Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak, Banten, Triatno Supiyono mengatakan penanganan kasus stunting atau anak tumbuh kerdil harus melibatkan semua sektor guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
"Penanganan stunting itu bukan tanggung jawab Dinas Kesehatan saja, tetapi semua sektor harus terlibat," kata Triatno di Lebak, Selasa.
Baca juga: Hadapi bencana, anggota DPRD Lebak desak pemerintah bentuk satker BPBD selatan
Untuk penanganan stunting harus melibatkan sektor lain dalam satuan kinerja perangkat daerah (SKPD) terkait dengan dikoordinir oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), temasuk Dinas Kesehatan, Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ( DP2KBP3A), Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian dan Perkebunan.
Begitu juga Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD), Kementerian Agama (Kemenag), Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) dan Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR).
Selama ini, kata dia, prevalensi stunting di Kabupaten Lebak tahun ke tahun menurun, karena berjalanya sosialisasi edukasi kesehatan juga pemberian makanan tambahan untuk balita, tablet tambah darah (TTD) bagi remaja putri dan pemeriksaan ibu hamil.
Berdasarkan hasil penimbangan Agustus 2019, jumlah kasus anak bertubuh pendek maupun sangat pendek di Kabupaten Lebak tercatat 6.998 atau 6,25 persen dari 94.851 anak usia balita yang ada di 28 kecamatan.
Angka itu sudah menurun jika dibandingkan data 2017 yang sebanyak 14.227 atau 12,97 persen dari seluruh balita dan tahun 2018 sebanyak 11.211 balita atau 10,03 persen dari seluruh balita.
"Kami bekerja keras dengan melibatkan semua sektor untuk mengendalikan angka kasus kekerdilan bisa menurun drastis," katanya menjelaskan.
Menurut dia, penyebab anak mengalami kekerdilan itu di antaranya kekurangan gizi kronis yang lama, ibu hamil mengalami kekurangan energi kronik, pola asuh yang kurang baik, daya beli, ketersediaan pangan dan pernikahan dini. Selain itu juga akses lingkungan, termasuk akses sanitasi dan air bersih menjadikan salah satu faktor penyebab stunting.
Masyarakat Kabupaten Lebak masih banyak menggunakan air sungai untuk keperluan mandi, cuci dan kakus (MCK).
Permasalahan stunting itu bukan hanya kandungan karbohidrat saja, tetapi bagaimana masyarakat dapat memenuhi protein, sehingga perlu dikembangkan budi daya ikan maupun belut. Sebab konsumsi protein cukup besar untuk meningkatkan kesehatan anak sehingga dapat terhindari dari kasus stunting.
Untuk penanganan spesifik, kata dia, ditangani Dinkes dengan pemberian tablet tambah darah (TTD) untuk remaja putri dan pemeriksaan ibu hamil sesuai standar sebanyak empat kali menerima pelayanan sampai kelahiran. Disamping itu juga pemberian makanan tambahan (PMT) untuk balita dan ibu hamil penderita gizi buruk.
Ketua Tim Koordinasi Bappeda Kabupaten Lebak mengatakan penanganan stunting dilakukan secara konvergensi bersama-sama dengan instansi lain untuk percepatan penanganan kasus anak yang mengalami kekerdilan. Anak menderita stunting itu tentu menjadikan ancaman kualitas regenerasi bangsa, sebab rata-rata daya pikir mereka lebih rendah dibandingkan orang yang tumbuh normal.
"Kita berharap percepatan penanganan angka prevalensi stunting bisa menurun hingga 10 persen," katanya menjelaskan.
Sementara itu, Pelaksana Program Gizi Puskesmas Kalanganyar Kabupaten Lebak Rena Kurnia Febriana mengatakan selama ini, angka ibu hamil di wilayahnya yang mengalami KEK tercatat 42 orang setelah dilakukan lingkar lengan atas hanya 23,50 centimeter dengan berat badan 45 kilogram.
Sedangkan, jumlah balita di Kecamatan Kalanganyar tercatat 3.315 anak dan di antaranya 34 balita teridentifikasi stunting.
