Jakarta (Antaranews) - Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) melalui anggotanya pengembang skala kecil - menengah berhasil memproduksi rumah subsidi sebanyak 206.290 unit dari target 200.000 unit di tahun 2017.

"Angka ini berdasarkan laporan anggota kami, rumah subsidi yang sudah terbangun dan siap untuk dihuni," kata Ketua Umum DPP REI, Soelaeman Soemawinata di Jakarta, Kamis.

Kalau berdasarkan akad kredit mungkin datanya ada di bank atau PPDPP Kementerian PUPR, ungkap Soelaeman.

Sedangkan untuk tahun 2018, REI melalui masukan anggotanya memberikan target memproduksi rumah subsidi sebanyak 236.000 sampai 250.000 unit, pertimbangannya sektor properti sudah mulai bangkit, setelah melambat di 2017, kata Soelaeman.

Dalam rangka memenuhi target tersebut, Soelaeman yang juga didampingi Wakil Ketua REI bidang Komunikasi, Promosi dan Pameran Ikang Fawzi dan Sekjen REI Totok Lusida mengatakan masih membutuhkan dukungan pemerintah daerah baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/ kota, perbankan, PLN, dan PDAM.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Sekretariat DPP REI, lima besar daerah penyumbang pembangunan rumah MBR di 2017 adalah Jawa Barat sebanyak 24.380 unit, Jawa Timur 19.265 unit, DKI Jakarta 17.921 unit, Sumatera Utara 13.273 unit, dan Sulawesi Selatan 12.059 unit.

Sedangkan lima daerah dengan pembangunan terendah adalah Maluku hanya 241 unit, Khusus Batam 335 unit, DI Yogyakarta 362 unit, Maluku Utara 474 unit dan Bangka Belitung 672 unit.

Soelaeman optimistis realisasi pembangunan rumah subsidi oleh REI di 2018 bisa meningkat didasari berbagai pertimbangan antara lain kebutuhan masyarakat yang masih tinggi terhadap rumah murah terjangkau, adanya komitmen pemerintah untuk mendorong penyediaan rumah rakyat melalui Program Sejuta Rumah (PSR) serta kuatnya semangat pengembang anggota REI untuk membangun rumah subsidi.

Inisiatif Kementerian PUPR yang melaksanakan percepatan Perjanjian Kerjasama Operasional (PKO) dengan 40 bank mitra pada 21 Desember 2017 juga turut menjadi pemacu suplai rumah subsidi karena proses akad kredit sudah bisa dilakukan pada Januari 2018.

Titik fokus pembangunan rumah rakyat oleh REI masih akan diprioritaskan pada empat target pasar yakni PNS, TNI/Polri, pekerja di sekitar kawasan industri, dan kelompok masyarakat sektor informal.

"Saya kira program PSR ini baik sekali, sehingga kami harus dukung. Ini menunjukkan pengembang masih punya idealisme dan kesempatan yang sama mulia untuk membantu negara sesuai kompetensi kami yakni membangun rumah. REI harus berbuat banyak melalui program ini," kata Soelaeman.

REI berharap dengan mendukung PSR sekaligus dapat menjadi trigger (pemicu) bagi bisnis anggota-anggotanya di daerah. Karena mayoritas anggota REI adalah pengembang rumah subsidi yang tersebar di seluruh Indonesia.

Semakin banyak pengembang di daerah yang bergerak, menurut Soelaeman, maka lapangan kerja di daerah yang terbuka. Hal itu sejalan dengan keinginan Presiden Jokowi untuk mendorong pemerataan pembangunan di seluruh daerah di Tanah Air.

Ke depan, ungkap dia, REI terus berkomitmen untuk menjaga dan meningkatkan kualitas rumah subsidi yang dibangun oleh anggotanya sesuai arahan pemerintah.

    
    Hadapi Kendala 

Saat ini hampir 70 persen anggota REI adalah pengembang rumah subsidi. Meski begitu diakui Eman, pelaksanaan PSR masih dihadapkan oleh berbagai hambatan antara lain belum terealisasnya kebijakan penyederhanaan perizinan untuk pembangunan rumah bersubsidi sesuai amanah PP No 64 tahun 2016, masih terjadinya bottle neck penyaluran subsidi FLPP oleh perbankan di sejumlah daerah karena kekurangan SDM, serta masih adanya kendala teknis dan operasional di 2017 yang perlu dibenahi.

"Kami yakin pemerintah senantiasa mendukung bisnis properti secara konkrit terutama terkait perizinan di daerah, karena terbukti industri ini dapat menjadi stimulan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi khususnya di sektor riil,¿ ungkap dia.

Soelaeman mengatakan, penyediaan listrik dan air bersih merupakan salah satu syarat untuk akad kredit. Kalau prosesnya lama, maka akad kredit tertunda dan yang menderita adalah pengembang, karena menanggung bunga kredit konstruksi (modal kerja) yang tinggi. Padahal marjin membangun rumah subsidi sangat kecil yakni di bawah 10 persen.

REI saat ini terus memperjuangkan agar pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat mendorong suku bunga kredit konstruksi dapat diturunkan sehingga finansial pengembang rumah subsidi bisa lebih kuat.

Saat ini bunga kredit konstruksi untuk pengembang subsidi disamakan dengan bunga buat pengembang nonsubsidi yang berkisar 11-13 persen. Sementara untuk pembeli rumah subsidi pemerintah sudah menyediakan KPR dengan suku bunga 5 persen dan uang muka 1 persen
     
"Kami kira program ini bagus sekali tapi akan sulit terealisasi kalau belum semua stakeholder bergerak. REI tidak bisa lari sendiri, karena kami butuh support pemangku kepentingan lain, mengingat PSR ini adalah program strategis nasional dan bagian dari Nawacita Presiden Jokowi,¿ papar dia

Pewarta: Ganet Dirgantoro

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2018