Ikatan Alumni Sejarah dan Antropologi (IKASA) Universitas Negeri Jakarta (UNJ) sebagai organisasi yang mewadahi sebagian besar guru sejarah alumni UNJ menolak tegas usulan yang menyebutkan bahwa mata pelajaran sejarah “hanya sebagai mata pelajaran pilihan”.
Siaran pers IKASA yang diterima di Serang Banten, Senin (21/9/2020) menyebutkan, sikap IKASA itu disampaikan menanggapi rencana penyederhanaan kurikulum pendidikan nasional yang berimbas pada mata pelajara sejarah di jenjang pendidikan SMA dan SMK.
Baca juga: Tiga tahun janji tak terealisasi, Helldy-Sanuji siap mundur
Dalam siaran pers yang ditandatangani Ketua IKASA Nicolo Machia Fely SPd itu lebih lanjut diserukan agar tidak ada satupun pihak terkait yang mengutak-atik mata pelajaran sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah dan diberlakukan sebagai mata pelajaran “wajib’ di jenjang SMA dan SMK.
Disebutkan pula, lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejatinya diilhami munculnya kesadaran sejarah dan kesadaran kebangsaan dari para Pendiri Republik ini, di samping romantisme kejayaan masa lalu seperti yang dialami di era Sriwijaya dan Majapahit.
Betapa pentingnya sejarah bisa dicermati dari dua pidato tokoh besar Republik ini yang sangat fundamental dan fenomenal. Pertama, pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945 yang dengan sangat jelas mendalilkan sejarah pada puncak pemikirannya, yaitu kebangsaan Indonesia.
Kedua, pidato Sutan Sjahrir di Dewan Keamanan PBB pada 14 Agustus 1947 dalam upaya diplomasi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sutan Sjahrir juga menggunakan dalil sejarah dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Pada bagian lain, IKASA kembali menegaskan bahwa tidak ada alasan dengan dalil apa pun yang dapat diterima jika mata pelajaran sejarah digeser menjadi mata pelajaran “pilihan” di SMA dan “dihapuskan” di SMK.
Alasannya, tidak lain bahwa mempelajari sejarah Indonesia adalah kewajiban setiap generasi sebagai bagian penting dari pembentukan karakter bangsa, persatuan nasional, dan nilai-nilai kebangsaan.
Sementara itu pada 18 September 2020 Kemendikbud mengeluarkan siaran pers yang membantah bahwa pelajaran sejarah akan dihapuskan dalam kurikulum pendidikan.
Dalam keterangan yang diunggah melalui laman resmi Kemendikbud itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbud Totok Suprayitno menegaskan bahwa pelajaran sejarah tetap ada dalam kurikulum.
Disebutkan, sejarah merupakan komponen penting bagi Indonesia sebagai bangsa yang besar sehingga menjadi bagian kurikulum pendidikan dan nilai-nilai yang dipelajari dalam sejarah merupakan salah satu kunci pengembangan karakter bangsa.
Sebelumnya, beredar pemberitaan yang menyebutkan bahwa Pemerintah melalui Kemendikbud berencana melakukan penyederhanaan kurikulum pendidikan. Rencana tersebut tertuang dalam draf sosialiasi Penyederhanaan Kurikulum dan Asesmen Nasional tanggal 25 Agustus 2020.
Di dalamnya antara lain disebutkan adanya rencana penghapusan mata pelajaran sejarah bagi siswa-siswi di SMK. Sementara bagi pelajar SMA, sejarah akan dijadikan sebagai mata pelajaran pilihan.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020
Siaran pers IKASA yang diterima di Serang Banten, Senin (21/9/2020) menyebutkan, sikap IKASA itu disampaikan menanggapi rencana penyederhanaan kurikulum pendidikan nasional yang berimbas pada mata pelajara sejarah di jenjang pendidikan SMA dan SMK.
Baca juga: Tiga tahun janji tak terealisasi, Helldy-Sanuji siap mundur
Dalam siaran pers yang ditandatangani Ketua IKASA Nicolo Machia Fely SPd itu lebih lanjut diserukan agar tidak ada satupun pihak terkait yang mengutak-atik mata pelajaran sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah dan diberlakukan sebagai mata pelajaran “wajib’ di jenjang SMA dan SMK.
Disebutkan pula, lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejatinya diilhami munculnya kesadaran sejarah dan kesadaran kebangsaan dari para Pendiri Republik ini, di samping romantisme kejayaan masa lalu seperti yang dialami di era Sriwijaya dan Majapahit.
Betapa pentingnya sejarah bisa dicermati dari dua pidato tokoh besar Republik ini yang sangat fundamental dan fenomenal. Pertama, pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945 yang dengan sangat jelas mendalilkan sejarah pada puncak pemikirannya, yaitu kebangsaan Indonesia.
Kedua, pidato Sutan Sjahrir di Dewan Keamanan PBB pada 14 Agustus 1947 dalam upaya diplomasi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sutan Sjahrir juga menggunakan dalil sejarah dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Pada bagian lain, IKASA kembali menegaskan bahwa tidak ada alasan dengan dalil apa pun yang dapat diterima jika mata pelajaran sejarah digeser menjadi mata pelajaran “pilihan” di SMA dan “dihapuskan” di SMK.
Alasannya, tidak lain bahwa mempelajari sejarah Indonesia adalah kewajiban setiap generasi sebagai bagian penting dari pembentukan karakter bangsa, persatuan nasional, dan nilai-nilai kebangsaan.
Sementara itu pada 18 September 2020 Kemendikbud mengeluarkan siaran pers yang membantah bahwa pelajaran sejarah akan dihapuskan dalam kurikulum pendidikan.
Dalam keterangan yang diunggah melalui laman resmi Kemendikbud itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbud Totok Suprayitno menegaskan bahwa pelajaran sejarah tetap ada dalam kurikulum.
Disebutkan, sejarah merupakan komponen penting bagi Indonesia sebagai bangsa yang besar sehingga menjadi bagian kurikulum pendidikan dan nilai-nilai yang dipelajari dalam sejarah merupakan salah satu kunci pengembangan karakter bangsa.
Sebelumnya, beredar pemberitaan yang menyebutkan bahwa Pemerintah melalui Kemendikbud berencana melakukan penyederhanaan kurikulum pendidikan. Rencana tersebut tertuang dalam draf sosialiasi Penyederhanaan Kurikulum dan Asesmen Nasional tanggal 25 Agustus 2020.
Di dalamnya antara lain disebutkan adanya rencana penghapusan mata pelajaran sejarah bagi siswa-siswi di SMK. Sementara bagi pelajar SMA, sejarah akan dijadikan sebagai mata pelajaran pilihan.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020