Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, mencatat 249 kasus demam berdarah (DB) selama Januari hingga Mei tahun 2020 yang terjadi di wilayah setempat.
"Dari jumlah 249 kasus demam berdarah tersebut, tiga orang di antaranya meninggal dunia," ujar Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Dinkes Ngawi Djaswadi di Ngawi, Jumat.
Menurut dia, jumlah kasus demam berdarah tersebut menurun drastis dibandingkan periode yang sama di tahun 2019. Dimana selama lima bulan pertama tahun lalu terdapat 1.236 kasus DB dengan tiga kasus kematian.
Meski saat ini pandemi COVID-19 sedang berlangsung, namun warga tidak boleh melupakan bahayanya penyakit demam berdarah. Memang, jumlah kasus pada tahun ini jauh di bawah tahun 2019, namun secara persentase angka kematiannya lebih tinggi.
Baca juga: Bayi umur delapan bulan di Sikka meninggal dunia akibat DBD
Baca juga: Kemenkes: Penambahan hingga 500 kasus DBD per hari di Indonesia
Pihaknya mengaku belum mengetahui penyebab kenaikan persentase kematian kasus DB tahun ini. Djaswadi hanya menyebut pasien meninggal biasanya karena terlambat dibawa ke fasilitas kesehatan dan puskesmas terlambat merujuk ke rumah sakit.
Ia mengatakan, selama ini sejumlah warga memilih memberikan obat penurun panas dari apotek saat mendapati anggota keluarganya mengalami gejala demam. Padahal, demam pada kasus DB memang turun, tapi penyakitnya tidak hilang.
"Kebanyakanebanyakan saat dibawa ke fasilitas kesehatan trombositnya juga sudah dalam kondisi darurat. Sehingga tubuhnya semakin drop," tambahnya.
Dia mengatakan, pandemi COVID-19 saat ini memang menjadi fokus utama bidang kesehatan. Meski demikian, pihaknya meminta warga tidak mengabaikan potensi kasus DB.
"Warga diimbau untuk rajin terapkan perlaku hidup bersih dan sehat, rutin menguras bak kamar mandi, serta melakukan upaya pencegahan seperti fogging, dan 3M lainnya," katanya.
Baca juga: Dinkes Lebak minta warga jaga kebersihan lingkungan untuk cegah DBD
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020
"Dari jumlah 249 kasus demam berdarah tersebut, tiga orang di antaranya meninggal dunia," ujar Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Dinkes Ngawi Djaswadi di Ngawi, Jumat.
Menurut dia, jumlah kasus demam berdarah tersebut menurun drastis dibandingkan periode yang sama di tahun 2019. Dimana selama lima bulan pertama tahun lalu terdapat 1.236 kasus DB dengan tiga kasus kematian.
Meski saat ini pandemi COVID-19 sedang berlangsung, namun warga tidak boleh melupakan bahayanya penyakit demam berdarah. Memang, jumlah kasus pada tahun ini jauh di bawah tahun 2019, namun secara persentase angka kematiannya lebih tinggi.
Baca juga: Bayi umur delapan bulan di Sikka meninggal dunia akibat DBD
Baca juga: Kemenkes: Penambahan hingga 500 kasus DBD per hari di Indonesia
Pihaknya mengaku belum mengetahui penyebab kenaikan persentase kematian kasus DB tahun ini. Djaswadi hanya menyebut pasien meninggal biasanya karena terlambat dibawa ke fasilitas kesehatan dan puskesmas terlambat merujuk ke rumah sakit.
Ia mengatakan, selama ini sejumlah warga memilih memberikan obat penurun panas dari apotek saat mendapati anggota keluarganya mengalami gejala demam. Padahal, demam pada kasus DB memang turun, tapi penyakitnya tidak hilang.
"Kebanyakanebanyakan saat dibawa ke fasilitas kesehatan trombositnya juga sudah dalam kondisi darurat. Sehingga tubuhnya semakin drop," tambahnya.
Dia mengatakan, pandemi COVID-19 saat ini memang menjadi fokus utama bidang kesehatan. Meski demikian, pihaknya meminta warga tidak mengabaikan potensi kasus DB.
"Warga diimbau untuk rajin terapkan perlaku hidup bersih dan sehat, rutin menguras bak kamar mandi, serta melakukan upaya pencegahan seperti fogging, dan 3M lainnya," katanya.
Baca juga: Dinkes Lebak minta warga jaga kebersihan lingkungan untuk cegah DBD
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020