Serang (ANTARA News) - Kalangan industri terutama di Provinsi Banten belum seluruhnya memahami izin bahan dan peralatan yang menggunakan teknologi nuklir sesuai amanat Undang-Undang No. 10 tahun 1997 mengenai ketenaganukliran.

"Padahal untuk mengurus izin bahan dan peralatan yang menggunakan teknologi nuklir sangat mudah dan murah," kata Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), HS Natio Lasman di Serang Provinsi Banten, Rabu.

Terkait hal itu, Bapeten telah melakukan sosialisasi mengenai perizinan untuk bahan dan peralatan yang menggunakan teknologi nuklir terhadap 19 industri di Provinsi Banten, jelas Natio.

Natio mengatakan, Bapeten sendiri memiliki tugas sesuai amanat undang-undang untuk membuat peraturan, perizinan, dan inspeksi dengan tujuan agar pemanfaatan teknologi nuklir berada dalam koridor yang benar sehingga masyarakat dan lingkungan tetap aman terlindungi.

Menurut dia, bahan dan peralatan yang menggunakan teknologi nuklir (radio aktif) sangat banyak ditemui dilingkungan sekitar seperti sinar x-ray untuk keperluan medis maupun untuk keperluan industri biasanya untuk mengukur ukuran dan volume agar presisi.

Natio mengatakan, seluruh peralatan itu harus memiliki izin agar aman untuk digunakan, seperti sinar x-ray tentunya memiliki ukuran dan standar tertentu agar tetap aman diterima tubuh manusia.

"Saat ini penggunaan teknologi nuklir dalam dunia medis sudah maju dengan pesat salah satunya untuk pengobatan kanker, anda dapat bayangkan kalau tidak ada izin kemudian ketika alat itu ditembakkan justru mengenai bagian tubuh yang sehat, siapa yang akan bertanggungjawab," kata dia.

Natio mengatakan, keharusan memiliki izin ini karena  Indonesia terikat perjanjian dengan International Atomic Energy Agency (IAEA) untuk memastikan agar kegiatan ekspor dan impor bahan serta peralatan yang menggunakan teknologi nuklir tidak akan disalahgunakan.

Ia lebih lanjut mengatakan dalam industri yang terkait teknologi nuklir dikenal dua pemanfaatan atau disebut "dual use" yakni pertama untuk tujuan damai dan yang kedua untuk tujuan pembuatan senjata.

"Sebagai negara yang menandatangani aktivitas nuklir damai atau "non proliferation treaty maka persoalan dual use harus benar-benar dipahami," kata Natio.

Natio mengatakan, pihaknya telah menginformasikan kepada industri di Indonesia agar setiap alat dan bahan yang dapat menjadi senjata nuklir untuk diberitahukan (declare) kepada Bapeten.

"Tujuannya agar Indonesia tidak disalahkan kalau tiba-tiba IAEA menuduh Indonesia telah mengekspor peralatan untuk senjata nuklir untuk negara tertentu," ujar dia.

Deputi Perizinan dan Inspeksi Bapeten, Matua Sinaga mengatakan, memang di Indonesia belum ada indikasi kegiatan industri ke arah pembuatan senjata, tetapi ada beberapa yang diharuskan untuk menyampaikan laporan.

"Seperti di Batam Provinsi Riau sudah ada industri turbin dan pipa yang harus melaporkan (declare) kepada Bapeten karena komponen tersebut dapat merupakan bagian dari senjata nuklir," ujar dia.

Matua memastikan, pemerintah tidak akan menghentikan kegiatan pabrik tersebut hanya saja mereka disuruh membuat laporan untuk kemudian disampaikan kepada IAEA selaku pengawas.

Terkait dengan belum juga direalisasikannya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), Natio membantah kalau hal ini disebabkan sulitnya perizinan, hal ini mengingat yang berkembang di Indonesia barulah studi-studi mengenai rencana tersebut.

"Belum ada izin yang masuk ke Bapeten, sebagian besar masih berupa studi-studi termasuk memilih tempat dan teknologi yang dipergunakan," ujar dia.

Natio mengatakan, nuklir sebenarnya lebih ramah lingkungan dibandingkan penggunaan batubara dan solar sebagai bahan bakar PLTU.

Dia mengatakan, satu gram uranium (bahan bakar tenaga nuklir) setara dengan tiga ton batubara, berarti satu kilogram uranium setara dengan 3000 ton batubara atau setara dengan 30 gerbong kereta api pengangkut batubara.

Mengenai keamanan teknologi ini, Natio mengatakan, sebenarnya tidak masalah seandainya pabriknya memiliki lokasi yang jauh dari hunian, serta bukan di daerah rawan gempa dan tsunami  seperti di Fukusima Jepang.


 

Pewarta:

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2011