Data Sistem Informasi Kesehatan Jemaah Haji Indonesia mencatat jumlah jemaah haji asal Indonesia yang meninggal sebanyak 243 orang hingga Senin (19/8) atau di hari operasional ke-44 pelaksanaan pelayanan haji.
Berdasarkan siaran pers Kementerian Kesehatan yang diteirma di Jakarta, Selasa, jemaah Indonesia yang masih dirawat di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah sebanyak 174 jemaah dari total 1.564 jemaah yang pernah dirawat di KKHI tersebut.
Sementara sebanyak 416 orang yang dirawat di KKHI Madinah sudah kembali ke kelompok terbang masing-masing atau dinyatakan sembuh. Selain di KKHI, Rumah Sakit Arab Saudi (RSAS) Madinah masih merawat sebanyak tiga orang jemaah, sedangkan sebanyak 219 jemaah Indonesia dirawat di RSAS Makkah.
Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan Eka Jusup Singka mengatakan lonjakan kunjungan jemaah haji ke KKHI terjadi pascaprosesi rangkaian ibadah di Arafah-Muzdalifah-Mina yang merupakan puncak haji.
Dia menyebut tingginya jumlah kunjungan tersebut dikarenakan masih banyak jemaah melakukan ibadah sunnah setelah puncak haji selesai dilakukan. Hal itu menyebabkan kondisi fisik jemaah semakin menurun karena menambah aktivitas seusai melaksanakan puncak haji di Arafah-Muzdalifah-Mina yang juga sudah menguras stamina.
Haji adalah Arafah. Selesai Armuzna, haji selesai, keluarga menunggu. Jadi dua, hajinya dapat dan kembali ke keluarga dalam keadaan sehat, kata Eka.
Ketua Tim Asistensi Kesehatan Haji Siswanto menekankan pentingnya penguatan kapasitas di kloter untuk menekan angka kesakitan dan kematian jamaah. Dia menerangkan pondokan merupakan tempat wafatnya jemaah haji kedua terbanyak.
Siswanto menerangkan walau bagaimanapun tolak ukur pelayanan kesehatan haji adalah jumlah kesakitan dan kematian. "Meskipun kematian merupakan sebuah takdir, namun harus ada upaya pencegahan dan pengobatan sebelumnya. Ada upaya promotif preventif yang terintegrasi dari semua petugas kloter. Promotif preventif antara TKHI dan pembimbing ibadah harus teredukasi bersama,” jelas Siswanto.
Ia meminta ada upaya mitigasi untuk Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU). Mitigasi yang dimaksud ialah melakukan identifikasi jemaah yang berisiko tinggi yang diharapkan bisa mengurangi frekuensi ibadah-ibadah sunnah atau aktivitas yang kurang perlu dan menguras tenaga.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019
Berdasarkan siaran pers Kementerian Kesehatan yang diteirma di Jakarta, Selasa, jemaah Indonesia yang masih dirawat di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah sebanyak 174 jemaah dari total 1.564 jemaah yang pernah dirawat di KKHI tersebut.
Sementara sebanyak 416 orang yang dirawat di KKHI Madinah sudah kembali ke kelompok terbang masing-masing atau dinyatakan sembuh. Selain di KKHI, Rumah Sakit Arab Saudi (RSAS) Madinah masih merawat sebanyak tiga orang jemaah, sedangkan sebanyak 219 jemaah Indonesia dirawat di RSAS Makkah.
Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan Eka Jusup Singka mengatakan lonjakan kunjungan jemaah haji ke KKHI terjadi pascaprosesi rangkaian ibadah di Arafah-Muzdalifah-Mina yang merupakan puncak haji.
Dia menyebut tingginya jumlah kunjungan tersebut dikarenakan masih banyak jemaah melakukan ibadah sunnah setelah puncak haji selesai dilakukan. Hal itu menyebabkan kondisi fisik jemaah semakin menurun karena menambah aktivitas seusai melaksanakan puncak haji di Arafah-Muzdalifah-Mina yang juga sudah menguras stamina.
Haji adalah Arafah. Selesai Armuzna, haji selesai, keluarga menunggu. Jadi dua, hajinya dapat dan kembali ke keluarga dalam keadaan sehat, kata Eka.
Ketua Tim Asistensi Kesehatan Haji Siswanto menekankan pentingnya penguatan kapasitas di kloter untuk menekan angka kesakitan dan kematian jamaah. Dia menerangkan pondokan merupakan tempat wafatnya jemaah haji kedua terbanyak.
Siswanto menerangkan walau bagaimanapun tolak ukur pelayanan kesehatan haji adalah jumlah kesakitan dan kematian. "Meskipun kematian merupakan sebuah takdir, namun harus ada upaya pencegahan dan pengobatan sebelumnya. Ada upaya promotif preventif yang terintegrasi dari semua petugas kloter. Promotif preventif antara TKHI dan pembimbing ibadah harus teredukasi bersama,” jelas Siswanto.
Ia meminta ada upaya mitigasi untuk Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU). Mitigasi yang dimaksud ialah melakukan identifikasi jemaah yang berisiko tinggi yang diharapkan bisa mengurangi frekuensi ibadah-ibadah sunnah atau aktivitas yang kurang perlu dan menguras tenaga.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019