Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy meminta anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Banten memperjuangkan anggaran untuk pembangunan di Banten dari pusat ditingkatkan lebih besar lagi, dalam upaya mengembangkan potensi daerah untuk menggali pendapatan.

"Intinya, secara teknis PP 12 tahun 2019 ini dapat membantu politik anggaran daerah. Harapannya, DPD dapat menyuarakan anggaran pembangunan di Banten lebih besar lagi, agar keberpihakan kepentingan pemerintah pusat untuk kepentingan daerah dan kepentingan masyarakat lebih tinggi. Dan bagaimana agar kebijakan ini ada keadilan daerah untuk mengembangkan potensi daerah untuk mendapatkan pendapatan daerah yang lebih besar," kata Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy saat menerima kunjungan kerja Komite IV DPD RI dalam rangka pengawasan pelaksanaan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara di Provinsi Banten di Serang, Jumat.

Dalam pertemuan tersebut, Wagub meminta Komite IV DPD RI dapat mendorong pemerintah pusat untuk mempertegas kebijakan baru terkait keuangan daerah yang tertera dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah.

Hadir dalam kegiatan tersebut Wakil Ketua Komite IV DPD RI Basri Salama, Koordinator/Anggota Tuan Rumah Kunjungan Kerja Komite IV DPD RI Andiara Aprilia Hikmat dan sejumlah anggota DPD lainnya. Sementara, Wagub turut didampingi Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Banten Opar Sochari, Plt Badan Pengelolaan Keuangan dan Anggaran Daerah (BPKAD) Dwi Sahara, Kepala Biro Administrasi Pembangunan (Adpem) Mahdani serta pejabat lainnya.

Andika mengatakan, beberapa hal yang menjadi harapan daerah seiring pemberlakuan PP nomor 12 tahun 2019. Salah satunya terkait dana bagi hasil daerah yang belum sesuai atau berkeadilan dengan potensi yang ada. Hal ini terjadi karena banyaknya perusahaan yang beroperasi di Banten namun memiliki kantor pusat di DKI Jakarta sehingga membayar pajak di DKI Jakarta.

Padahal, kata Andika, sumber daya alam yang digunakan dalam operasional perusahaan diambil dari Provinsi Banten. Ia berharap pendapatan pajak tersebut dapat kembali lagi ke Provinsi Banten secara seimbang. Karena selama ini Banten tidak tahu persis secara detail pendapatan yang diperoleh dari perusahaan-perusahaan tersebut.

"Kami harap DPD RI bisa menjembatani pembagian hasil itu. Karena dari Provinsi Banten juga akan terdistribusi kembali ke kabupaten/kota. PAD kita memang masuk dalam peringkat 5 besar se-Indonesia. Tapi kan kami kembalikan lagi ke kabupaten/kota, sehingga secara umum kami memerlukan dana pembangunan khususnya wilayah selatan yang harus banyak mendapat perhatian. Karena kalau ada kejadian memprihatinkan, kami tentu langsung dapat teguran," kata Andika.

Selain itu, kata dia, adanya PP 12 tahun 2019 menjadi semacam cara negosiasi dalam penetapan APBD. Hal ini menjadi solusi permasalahan ketika DPRD belum juga menyetujui sementara waktunya mendesak, sehingga Pemda dibolehkan untuk mengambil langkah tindaklanjut seperti melalui Pergub.

Selain itu, PP 21 ini juga memberikan kemudahan bagi daerah dalam pengelolaan keuangan khususnya berkaitan dengan pelimpahan kewenangan SMA/SMK yang sebelumnya menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota menjadi milik Provinsi. Sehingga, dapat membantu UPTD di masing-masing kabupaten/kota untuk menjadi kuasa pengguna anggaran.

Andika berharap agar penerapan PP 12 tahun 2019 memiliki keberpihakan untuk kemajuan daerah. Karena, kebijakan tersebut menyangkut pengelolaan kekayaan daerah yang dapat menjadi pendapatan daerah. Sehingga diharapkan tidak berbenturan dengan regulasi pendukungnya.

"Dalam kapasitas ini pula saya minta dapat dikaji untuk salah satu prioritas pengembangan daerah. Pemda dapat secara maksimal mengelola potensi daerah agar jadi pendapatan daerah, dana transfer dan perimbangan juga demikian. Saya harap aspirasi yang diberikan pemerintah dan masyarakat pada kesempatan ini jadi salah satu ujung tombak upaya menyejahterakan masyarakat Banten ke depan," katanya.

Wakil Ketua Komite IV DPD RI Basri Salama mengatakan, jika dalam regulasi sebelumnya terdapat kewenangan yang biasa menjadi sumbatan antara Pemda dengan DPRD yang biasanya terjadi saat pembahasan KUA-PPAS. Dengan lahirnya PP 12 ini, sumbatan itu telah berubah menjadi solusi.

Selama ini menurutnya, banyak masukan dari Pemda di Indonesia yang mempersoalkan terlalu kuatnya kewenangan DPRD dalam pembahasan KUA PPAS. Sehingga, Pemda mengalami keterlambatan dalam pengelolaan keuangan dan pelaksanaan kegiatan.

"Memang ada satu masalah yang membuat sumbatan terjadi misalnya DPRD selalu menganggap musrenbang hanya formalitas saja. Sehingga usulannya tidak sesuai dan tidak sesuai harapan. Dengan lahirnya PP 12 ini jadi solusi menjawab pertentangan itu, dibuka tanpa tekanan dan tanpa persetujuan DPRD Pemda dapat mengambil keputusan," kata dia.

Terkait dana perimbangan dan transfer daerah, Basri mengakui hal tersebut hingga kini belum menemukan titik temu. Bahkan, ketika hal tersebut disampaikan kepada Menteri Keuangan, selalu tidak mencapai titik temu.

"Saya tidak tahu problemnya dimana sehingga tidak ada solusi. Daerah yang sumber alamnya diambil dan lingkungannya dirusak tapi tidak dapat apa-apa. Dengan adanya PP 12 ini, kami akan coba dorong kembali untuk menemukan solusi yang tepat atas persoalan ini," kata Basri.

Pewarta: Mulyana

Editor : Sambas


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2019