Praktisi hukum Heru Widodo menyebutkan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak kehilangan progresivitasnya dalam menegakkan keadilan substantif terkait mengadili pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang menjadi salah satu dalil permohonan Prabowo-Sandi.
"Dalam kaitan Pilpres 2019, pemberian wewenang mengadili pelanggaran TSM kepada Bawaslu dan sengketa administrasi dan tata usaha negara kepada Peradilan Tata Usaha Negara tidak serta merta menjadikan MK hanya sebagai MK kalkulator yang mengedepankan keadilan prosedural," kata Heru saat memberikan keterangannya di Gedung MK, Jakarta, Jumat.
Meskipun belum pernah ada putusan mahkamah terhadap perselisihan hasil pemilu serentak, menurut Heru, tidak menutup kemungkinan bagi MK untuk menegakkan keadilan secara substantif dan tidak hanya prosedural.
Lebih lanjut, Heru menjelaskan progresivitas MK dapat dilihat ketika lima dari enam pasangan calon yang mengikuti kontestasi Pilkada serentak 2018 di Kabupaten Mimika, Papua mengajukan permohonan padahal tidak ada yang memenuhi sarat ambang batas. Ia mengatakan MK menyelesaikannya dengan putusan dismissal atau keputusan MK untuk menentukan lanjut tidaknya sebuah perkara ke peradilan.
Baca juga: Sidang MK, Prof Edward: dalil kuasa hukum Prabowo harus dibuktikan sendiri
Selain itu, ketika Pilkada serentak 2017 di Kabupaten Tolikara, Papua, MK mengetahui ada rekomendasi Bawaslu untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di 18 distrik namun tidak dilaksanakan oleh KPU. MK pun memutuskan untuk dilakukan PSU sesuai dengan rekomendasi Bawaslu.
Namun terhadap permintaan mendiskualifikasi paslon yang baru diajukan setelah pemilu selesai dan diketahui pemenangnya, menurutnya tidak menjadi alasan yang cukup kuat untuk menggabungkan perkara antara perkara yang menjadi wewenang Bawaslu dan Badan Peradilan Tata Usaha Negara untuk diselesaikan dalam satu perkara di MK.
Ia juga mengatakan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang penyelenggaraan pemilu telah diatur sistem penegakan keadilan pemilu mulai dari sengketa proses dan hasil untuk diselesaikan oleh Bawaslu, DKPP, dan MK.
"Masing-masing mempunyai tugas menegakkan sengketa pemilu," tuturnya.
Baca juga: Sidang MK, ahli: SBY perlu hadir buktikan ketidaknetralan intelijen
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019
"Dalam kaitan Pilpres 2019, pemberian wewenang mengadili pelanggaran TSM kepada Bawaslu dan sengketa administrasi dan tata usaha negara kepada Peradilan Tata Usaha Negara tidak serta merta menjadikan MK hanya sebagai MK kalkulator yang mengedepankan keadilan prosedural," kata Heru saat memberikan keterangannya di Gedung MK, Jakarta, Jumat.
Meskipun belum pernah ada putusan mahkamah terhadap perselisihan hasil pemilu serentak, menurut Heru, tidak menutup kemungkinan bagi MK untuk menegakkan keadilan secara substantif dan tidak hanya prosedural.
Lebih lanjut, Heru menjelaskan progresivitas MK dapat dilihat ketika lima dari enam pasangan calon yang mengikuti kontestasi Pilkada serentak 2018 di Kabupaten Mimika, Papua mengajukan permohonan padahal tidak ada yang memenuhi sarat ambang batas. Ia mengatakan MK menyelesaikannya dengan putusan dismissal atau keputusan MK untuk menentukan lanjut tidaknya sebuah perkara ke peradilan.
Baca juga: Sidang MK, Prof Edward: dalil kuasa hukum Prabowo harus dibuktikan sendiri
Selain itu, ketika Pilkada serentak 2017 di Kabupaten Tolikara, Papua, MK mengetahui ada rekomendasi Bawaslu untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di 18 distrik namun tidak dilaksanakan oleh KPU. MK pun memutuskan untuk dilakukan PSU sesuai dengan rekomendasi Bawaslu.
Namun terhadap permintaan mendiskualifikasi paslon yang baru diajukan setelah pemilu selesai dan diketahui pemenangnya, menurutnya tidak menjadi alasan yang cukup kuat untuk menggabungkan perkara antara perkara yang menjadi wewenang Bawaslu dan Badan Peradilan Tata Usaha Negara untuk diselesaikan dalam satu perkara di MK.
Ia juga mengatakan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang penyelenggaraan pemilu telah diatur sistem penegakan keadilan pemilu mulai dari sengketa proses dan hasil untuk diselesaikan oleh Bawaslu, DKPP, dan MK.
"Masing-masing mempunyai tugas menegakkan sengketa pemilu," tuturnya.
Baca juga: Sidang MK, ahli: SBY perlu hadir buktikan ketidaknetralan intelijen
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019