnya terkait kesepakatan penggunaan vaksin yang diakui Kerajaan Arab Saudi, karena sejauh ini hanya 11 negara yang boleh masuk ke Saudi).
Selain itu diperlukan adanya kajian ekonomi (misalnya dampak pembatalan haji terhadap pelaku usaha) serta kajian dari aspek pandemi itu sendiri. Dalam kaitan ini, intinya, perlu adanya kolaborasi dan titik temu antara science (ilmu pengetahuan) dan agama.
Terakhir, PBMA meminta agar proses bidding Dirjen Haji Kemenag supaya dilakukan secara cepat, terbuka, dan terpantau publik, karena proses ini akan menentukan manajemen pengelolaan haji di tahun mendatang.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021