Satuan tugas (satgas) imunisasi dewasa bersama beberapa perhimpunan dokter spesialis menyebut pentingnya vaksinasi cacar api atau yang lebih dikenal dengan herpes zoster untuk masyarakat, utamanya untuk masyarakat usia 18 tahun ke atas.
“Vaksin untuk cacar api ini direkomendasikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di usia 18 tahun ke atas hingga usia lanjut. Untuk cara mengakses dan lain sebagainya, masyarakat bisa mengakses situs web Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI),” kata Penasihat Satgas Imunisasi Dewasa PAPDI Dr. dr. Sukamto Koesnoe pada konferensi pers di Jakarta, Minggu.
Ia menyebutkan, per Juli 2024 jadwal imunisasi dewasa sudah diperbarui dengan menambahkan vaksin untuk cacar api sebagai salah satu rekomendasi dari Satgas Imunisasi Dewasa PAPDI.
Baca juga: Kemenkes jalin kemitraan guna perluas cakupan imunisasi cacar api
Sukamto juga mengemukakan satgas imunisasi dewasa telah memberikan informasi dan kolaborasi dengan para dokter spesialis lain, utamanya yang berhubungan dengan vaksin multidisiplin terkait vaksin cacar api tersebut.
“Ini dilakukan untuk mencegah penyakit atau infeksi dengan pemberian vaksin. Selain itu, juga dilakukan telaah vaksin apakah cocok atau tidak dari para ahli dan mengacu pada tolak ukur atau benchmark dari seluruh dunia,” ujar dia.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar (PB) PAPDI Sally Aman Nasution menyampaikan pentingnya vaksin cacar api karena bakteri tersebut memiliki keistimewaan, yakni bisa aktif kapanpun imun tubuh seseorang sedang lemah, dan dapat dipicu oleh beberapa penyakit bawaan atau komorbid.
“Paradigma berpikir kita perlu diubah dari kuratif menjadi preventif. Kalau ada yang bisa dicegah ya kita cegah, atau minimal seperti secondary prevention, jangan sampai terkena lagi. Cacar api ini ada keistimewaan karena mekanismenya reaktivasi, sehingga vaksin ini memungkinkan kita bisa intervensi, jangan sampai masyarakat terkena herpes zoster,” paparnya.
Baca juga: Cegah cacar monyet, Dinkes Kota Serang ajak masyarakat terapkan PHBS
Ia juga mengemukakan, lebih dari 90 persen masyarakat usia dewasa memiliki virus varisela zoster yang dorman atau tidur pada tubuh mereka, di mana faktor risiko tertinggi kasus cacar api terjadi pada lanjut usia (lansia) berusia 50 tahun ke atas.
Berdasarkan data, perempuan memiliki 19 persen peningkatan risiko terkena cacar api, tetapi penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk menemukan penyebab dari meningkatnya risiko cacar api dari jenis kelamin tersebut.
“Cacar api ini dapat mengganggu kualitas hidup apabila tidak dicegah, sehingga paradigma para pemangku kepentingan juga perlu diubah, tidak hanya fokus pada kuratif tetapi juga preventif. Ada satgas imunisasi karena ternyata banyak sekali penyakit-penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi pada populasi dewasa. Ini yang belum banyak masyarakat paham,” ucapnya.
Menurutnya, baik PAPDI, Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (Perdoski), Perhimpunan Dokter Neurologi Seluruh Indonesia (Perdosni), maupun seluruh akademisi dan pemangku kepentingan perlu mengubah paradigma tentang imunisasi.
“Paradigma ini tidak hanya perlu di masyarakat yang paham, tetapi juga akademisi dan pemangku kepentingan yang ingin ada outcome (hasil) di masyarakat tentang kesehatan agar selalu diperbarui. Jadi tidak hanya mengobati, tetapi juga mencegah, dan advokasi ke regulator, yang diakomodasi jangan pengobatan saja, tetapi kalau bisa pencegahan, termasuk imunisasi,” tuturnya.
