Aktifitas perajin kain tenun Badui di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten kembali pulih sehingga memunculkan tempat usaha baru dan mendorong meningkatnya pendapatan ekonomi masyarakat adat di daerah itu.
Kepala Desa Kanekes yang juga tetua adat Badui Jaro Saija di Lebak, Kamis, mengatakan jumlah perajin kain tenun tradisional masyarakat Badui itu tersebar di 68 perkampungan.
Pembuatan tenun sendiri dilakukan kaum perempuan di bale- bale rumah sambil menunggu suami dari ladang. Saat ini jumlah perajin mencapai seribu orang.
Kain tenun sendiri merupakan andalan ekonomi masyarakat Badui selain hasil panen komoditas pertanian ladang, madu, gula aren dan souvenir.
Pembuatan tenun sendiri dilakukan kaum perempuan di bale- bale rumah sambil menunggu suami dari ladang. Saat ini jumlah perajin mencapai seribu orang.
Kain tenun sendiri merupakan andalan ekonomi masyarakat Badui selain hasil panen komoditas pertanian ladang, madu, gula aren dan souvenir.
"Kami tidak membayangkan saat pandemi COVID-19 semua perajin kain tenun Badui gulung tikar, karena tidak ada pembeli itu," katanya menjelaskan.
Baca juga: Kain tenun Badui dipamerkan pada pameran Asta Karya Nusa Pesona
Baca juga: Kain tenun Badui dipamerkan pada pameran Asta Karya Nusa Pesona
Menurut dia, berkembangnya usaha tenun itu dipastikan pendapatan ekonomi masyarakat adat meningkat. Bahkan, pada akhir pekan banyak pengunjung yang datang ke pemukiman Badui dan mereka membeli aneka kerajinan masyarakat adat, seperti kain tenun, selendang, lomar ikat kepala, blandong, tas koja, minuman madu, gula aren, golok dan pernak- pernik souvenir.
"Kami meyakini dengan tumbuhnya pelaku ekonomi itu dipastikan kehidupan warganya sejahtera," katanya menjelaskan.
Ambu Sarnati (40) seorang perajin warga Badui mengatakan dirinya kini bisa memproduksi kain tenun 10 potong atau lembaran kain per bulan dengan ukuran 2x3 meter persegi.
Dari 10 potong kain tenun itu dijual ke tingkat penampung Rp1,5 juta atau rata-rata Rp150 ribu per potong.
"Kami sudah dua tahun terakhir ini kembali bangkit usai COVID, karena permintaan meningkat," katanya menjelaskan.
Baca juga: UMKM Badui berkembang melalui kemitraan BUMN
Baca juga: UMKM Badui berkembang melalui kemitraan BUMN
Sementara itu, Sarmedi (55) seorang pelaku usaha warga Badui mengatakan pihaknya menampung produksi aneka kerajinan masyarakat adat untuk dijual ke luar daerah.
Selain itu juga dirinya memiliki kios di Kampung Ciboleger dengan Kadu Ketug sebagai pintu pertama ke pemukiman Badui.
Mereka pengunjung wisatawan tentu sebelum masuk ke pemukiman Badui terlebih dulu melintasi kiosnya.
Produksi kerajinan masyarakat Badui itu di antaranya kain tenun dijual antara Rp200 ribu sampai Rp400 ribu/potong, kain ikat kepala atau lomar Rp20 ribu, selendang Rp40 ribu, pakaian pangsit Rp300 ribu, batik Rp150 ribu, tas koja Rp100 ribu, golok Rp150 ribu dan souvenir rata-rata Rp25 ribu.
Selain itu juga minuman madu Rp100 ribu per botol, gula aren Rp40 ribu per kilogram.