Indonesia for Global Justice (IGJ) menyatakan pemindahan ibu kota ke lokasi baru di luar pulau Jawa belum tentu bisa mengatasi ketimpangan karena ada berbagai hal lain yang perlu diperhatikan benar-benar oleh pemerintah.
"Apakah kemudian (memindahkan ibu kota) mengatasi ketimpangan? Ukurannya apa dulu," kata Direktur Eksekutif IGJ, Rachmi Hertanti, kepada Antara di Jakarta, Selasa.
Menurut Rachmi, bisa saja pembangunan yang dilakukan terkait pemindahan ibu kota malah berdampak menghilangkan sejumlah sumber penghidupan masyarakat setempat.
Bila hal itu terjadi, lanjutnya, maka bisa saja menurunkan kualitas pendapatan yang diperoleh warga lokal dan otomatis bisa menjadi masalah ketimpangan baru.
"Yang terpenting apa konsep pembangunan merata yang dimiliki pemerintah hari ini? Baru kita bisa bicara soal keadilan ekonomi dan kesetaraan," tegasnya.
Baca juga: Dubes Brasil: banyak manfaatnya pindahkan ibu kota negara
Sebagaimana diwartakan, Pemerintah menyatakan akan fokus kepada tiga hal sebelum merealisasikan wacana memindahkan ibu kota, guna mengurangi ketimpangan yang terjadi di Jawa dan luar Jawa.
"Kita lima tahun ke depan melakukan berbagai upaya untuk mengurangi ketimpangan ini," ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro dalam acara di Gedung Bappenas, Jakarta, Rabu (10/7).
Kepala Bappenas juga berpendapat bahwa ketimpangan yang terjadi antara Jawa dan luar Jawa cukup terlihat. Dia mencontohkan tentang perekonomian Indonesia, di mana 58 persen di antaranya berpusat di Pulau Jawa. Sementara 42 persen sisanya tersebar di wilayah luar Jawa.
Bambang mengatakan untuk mengurangi ketimpangan tersebut, Pemerintah akan memfokuskan kepada tiga hal, yakni pengembangan industrialisasi di pulau lain selain pulau Jawa, pengembangan kawasan ekonomi baru, serta mengembangkan enam kota metropolitan di luar jawa.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengapresiasi penurunan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia atau gini rasio yang tercatat sebesar 0,382 pada Maret 2019.
"Apa yang sudah dicapai beberapa tahun ini, di mana pertumbuhan diiringi dengan penurunan gini rasio, itu suatu prestasi yang tidak semua negara bisa melakukannya," kata Darmin di Jakarta, Senin (15/7) malam.
Darmin mengatakan upaya menurunkan tingkat ketimpangan tidak semudah menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran, apalagi bila suatu negara memiliki kinerja perekonomian baik.
Namun, ia mengatakan upaya meningkatkan kesejahteraan sosial makin lama bukan merupakan hal yang mudah seiring dengan makin rendahnya indikator tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk.
"Intinya makin lama bukan makin mudah, kalau makin tinggi tingkat kemiskinan, menurunkan tidak susah, tapi makin rendah, dia makin susah penurunannya jadi makin banyak yang harus disiapkan," ujarnya.
Baca juga: Kepala Bappenas katakan memindahkan ibu kota bisa belajar dari Brasil
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019
"Apakah kemudian (memindahkan ibu kota) mengatasi ketimpangan? Ukurannya apa dulu," kata Direktur Eksekutif IGJ, Rachmi Hertanti, kepada Antara di Jakarta, Selasa.
Menurut Rachmi, bisa saja pembangunan yang dilakukan terkait pemindahan ibu kota malah berdampak menghilangkan sejumlah sumber penghidupan masyarakat setempat.
Bila hal itu terjadi, lanjutnya, maka bisa saja menurunkan kualitas pendapatan yang diperoleh warga lokal dan otomatis bisa menjadi masalah ketimpangan baru.
"Yang terpenting apa konsep pembangunan merata yang dimiliki pemerintah hari ini? Baru kita bisa bicara soal keadilan ekonomi dan kesetaraan," tegasnya.
Baca juga: Dubes Brasil: banyak manfaatnya pindahkan ibu kota negara
Sebagaimana diwartakan, Pemerintah menyatakan akan fokus kepada tiga hal sebelum merealisasikan wacana memindahkan ibu kota, guna mengurangi ketimpangan yang terjadi di Jawa dan luar Jawa.
"Kita lima tahun ke depan melakukan berbagai upaya untuk mengurangi ketimpangan ini," ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro dalam acara di Gedung Bappenas, Jakarta, Rabu (10/7).
Kepala Bappenas juga berpendapat bahwa ketimpangan yang terjadi antara Jawa dan luar Jawa cukup terlihat. Dia mencontohkan tentang perekonomian Indonesia, di mana 58 persen di antaranya berpusat di Pulau Jawa. Sementara 42 persen sisanya tersebar di wilayah luar Jawa.
Bambang mengatakan untuk mengurangi ketimpangan tersebut, Pemerintah akan memfokuskan kepada tiga hal, yakni pengembangan industrialisasi di pulau lain selain pulau Jawa, pengembangan kawasan ekonomi baru, serta mengembangkan enam kota metropolitan di luar jawa.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengapresiasi penurunan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia atau gini rasio yang tercatat sebesar 0,382 pada Maret 2019.
"Apa yang sudah dicapai beberapa tahun ini, di mana pertumbuhan diiringi dengan penurunan gini rasio, itu suatu prestasi yang tidak semua negara bisa melakukannya," kata Darmin di Jakarta, Senin (15/7) malam.
Darmin mengatakan upaya menurunkan tingkat ketimpangan tidak semudah menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran, apalagi bila suatu negara memiliki kinerja perekonomian baik.
Namun, ia mengatakan upaya meningkatkan kesejahteraan sosial makin lama bukan merupakan hal yang mudah seiring dengan makin rendahnya indikator tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk.
"Intinya makin lama bukan makin mudah, kalau makin tinggi tingkat kemiskinan, menurunkan tidak susah, tapi makin rendah, dia makin susah penurunannya jadi makin banyak yang harus disiapkan," ujarnya.
Baca juga: Kepala Bappenas katakan memindahkan ibu kota bisa belajar dari Brasil
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019