Lebak (Antaranews Banten) - Sejumlah petani padi awal tahun 2018 mulai panen padi di berbagai sentra beras di Kabupaten Lebak, Banten, dari hasil musim tanam Oktober 2017.

"Kami memperkirakan panen padi berlangsung hingga Maret mendatang," kata Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Kabupaten Lebak, Dede Supriatna saat menghadiri panen di Kecamatan Warunggunung, Lebak, Kamis.

Produksi pangan pada musim panen awal tahun ini meningkat karena di atas rata-rata 7,0 ton gabah kering pungut (GKP) per hektare.

Meningkatnya produksi pangan tersebut setelah petani menerapkan rekayasa teknologi, disamping cuaca juga sangat mendukung.

Petani menerapkan teknologi "System of Rice Intensification" atau SRI dengan penggunaan pupuk yang berimbang, penanaman sistem legowo, dan benih unggul.

Pemerintah daerah tahun ini menargetkan produksi gabah sebanyak 570.000 ton dan padi gogo 35.228 ton (GKP).

"Kami optimistis panen tahun ini bisa surplus hingga tahun 2019," katanya.

Menurut dia, pemerintah daerah berkomitmen untuk mendukung surplus dengan menyalurkan bantuan peralatan pertanian dan produksi sarana pertanian.

Selain itu juga perbaikan jaringan irigasi teknis maupun irigasi desa.

Sebab sebagian besar areal persawahan di Kabupaten Lebak sekitar 53 persen atau 25.486 dari 47.760 hektare kategori sawah tadah hujan.

Disamping itu juga pemerintah daerah terus mencetak sawah baru guna mendukung swasembada pangan nasional.

Pada 2017, kata dia, pihaknya membangun percetakan sawah baru seluas 150 hektare.

"Kami berharap tahun ini lebih luas untuk percetakan sawah baru," katanya menjelaskan.

Dede menyebutkan, penerapan rekayasa teknologi SRI bisa menghasilkan produksi dua kali lipat per hektare, sehingga menguntungkan bagi petani.

Selama ini produksi hasil teknologi SRI mencapai 8,2 sampai 9,0 ton gabah kering pungut (GKP) per hektare, sedangkan sawah konvensional hanya 5,6 ton GKP per hektare.

Penerapan teknologi SRI hampir di seluruh Kabupaten Lebak, seperti petani Kecamatan Sobang, Panggarangan, Cipanas, Muncang, Leuwidamar, Bayah, Wanasalam, Malingping, Warunggunung dan Cibeber.

Keunggulan teknologi SRI itu bisa menghemat air hingga 40=50 persen karena padi tidak perlu digenangi air secara terus menerus.

Selanjutnya, sistem ini hanya membutuhkan benih padi antara 5-7 kg per hektare, sedangkan sistem non SRI membutuhkan 60-70 kg per hektare.

"Kami terus mengembangkan system SRI dibanding konvensional karena mendongkrak produksi juga peningkatan pendapatan petani," katanya.

Di tempat terpisah, sejumlah petani di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak mengaku mereka lega setelah tanaman padi bisa dipanen dengan penerapan metode SRI di atas rata-rata 7,0 ton GKP per hektare.

"Dengan produksi 7,0 ton diperkirakan kami mendapat keuntungan sekitar Rp28 juta per hektare," kata Dudung, petani asal Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak.

Pewarta: Mansyur

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2018