Lebak (Antara News) - Sejumlah petani Badui di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, sejak sepekan terakhir ini mulai menggarap pertanian padi huma dengan melakukan pembabatan hutan di perbukitan di daerah itu.  
"Kami sudah tiga hari ini membabat semak-semak belukar dan sampahnya dibakar sebagai pupuk organik agar tanaman padi huma hijau dan subur," kata Sueb (60) seorang petani Badui warga Kampung Kadu Jangkung, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Minggu.

Petani Badui mulai menggarap pertanian padi ladang huma sesuai dengan hitungan kalender adat dan panen diperkirakan enam bulan ke depan.

Tahun lalu petani Badui mengeluhkan hasil panen padi huma berkurang karena terserang hama dan penyakit tanaman sehingga berdampak terhadap produksi pangan.

Namun, dirinya berharap penanaman padi huma tahun ini tidak terserang hama sehingga menghasilkan untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga.

Produksi padi huma itu, kata dia, untuk memenuhi persediaan pangan keluarga dan setiap panen tidak menjual gabah maupun beras.

"Kami mengembangkan pertanian padi huma di ladang dan bukan di persawahan karena turun temurun dari nenek moyang. Mereka petani Badui juga menggarap lahan padi huma tidak menggunakan alat cangkul," katanya.

Sueb mengaku dirinya mengembangkan pertanian padi huma di lahan milik sendiri seluas 1,5 hektare di luar perbatasan masyarakat Badui.

Lahan itu, kata dia, hasil membeli empat tahun terakhir dan kini ditanami berbagai tanaman hortikultura dan palawija.

Selama ini, dirinya bisa memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga hidup dari hasil pertanian ladang.

Selain pertanian padi juga menanam pisang, jagung, pepaya, durian, cabai, jahe dan lainnya.

Disamping itu juga dirinya menanam tanaman keras, seperti albasia, kecapi, jati dan pulai sebagai tanaman tabungan.

"Kami menargetkan tanam padi huma pada akhir Juli 2017," katanya.

Begitu petani Badui lainnya, Santa (45) warga Cipiit Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, mengaku dirinya bersama isteri menggarap lahan pertanian padi huma di lahan Perum Perhutani dengan sistem bagi hasil dari pendapatan tani.

Ia menggarap lahan pertanian padi huma seluas satu hektare dan bisa memenuhi kebutuhan pangan hingga satu tahun.

"Kami terbantu ekonomi keluarga dari hasil pertanian padi huma karena tidak membeli beras," ujarnya.

Pulung (50), seorang petani Badui mengatakan dirinya mengaku dirinya bersama istri mulai bercocok tanam padi huma dengan membuka ladang di kawasan hutan milik adat maupun menyewa lahan orang lain.

Petani Badui menanam padi huma hingga kini menggunakan varietas benih lokal karena usia panenan bisa mencapai enam bulan.

Apabila, petani tanam padi huma pada Juli 2017, maka panenan padi sekitar Februari 2018.

"Kami belum pernah kelaparan karena hasil panen padi huma itu disimpan di gudang dan tidak dijual," katanya menjelaskan.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Lebak Dede Supriatna mengaku bahwa mereka petani Badui menanam padi huma di ladang-ladang yang ada di perbukitan maupun kawasan hutan adat.

Saat ini gudang pangan yang ada di kawasan Badui tercatat 2.000 gudang dengan rata-rata empat ton dan jika dikalkulasi mencapai 8.000 ton.

Pengembangan budidaya pertanian masyarakat Badui belum menyentuh teknologi dan mereka menggunakan cara-cara tradisional.

Sebab, petani Badui menolak teknologi dengan menggunakan traktor tangan, pupuk kimia, pestisida maupun benih unggul.

Namun demikian, pemerintah merasa terbantu dengan adanya tanam padi huma di lahan darat yang dilakukan petani Badui dapat menyumbangkan produksi pangan.

"Kami menghargai masyarakat Badui yang menolak penggunaan sarana dan prasarana pertanian karena terhalang adat itu," katanya.

Pewarta: Mansyur

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2017