Jakarta (ANTARA News) - PT Aruna Wijaya Sakti (AWS) tetap bertahan pada rencana untuk menghentikan kegiatannya, meski pemerintah melalui Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad, mengharapkan perusahaan itu terus beroperasi.

"Kami tetap pada keputusan kami, yaitu dengan sangat terpaksa menghentikan operasional perusahaan, karena iklim investasi setempat masih belum kondusif," kata Corporate Communication PT CP Prima, induk perusahaan AWS, George Basoeki, di Jakarta, Selasa.

George yang menjelaskan hasil pertemuannya dengan Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad, mengatakan, iklim investasi masih belum kondusif itu akibat ulah sekelompok preman yang juga merupakan oknum pengurus Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW) di area operasional AWS.

Ulah premanisme itu, katanya, telah mengakibatkan perusahaan mengalami banyak kerugian. Bahkan, saat ini segala macam bentuk intimidasi masih terus dilakukan terhadap petambak yang serius ingin berbudidaya.

"Karena kondisi yang buruk itulah, maka saat bertemu menteri, kami langsung menyampaikan keputusan tersebut kepada Pak Menteri. Kami juga menjelaskan, oknum tersebut telah melakukan penghadangan pengiriman benur ke tambak-tambak, dan melarang plasma untuk melakukan tebar benur. Bahkan petugas yang ditugaskan untuk pengiriman benur dipukuli dan benur dibuang," kata George.

Akibat ulah premanisme tersebut, proses budidaya di tambak-tambak AWS otomatis juga berhenti. Lantaran tidak ada proses budidaya, maka AWS tidak mempunyai pilihan lain kecuali mengambil beberapa tindakan tegas yang salah satunya adalah menghentikan pasokan listrik ke seluruh area pertambakan AWS.

Dijelaskannya, jika perusahaan tetap melanjutkan pasokan listrik sementara budidaya terhenti, maka perusahaan akan mengalami potensi kerugian sekitar Rp30 miliar per bulan.

Belum lagi, katanya, harus membayar gaji karyawan yang menganggur senilai Rp15 miliar per bulan, karena tidak adanya pasokan udang dari tambak yang dapat diolah di Unit Pengolahan Udang.

Sebagaimana telah diberitakan sebelumnya, aksi premanisme tidak hanya terjadi dalam beberapa minggu terakhir ini saja, namun juga pernah terjadi pada awal Januari 2011.

Saat itu, selama tiga minggu unit pengolahan tidak dapat beroperasi karena pemblokiran oleh mereka sehingga perusahaan mengalami kerugian mencapai miliaran rupiah.

"Perusahaan saat itu memilih untuk tetap beroperasi walaupun mengalami kerugian dan terus menerus dirongrong oleh aksi premanisme," ujar George mengutip penjelasan direksi AWS saat bertemu Menteri Kelautan dan Perikanan.

Menurut George, keputusan untuk tetap melanjutkan operasional saat itu karena didasari itikad baik perusahaan yang ingin membantu peningkatan kesejahteraan para petambak dan menggiatkan kegiatan perekonomian di wilayah sekitar perusahaan.

Namun lantaran kondisi yang semakin tidak kondusif, ia menegaskan, perusahaan dan pihak manapun juga tidak akan mungkin terus menerus untuk bisa bertahan dalam kerugian yang berkepanjangan, sehingga perusahaan tidak memiliki pilihan lain selain menghentikan operasional.

Kondisi yang memprihatinkan itu tak ayal mengundang kecaman keras dari Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (Gappindo) terhadap aksi oknum yang telah mengakibatkan terhentinya operasional AWS.

"Aksi premanisme yang dilakukan tidak hanya telah membuat rugi perusahaan tapi juga petambak plasma sendiri," kata Johannes Kitono, Wakil Ketua Gappindo.

Ditambahkannya, aksi premanisme ini juga akan mencoreng iklim investasi di Indonesia. "Mana ada perusahaan yang mau menanamkan uangnya jika mengetahui adanya ketidakstabilan situasi dan akan terus menerus mendapatkan gangguan," jelas Johannes Kitono.

Penurunan produksi Terhentinya operasional tambak di AWS ini seperti dipaparkan Johannes Kitono, juga akan berdampak pada penurunan jumlah produksi udang nasional. Sehingga hal ini akan berdampak pula pada pemasukan terhadap devisa negara dari sektor ini.

Menurut Johannes Kitono, Pemerintah dalam hal ini KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) seharusnya lebih peka dan serius menghentikan tindakan premanisme.

"Bukankah tindakan-tindakan negatif mereka sudah dilakukan berulang kali, dari zaman Dipasena di bawah kendali Syamsul Nursalim dilanjutkan oleh investor Re-Capital, kedua investor tersebut gagal karena diganggu oleh oknum P3UW,? ujar Johannes Kitono.

Ia meminta KKP seharusnya lebih tegas mendorong instansi terkait untuk mengambil tindakan tegas. Bila tidak ada tindakan tegas menghentikan aksi-aksi premanisme itu, maka target nasional KKP baik produksi udang maupun ikan tidak akan tercapai.

Ia juga mengingatkan bahwa saat ini para investor nasional maupun asing yang berminat di bidang perikanan sedang menunggu tindakan KKP menyelesaikan permasalahan AWS. Karena itulah, kasus AWS ini telah menjadi barometer investasi bagi dunia usaha secara umum.

Senada dengan Johannes, penasihat Kadin Indonesia Lukman Purnomosidi juga mengingatkan, selain KKP, pemerintah daerah bersama Kadin Indonesia seharusnya dapat mencegah hengkangnya AWS dari Lampung.

"Mereka seharusnya dapat menjadi mediator untuk menyelesaikan masalah hingga tuntas sampai ke akar persoalan sebenarnya, sehingga dapat menegah AWS memutuskan untuk menarik investasinya," tegas Lukman.

Menurutnya, cara-cara sabotase maupun penghadangan tidak dibenarkan dalam bisnis di manapun. "Saya tidak melarang unjuk rasa apabila kesepakatan belum dicapai. Akan tetapi harus tetap dalam koridor hukum serta jangan sampai mengganggu kegiatan operasional perusahaan," ujarnya.

Lebih jauh Lukman mengingatkan, biaya kampanye untuk mengembalikan citra Indonesia di mata investor akan semakin sulit apabila perusahaan yang menarik diri semakin banyak.

Sementara itu, kondisi di AWS saat ini dilaporkan masih tidak kondusif. Pernyataan salah seorang pengurus P3UW kepada beberapa media dengan mengatakan P3UW terus menjaga situasi yang kondusif dan nyaman disanggah keras oleh Kepala Divisi Komunikasi AWS, Tarpin A Nasri.

Karena berdasarkan fakta di lapangan, saat ini sudah lebih dari 200-an orang yang mayoritas ibu-ibu dan anak para petambak plasma terpaksa harus mengungsi ke tempat yang lebih aman.

Sementara plasma lainnya dilanda keresahan akibat pemukulan, intimidasi, ancaman dan bahkan pengusiran yang dilakukan oleh sejumlah oknum.

"Saat ini Badan Pengurus Infra (BPI), Satgas, dan plasma P3UW pimpinan Nafian Faiz secara bergerilya dari kampung ke kampung memaksa plasma untuk menandatangani surat pernyataan akan ikut organisasi atau tidak. Jika tidak, maka mereka tidak segan-segan akan mengusir plasma dari rumah dan perkampungannya yang telah dihuni bertahun-tahun," jelas Tarpin A Nasri, setelah menerima keluhan dari plasma yang mengungsi.

Pewarta:

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2011