Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta sejumlah pegiat antikorupsi yang mengajukan uji formil terhadap UU Nomor 19 Tahun 2019 diminta membuktikan kehadiran anggota DPR tidak mencapai kuorum saat sidang pengesahan UU tersebut.

"Ada rekaman yang perlu juga, misalnya, untuk melacak atau menghitung siapa dan berapa orang yang ada di situ. Itu yang perlu disodorkan kepada kami, Mahkamah," ujar Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam sidang pendahuluan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin.

Saldi Isra pun menilai pemohon belum menjelaskan bingkai ideal pembentukan perundang-undangan sehingga menyarankan pemohon mengkonstruksikan syarat formal pembentukan undang-undang.

Dalam sidang itu, kuasa hukum pemohon, Feri Amsari, mengklaim sebagian besar anggota DPR melakukan penitipan absen atau secara fisik tidak hadir dalam sidang paripurna pengesahan revisi UU KPK.

Dalam catatan pemohon, setidak-tidaknya tercatat sekitar 180 anggota DPR yang tidak hadir dan menitipkan absen sehingga seolah-olah terpenuhi kuorum sebesar 287 hingga 289 anggota dianggap hadir dalam persidangan itu.

Secara terpisah usai sidang, Feri mengakui mengalami kesulitan menemukan bukti ketidakhadiran anggota DPR saat rapat paripurna membahas revisi UU KPK.

"Untuk prosedural, kendala kami alat bukti yang kemudian bisa memperlihatkan bahwa dalam pembahasan, terutama persidangan paripurna, DPR tidak memenuhi kuorum," kata dia.

Ia berharap apabila sidang diputuskan berlanjut hingga pemanggilan perwakilan DPR dan pemerintah, hakim dapat memaksa DPR untuk membuktikan sidang paripurna itu kuorum.

Pewarta: Dyah Dwi Astuti

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019