Lantaran merasa dicurangi pihak panitia, orang tua calon praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor Bandung, Badia Sinaga (42), akan melaporkan terkait adanya dugaan unsur kecurangan pada sistem seleksi penerimaan di tahun ajaran 2019, yang diduga dilakukan oknum panitia ke Mabes Polri.

“Ada 3 hal yang terindikasi ada kecurangan dalam tahapan pengumuman. Diantaranya tinggi badan, kesehatan yang mengada-ada dan tidak masuk 'warning',” jelasnya saat ditemui di Cilegon pada Rabu (25/09).

Badia yang keberatan, juga menjelasakan 3 hal yang menjadi dasar upaya kecurangan yang dilakukan, yang diketahui pasca adanya pengumuman pada Sabtu (31/8/2019) lalu.

“Tinggi badan anak saya di daerah (Banten) 162 cm, ketika di pengumaman terakhir menjadi 158 cm. Saya minta ukur ulang ke panitia, mereka tidak mau dengan alasan sudah rapat pleno. Kalau saya tahu tingginya 158 cm gak mungkin saya dorong ke sana,” keluhnya.

Orang tua calon praja IPDN ini juga keberatan, munculnya keterangan penyakit bronkitis yang dalan beberapa medical chek up saat pelaksanaan seleksi di daerah tidak muncul. Terlebih anaknya tak masuk daftar calon praja yang diberi peringatan, dari 6 calon praja asal Banten sebelumnya yang diberi waring (peringatan).

Badia menyebutkan, jadwal pemberian warning diberikan pada Jum’at (30/8/2019), namun anaknya tidak diberikan warning tersebut. Sehingga tiba-tiba sehari kemudian pada saat pengumuman anaknya yang merupakan utusan Kota Cilegon dinyatakan gagal.

“Kuota Provinsi Banten ada 32, sedangkan peserta yang dikirim hasil seleksi di daerah sebanyak 35. Dua utusan dari Kota Cilegon dinyatakan gagal semua, sedangkan bukan anak saya yang dapat warning itu,” jelasnya.

Untuk itu, Badia berupaya menemui perwakilan rektor 3 IPDN, Hyronimus Rowa untuk mempertanyakan tiga kejanggalan yang diterima anaknya tersebut. “Tapi rektor 3 hanya mengatakan itu kewenangan tim seleksi. Namun ia berjanji akan mempertemukan saya dengan tim seleksi, tapi dia kabur. Kan gak jelas, masa pendidik calon pejabat pemerintahan macam itu,” tegasnya.

Badia berharap ada penjelasan secara resmi dari pihak IPDN Jatinangor, soal kejanggalan hasil pengumaman yang membuat anaknya dinyatakan gagal.

“Saya hanya butuh penjelasan, ukur ulang tinggi badan anak saya dengan 32 perwakilan Banten lainnya, termasuk kenapa anak saya gak dapat warning, dan benar tidaknya penyakit bronkitis itu. Saya tahu anak saya berprestasi, tapi kalau gagal karena sistem yang gak jelas ini akan saya perjuangkan kalau dicurangi,” tandasnya.

Pewarta: Susmiyatun Hayati

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019