Cilegon (ANTARABanten) - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Front Aksi Mahasiswa (FAM) Kota Cilegon, Selasa, menggelar unjuk rasa di depan gedung DPRD setempat, menuntut pengadaan laptop untuk anggota dewan dibatalkan.

"Kami meminta agar anggota dewan yang terhormat tidak diberi laptop yang di beli dari uang rakyat," kata koordinator lapangan  aksi unjuk rasa, Eday Fronterz.

Menurut dia, jika untuk mendukung kegiatan di kantor, anggota DPRD sebaiknya dibelikan komputer meja (desktop), jangan disediakan laptop.

"Yang menjadi pertanyaan, apakah dengan adanya fasilitas laptop akan menjamin kinerja dewan meningkat.  Bukankah komputer meja lebih ekonomis, sehingga tidak terlalu menguras uang rakyat dan bisa meminimalisir penyalahgunaan," katanya.

Laptop, kata dia, sama sekali tidak efektif untuk mendukung kinerja para wakil rakyat itu, dan rentan penyalanggunaan karena alat itu bisa dibawa pulang oleh anggota dewan, dan digunakan untuk kepentingan lain.

Pengadaan 17 unit laptop untuk DPRD Kota Cilegon itu, kata dia,  merupakan bentuk ketidakberpihakan dewan pada masyarakat.

Pada kesempatan itu, para mahasiswa juga menuntut anggota DPRD Kota Cilegon meningkatkan kinerja dan produktivitasnya, termasuk dalam fungsi legislasinya.

"Saat ini ada 18 rancangan peraturan daerah yang sudah masuk ke DPRD, namun hingga kini belum disahkan, ini bukit kalau kinerja anggota dewan mandeg," katanya.

Anggota dewan, kata dia, seharusnya lebih dahulu meningkatkan kinerjanya, setelah itu baru meminta fasilitas.

Sekretaris DPRD Kota Cilegon, Unin Sutaryadi, menyatakan pengadaan laptop itu merupakan keperluan mendesak bagi anggota dewan, dan telah dimasukkan  dalam APBD Cilegon 2009-2010.

"Laptop untuk mendukung kinerja mereka di kantor. Karena sudah dianggarkan dalam APBD, pengadaan laptop ini sejatinya sudah dilaksanakan pada triwulan ini," katanya.

Anggota DPRD Kota Cilegon, M iqbal  yang menemui para pengunjuk rasa mengatakan, mandegnya program kerja Badan Legislasi (Baleg) dewan dalam membahas rancangan peraturan daerah, karena berbagai faktor, di antaranya pengajuan dari pihak eksekutif sering terlambat.

"Kami  dari Baleg DPRD hanya berfungsi sebagai 'programmer' dalam pembuatan perda. Yang mengajukannya anggota dewan atau eksekutif, setelah ada baru dibahas melalui panitia khusus," ujarnya.

Pewarta:

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2010