Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) memperingatkan kepada masyarakat untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar karena akan memperparah polusi udara yang sedang terjadi di Indonesia.
“Hentikan aktivitas membakar hutan dan lahan karena kalau tidak dihentikan maka polusi semakin tinggi,” kata Kepala BBTMC, Tri Handoko Seto, saat dihubungi oleh ANTARA di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan, tingkat polusi yang semakin tinggi tersebut akan membawa masalah lain bagi masyarakat itu sendiri, seperti kesehatan menjadi terganggu, perekonomian yang merugi, bahkan pendidikan juga terimbas karena banyak sekolah yang terpaksa meliburkan siswanya ketika udara sekitar sudah tidak memungkinkan.
“Jangan sekali-sekali membakar hutan dengan alasan membuka lahan baru karena banyak metode yang bisa digunakan untuk membuka lahan tanpa membakar,” ujarnya.
Ia melanjutkan, saat kemarau seperti ini juga semakin memicu mudahnya api membesar. Oleh karena itu, ia mengimbau agar masyarakat tidak melakukan aktivitas membakar sesuatu yang memicu timbulnya api besar.
Baca juga: BPPT jelaskan perbedaan hujan buatan untuk karhutla dan polusi udara
Baca juga: Untuk hujan buatan di Riau, BPPT siapkan 17 ton garam
Baca juga: Modifikasi cuaca sangat bermanfaat atasi kebakaran
Ia mengatakan, dalam situasi kemarau dan buruknya kualitas udara di Indonesia sekarang, seharusnya masyarakat harus memperbanyak tanaman dan ruang terbuka hijau.
“Namanya polusi itu kalau semakin banyak tanaman ya polusi semakin berkurang. Justru harus aktif memperbanyak pohon, bukan malah membakar pohon,” katanya.
Saat ini BPPT sedang melakukan perencanaan untuk membuat hujan buatan di Riau untuk menanggulangi beberapa kebakaran hutan dan lahan di sana.
“Sementara ini untuk karhutla kita sedang melaksanakan di Riau dan bekerja sama dengan pemerintah setempat,” katanya.
Menurut dia, adanya hujan buatan yang sedang dirancang oleh BPPT adalah salah satu langkah kecil dalam mengatasi polusi udara. Namun tetap diperlukan langkah selanjutnya agar masalah tersebut tidak berkelanjutan.
“Langkah jangka panjang tentu sangat dibutuhkan, langka jangka pendek jika polusi sudah terlalu pekat juga dibutuhkan. Saya kira semua harus bisa saling bersinergi,” ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019
“Hentikan aktivitas membakar hutan dan lahan karena kalau tidak dihentikan maka polusi semakin tinggi,” kata Kepala BBTMC, Tri Handoko Seto, saat dihubungi oleh ANTARA di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan, tingkat polusi yang semakin tinggi tersebut akan membawa masalah lain bagi masyarakat itu sendiri, seperti kesehatan menjadi terganggu, perekonomian yang merugi, bahkan pendidikan juga terimbas karena banyak sekolah yang terpaksa meliburkan siswanya ketika udara sekitar sudah tidak memungkinkan.
“Jangan sekali-sekali membakar hutan dengan alasan membuka lahan baru karena banyak metode yang bisa digunakan untuk membuka lahan tanpa membakar,” ujarnya.
Ia melanjutkan, saat kemarau seperti ini juga semakin memicu mudahnya api membesar. Oleh karena itu, ia mengimbau agar masyarakat tidak melakukan aktivitas membakar sesuatu yang memicu timbulnya api besar.
Baca juga: BPPT jelaskan perbedaan hujan buatan untuk karhutla dan polusi udara
Baca juga: Untuk hujan buatan di Riau, BPPT siapkan 17 ton garam
Baca juga: Modifikasi cuaca sangat bermanfaat atasi kebakaran
Ia mengatakan, dalam situasi kemarau dan buruknya kualitas udara di Indonesia sekarang, seharusnya masyarakat harus memperbanyak tanaman dan ruang terbuka hijau.
“Namanya polusi itu kalau semakin banyak tanaman ya polusi semakin berkurang. Justru harus aktif memperbanyak pohon, bukan malah membakar pohon,” katanya.
Saat ini BPPT sedang melakukan perencanaan untuk membuat hujan buatan di Riau untuk menanggulangi beberapa kebakaran hutan dan lahan di sana.
“Sementara ini untuk karhutla kita sedang melaksanakan di Riau dan bekerja sama dengan pemerintah setempat,” katanya.
Menurut dia, adanya hujan buatan yang sedang dirancang oleh BPPT adalah salah satu langkah kecil dalam mengatasi polusi udara. Namun tetap diperlukan langkah selanjutnya agar masalah tersebut tidak berkelanjutan.
“Langkah jangka panjang tentu sangat dibutuhkan, langka jangka pendek jika polusi sudah terlalu pekat juga dibutuhkan. Saya kira semua harus bisa saling bersinergi,” ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019