Resin Identification Code (RIC) yang diterbitkan The Society of Plastic Industry tahun 1988 di Amerika Serikat menyebutkan plastik berbahan Polyethylene Terephtalate (PET)  paling mudah di daur ulang sehingga memiliki nilai ekonomi tinggi.

Ahli Teknologi Polimer dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Mochamad Chalid mengatakan, plastik berbahan PET banyak digunakan sebagai kemasan botol dan galon air minum.

"Hal ini dikarenakan hasil daur ulang limbah plastik PET bisa dijadikan produk turunan yang baru, beragam dan bisa dimanfaatkan kembali," kata Chalid dalam keterangan tertulis, Sabtu.

Chalid menyebut, PET juga memiliki nilai ekonomi yang relatif tinggi karena kestabilan sifat-sifatnya, seperti berwarna jernih, ringan, serta mudah dibentuk, dan tidak mudah pecah. 

"Itulah mengapa jenis plastik ini banyak dibutuhkan di industri daur ulang, dan disamping itu, menjadi solusi yang efektif dalam menangani masalah tumpukan limbah plastik di Indonesia," tuturnya.

Mengingat jenis plastik ini yang paling bersahabat dengan tubuh kita dan alam, penggunaan jenis plastik PET juga menjadi jawaban atas keinginan konsumen yang ingin mendapatkan kemasan yang lebih higienis, praktis, kedap udara, serta lebih aman dari pemalsuan, dan bebas dari Bisphenol A (BPA). Selain itu, higienitas bahan PET ini terjamin keamanannya, baik dalam kondisi panas maupun dingin.

Ronald Atmadja, Sustainability Director PT Tirta Fresindo Jaya mengatakan, Le Minerale memastikan botol dan galon yang diproduksinya menggunakan jenis plastik PET. 

"Hal ini karena perusahaan menghargai lingkungan dan mendukung regulasi pemerintah yang sangat penting untuk masyarakat," ungkapnya. 

Agar secara ekosistemnya berjalan baik, PT Tirta Fresindo Jaya selaku produsen Le Minerale juga mulai menggandeng asosiasi ADUPI (Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia) dan IPI (Ikatan Pemulung Indonesia) untuk penarikan botol dan galon yang berbahan PET (plastik kode 01) dari lingkungan. Penarikan ini untuk diproses daur ulang yang akan mendukung realisasi program Sirkular Ekonomi Nasional. Dalam catatan ADUPI, setiap tahunnya permintaan PET meningkat rata-rata 7 Persen. 

"Industri daur ulang memerlukan sampah plastik PET dalam jumlah besar dan plastik sekali pakai tidak masalah apabila manajemen sirkular ekonomi dijalankan dengan baik," ujar Ketua Umum ADUPI, Christine Halim.

Hal ini juga sejalan dengan usaha pemerintah dalam mengurangi sampah plastik dengan keterlibatan semua pihak didalamnya. "Dalam pengelolaan sampah membutuhkan komitmen semua pihak dan tidak mungkin diselesaikan hanya dengan single approach saja karena Indonesia adalah negara besar. Tidak perlu diperdebatkan approach mana yang paling baik, yang penting bisa membantu mengatasi masalah sampah plastik," tegas Rosa Vivien Ratnawati, SH., M.Sc Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan B3, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.

"Bersinergi dalam pengelolaan plastik yang semula hanya dipandang sebelah mata menjadi pendatang rezeki dan berkah bagi masyarakat. Hal ini dikarenakan pengelolaan proses daur ulang plastik PET dapat 100% didaur ulang menjadi barang baru dengan nilai tambah yang cukup tinggi," tutup Ronald.

Pewarta: Ganet Dirgantoro

Editor : Ridwan Chaidir


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2021