Baca juga: Dinas Kesehatan Lebak lacak adanya dugaan kasus cacar monyet
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2024
“Vaksin untuk cacar api ini direkomendasikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di usia 18 tahun ke atas hingga usia lanjut. Untuk cara mengakses dan lain sebagainya, masyarakat bisa mengakses situs web Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI),” kata Penasihat Satgas Imunisasi Dewasa PAPDI Dr. dr. Sukamto Koesnoe pada konferensi pers di Jakarta, Minggu.
Ia menyebutkan, per Juli 2024 jadwal imunisasi dewasa sudah diperbarui dengan menambahkan vaksin untuk cacar api sebagai salah satu rekomendasi dari Satgas Imunisasi Dewasa PAPDI.
Baca juga: Kemenkes jalin kemitraan guna perluas cakupan imunisasi cacar api
Sukamto juga mengemukakan satgas imunisasi dewasa telah memberikan informasi dan kolaborasi dengan para dokter spesialis lain, utamanya yang berhubungan dengan vaksin multidisiplin terkait vaksin cacar api tersebut.
“Ini dilakukan untuk mencegah penyakit atau infeksi dengan pemberian vaksin. Selain itu, juga dilakukan telaah vaksin apakah cocok atau tidak dari para ahli dan mengacu pada tolak ukur atau benchmark dari seluruh dunia,” ujar dia.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar (PB) PAPDI Sally Aman Nasution menyampaikan pentingnya vaksin cacar api karena bakteri tersebut memiliki keistimewaan, yakni bisa aktif kapanpun imun tubuh seseorang sedang lemah, dan dapat dipicu oleh beberapa penyakit bawaan atau komorbid.
“Paradigma berpikir kita perlu diubah dari kuratif menjadi preventif. Kalau ada yang bisa dicegah ya kita cegah, atau minimal seperti secondary prevention, jangan sampai terkena lagi. Cacar api ini ada keistimewaan karena mekanismenya reaktivasi, sehingga vaksin ini memungkinkan kita bisa intervensi, jangan sampai masyarakat terkena herpes zoster,” paparnya.
Baca juga: Cegah cacar monyet, Dinkes Kota Serang ajak masyarakat terapkan PHBS
Ia juga mengemukakan, lebih dari 90 persen masyarakat usia dewasa memiliki virus varisela zoster yang dorman atau tidur pada tubuh mereka, di mana faktor risiko tertinggi kasus cacar api terjadi pada lanjut usia (lansia) berusia 50 tahun ke atas.
Berdasarkan data, perempuan memiliki 19 persen peningkatan risiko terkena cacar api, tetapi penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk menemukan penyebab dari meningkatnya risiko cacar api dari jenis kelamin tersebut.
“Cacar api ini dapat mengganggu kualitas hidup apabila tidak dicegah, sehingga paradigma para pemangku kepentingan juga perlu diubah, tidak hanya fokus pada kuratif tetapi juga preventif. Ada satgas imunisasi karena ternyata banyak sekali penyakit-penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi pada populasi dewasa. Ini yang belum banyak masyarakat paham,” ucapnya.
Menurutnya, baik PAPDI, Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (Perdoski), Perhimpunan Dokter Neurologi Seluruh Indonesia (Perdosni), maupun seluruh akademisi dan pemangku kepentingan perlu mengubah paradigma tentang imunisasi.
“Paradigma ini tidak hanya perlu di masyarakat yang paham, tetapi juga akademisi dan pemangku kepentingan yang ingin ada outcome (hasil) di masyarakat tentang kesehatan agar selalu diperbarui. Jadi tidak hanya mengobati, tetapi juga mencegah, dan advokasi ke regulator, yang diakomodasi jangan pengobatan saja, tetapi kalau bisa pencegahan, termasuk imunisasi,” tuturnya.
Baca juga: Dinas Kesehatan Lebak lacak adanya dugaan kasus cacar monyet
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2024