"Kami memfokuskan penanganan ibu hamil yang mengalami KEK dan anak stunting dengan pemberian makanan tambahan dan pemberian TTD bagi remaja putri," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020
"Penanganan stunting itu bukan tanggung jawab Dinas Kesehatan saja, tetapi semua sektor harus terlibat," kata Triatno di Lebak, Selasa.
Baca juga: Hadapi bencana, anggota DPRD Lebak desak pemerintah bentuk satker BPBD selatan
Untuk penanganan stunting harus melibatkan sektor lain dalam satuan kinerja perangkat daerah (SKPD) terkait dengan dikoordinir oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), temasuk Dinas Kesehatan, Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ( DP2KBP3A), Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian dan Perkebunan.
Begitu juga Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD), Kementerian Agama (Kemenag), Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) dan Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR).
Selama ini, kata dia, prevalensi stunting di Kabupaten Lebak tahun ke tahun menurun, karena berjalanya sosialisasi edukasi kesehatan juga pemberian makanan tambahan untuk balita, tablet tambah darah (TTD) bagi remaja putri dan pemeriksaan ibu hamil.
Berdasarkan hasil penimbangan Agustus 2019, jumlah kasus anak bertubuh pendek maupun sangat pendek di Kabupaten Lebak tercatat 6.998 atau 6,25 persen dari 94.851 anak usia balita yang ada di 28 kecamatan.
Angka itu sudah menurun jika dibandingkan data 2017 yang sebanyak 14.227 atau 12,97 persen dari seluruh balita dan tahun 2018 sebanyak 11.211 balita atau 10,03 persen dari seluruh balita.
"Kami bekerja keras dengan melibatkan semua sektor untuk mengendalikan angka kasus kekerdilan bisa menurun drastis," katanya menjelaskan.
Menurut dia, penyebab anak mengalami kekerdilan itu di antaranya kekurangan gizi kronis yang lama, ibu hamil mengalami kekurangan energi kronik, pola asuh yang kurang baik, daya beli, ketersediaan pangan dan pernikahan dini. Selain itu juga akses lingkungan, termasuk akses sanitasi dan air bersih menjadikan salah satu faktor penyebab stunting.
Masyarakat Kabupaten Lebak masih banyak menggunakan air sungai untuk keperluan mandi, cuci dan kakus (MCK).
Permasalahan stunting itu bukan hanya kandungan karbohidrat saja, tetapi bagaimana masyarakat dapat memenuhi protein, sehingga perlu dikembangkan budi daya ikan maupun belut. Sebab konsumsi protein cukup besar untuk meningkatkan kesehatan anak sehingga dapat terhindari dari kasus stunting.
Untuk penanganan spesifik, kata dia, ditangani Dinkes dengan pemberian tablet tambah darah (TTD) untuk remaja putri dan pemeriksaan ibu hamil sesuai standar sebanyak empat kali menerima pelayanan sampai kelahiran. Disamping itu juga pemberian makanan tambahan (PMT) untuk balita dan ibu hamil penderita gizi buruk.
Ketua Tim Koordinasi Bappeda Kabupaten Lebak mengatakan penanganan stunting dilakukan secara konvergensi bersama-sama dengan instansi lain untuk percepatan penanganan kasus anak yang mengalami kekerdilan. Anak menderita stunting itu tentu menjadikan ancaman kualitas regenerasi bangsa, sebab rata-rata daya pikir mereka lebih rendah dibandingkan orang yang tumbuh normal.
"Kita berharap percepatan penanganan angka prevalensi stunting bisa menurun hingga 10 persen," katanya menjelaskan.
Sementara itu, Pelaksana Program Gizi Puskesmas Kalanganyar Kabupaten Lebak Rena Kurnia Febriana mengatakan selama ini, angka ibu hamil di wilayahnya yang mengalami KEK tercatat 42 orang setelah dilakukan lingkar lengan atas hanya 23,50 centimeter dengan berat badan 45 kilogram.
Sedangkan, jumlah balita di Kecamatan Kalanganyar tercatat 3.315 anak dan di antaranya 34 balita teridentifikasi stunting.
"Kami memfokuskan penanganan ibu hamil yang mengalami KEK dan anak stunting dengan pemberian makanan tambahan dan pemberian TTD bagi remaja putri," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020