Rektor Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjungpinang, Prof Syafsir Akhlus berpendapat kebijakan penanganan COVID-19 di Provinsi Kepulauan Riau masih mengambang.

"Kebijakan yang tidak tegas menyebabkan upaya memutus mata rantai penularan sulit terukur," kata Akhlus di Tanjungpinang, Sabtu.

Menurut dia, pemerintah harus menyikapi permasalahan COVID-19 secara serius. Keseriusan itu dapat dilakukan dalam menentukan pola penanganannya.

Pola penanangan dapat dilakukan dengan dua opsi yakni penanganan melalui peningkatan kedisplinan masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan, dan kebijakan pemerintah menghadapi ketidaksiplinan berbagai elemen masyarakat.

Kedua opsi itu bertujuan menyelamatkan masyarakat agar tidak tertular COVID-19. Opsi tersebut juga harus diikuti dengan regulasi sebagai landasan pemerintah dan aparat yang berwenang dalam mengambil kebijakan dan sanksi.

Penerapan pola disiplin kepada masyarakat menjadi pilihan pemerintah sekarang, namun belum membuahkan hasil yang maksimal. Karena masih banyak terdapat masyarakat yang tidak disiplin. Selain itu, pelaksanaannya juga belum maksimal.

Contohnya, sosialisasi penggunaan masker, tidak keluar rumah dan jaga jarak ketika berinteraksi fisik belum massif dilaksanakan. Masyarakat perlu diingatkan secara terus-menerus agar melaksanakan protokol kesehatan untuk memutus mata rantai penularan.

"Jangan ada lagi kalimat, sudah berulang kali diingatkan, tetapi diabaikan. Seharusnya, tetap diingatkan," ujarnya.

Penerapan pola disiplin juga sebaiknya dilakukan dengan kebijakan yang mengarah pada kepentingan masyarakat, semata-mata untuk menyelamatkan masyarakat agar tidak tertular virus tersebut.

Contohnya, penerapan PSBB, perlu dilakukan secara komprehensif, dan melibatkan semua pihak yang berkompeten hingga RT dan RW sehingga membuahkan hasil yang maksimal.

"Kalau tidak, hasilnya potensial tidak maksimal," katanya.

Akhlus juga menyinggung persoalan data COVID-19 yang diproduksi Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Kepri. Data tersebut seharusnya cukup diproduksi oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kepri untuk mencegah perbedaan data antara kabupaten dan kota dengan Kepri.

"Yang kami perhatikan ini tidak terjadi. Masing-masing kabupaten dan kota mengeluarkan data, kemudian provinsi juga mengeluarkan data. Ini pernah menyebabkan kebingungan lantaran perbedaan angka pasien yang positif," ucapnya.

Sementara penanganan dengan mengikui kondisi ketidakdisiplinan berbagai pihak. Ini dapat dilakukan pemerintah, namun diikuti dengan pengawasan yang ketat.

"Tentu ini membutuhkan regulasi. Di Belanda, pemerintahnya melakukan hal itu, dan berhasil," katanya.

Pewarta: Nikolas Panama

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2020