Komisi VII DPR RI mengapresiasi langkah agresif PT PLN (Persero) dalam menjalankan transisi energi untuk mengurangi emisi karbon di Indonesia. Tak hanya di sektor listrik saja, Komisi VII DPR RI mendorong pemerintah untuk membuka kerja sama dan kolaborasi lintas sektor untuk bisa mempercepat dekarbonisasi di Indonesia.
Anggota Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga dalam keterangan resmi yang diterima media menilai upaya pemerintah Indonesia dan PLN dalam menurunkan emisi karbon di sub sektor kelistrikan telah berada di jalur yang tepat untuk mencapai _Net Zero Emissions_ (NZE) di tahun 2060. Namun, dirinya menilai, untuk mencapai target tersebut, penurunan emisi tidak bisa hanya di lakukan di sub sektor kelistrikan saja.
"Upaya transisi energi hanya dari sektor ketenagalistrikan saja akan membuat penurunan karbon jalan di tempat, jika tidak didukung oleh sektor lain. Secara nasional, tidak cukup hanya sektor kelistrikan saja," kata Lamhot dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi VII DPR RI dengan Kementerian ESDM dan PLN, Rabu (15/11).
Baca juga: Ini imbauan GM PLN Banten Abdul Mukhlis cegah risiko kebakaran, cek penggunaan steker
Kata Lamhot, ada sektor transportasi yang justru menyumbang emisi karbon lebih banyak. Sedangkan upaya untuk mengurangi emisi di sektor transportasi masih jalan di tempat dan perlu dukungan semua pihak.
"Transportasi darat adalah penyumbang terbesar emisi karbon kita. Kalau listriknya bisa diupayakan, tapi sektor lain tidak mengikuti maka akan menjadi masalah nasional juga. Jangan sampai hanya sektor kelistrikan saja yang melaju kencang," tegas Lamhot.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Yudo Dwinanda Priaadi menjelaskan dalam mengejar target transisi energi, pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya. Sektor kelistrikan menjadi salah satu upaya untuk mengakselerasi penurunan emisi, meski di satu sisi Yudo sepakat bahwa reduksi emisi dari sektor transportasi juga perlu digenjot.
"Kita mencoba untuk mengakselerasi penambahan kapasitas pembangkit EBT dalam _roadmap_ transisi energi. Salah satunya lewat memperbanyak PLTA dan PLTS. Kami juga melakukan kebijakan mempercepat matangnya ekosistem kendaraan listrik," kata Yudo dalam rapat yang sama.
Baca juga: Ungguli perusahaan energi se-Asia, PLN borong 5 penghargaan pada Enlit Asia
Khususnya di sektor kelistrikan, Yudo optimistis pada tahun 2026 mendatang pembangkit EBT bisa mencapai 5,5 GW. Selagi itu, pemerintah terus melakukan penyelesaian tantangan mengejar target tersebut seperti harmonisasi antara _supply_ dan _demand_ listrik.
"Juga nilai keekonomian proyek serta keandalan sistem dengan pembangunan jaringan transmisi yang memadai," tambah Yudo.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan PLN terus melakukan transisi energi, demi memastikan kehidupan yang lebih baik bagi generasi mendatang. Hingga tahun 2023 ini, PLN telah berhasil mengurangi emisi hingga 54 juta ton CO2 dengan berbagai upaya langkah dekarbonisasi. Emisi yang dihasilkan PLN tercatat turun dari 337 juta ton CO2 menjadi 283 juta ton CO2.
"Ini dicapai dengan berbagai _extraordinary effort._ Capaian penurunan emisi menjadi fondasi yang kuat menuju target NZE 2060,” kata Darmawan.
Baca juga: PSSI jadikan Piala Soeratin Banten ajang pencarian bakat
Ia menuturkan, untuk mengurangi emisi, PLN menambah pembangkit EBT sebesar 4 GW sepanjang 2011 hingga 2023. Upaya tersebut mampu mengurangi emisi hingga 17,4 juta ton CO2.
PLN juga melakukan inovasi dengan menggunakan teknologi _co-firing_ di 41 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang ada saat ini. _Co-firing_ adalah pembakaran dua jenis bahan bakar berbeda secara bersamaan. Pada PLTU yang biasanya sepenuhnya berbahan bakar batu bara, _co-firing_ dilakukan dengan menambahkan bahan bakar lain, seperti biomassa yang dibuat dari _wood pallet_ atau sampah. Teknologi ini mampu mengurangi emisi karbon hingga 1,7 juta ton CO2.
Selain itu, penurunan emisi dihasilkan dari peningkatan efisiensi jaringan transmisi dan pembangkit. Upaya ini mampu mengurangi emisi sebesar 10 juta ton CO2. PLN melakukan pula inovasi dengan memanfaatkan gas buang dari pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) _combine cycle_ untuk menghasilkan listrik tambahan. Upaya ini mampu mengurangi emisi sebesar 7,5 juta ton CO2.
"Selain menambah pembangkit baru berbasis energi baru terbarukan (EBT), PLN juga mengganti teknologi di PLTU yang sebelumnya berteknologi _subcritical_ menjadi PLTU dengan teknologi _supercritical_ dan _ultrasupercritical._ Ini mampu mengurangi emisi sebesar 17,3 juta ton CO2," ungkap Darmawan.
Turut hadir dalam Rapat Dengar Pendapat tersebut, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jisman P Hutajulu, Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN Evy Haryadi, Direktur Pembangkitan PLN Adi Lumakso, Direktur Distribusi PLN Adi Priyanto, Direktur Utama PLN Nusantara Power Ruly Firmansyah, dan Direktur Utama PLN Indonesia Power Edwin Nugraha Putra.
Baca juga: Srikandi PLN Banten gencarkan promo dan informasi layanan listrik
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2023
Anggota Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga dalam keterangan resmi yang diterima media menilai upaya pemerintah Indonesia dan PLN dalam menurunkan emisi karbon di sub sektor kelistrikan telah berada di jalur yang tepat untuk mencapai _Net Zero Emissions_ (NZE) di tahun 2060. Namun, dirinya menilai, untuk mencapai target tersebut, penurunan emisi tidak bisa hanya di lakukan di sub sektor kelistrikan saja.
"Upaya transisi energi hanya dari sektor ketenagalistrikan saja akan membuat penurunan karbon jalan di tempat, jika tidak didukung oleh sektor lain. Secara nasional, tidak cukup hanya sektor kelistrikan saja," kata Lamhot dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi VII DPR RI dengan Kementerian ESDM dan PLN, Rabu (15/11).
Baca juga: Ini imbauan GM PLN Banten Abdul Mukhlis cegah risiko kebakaran, cek penggunaan steker
Kata Lamhot, ada sektor transportasi yang justru menyumbang emisi karbon lebih banyak. Sedangkan upaya untuk mengurangi emisi di sektor transportasi masih jalan di tempat dan perlu dukungan semua pihak.
"Transportasi darat adalah penyumbang terbesar emisi karbon kita. Kalau listriknya bisa diupayakan, tapi sektor lain tidak mengikuti maka akan menjadi masalah nasional juga. Jangan sampai hanya sektor kelistrikan saja yang melaju kencang," tegas Lamhot.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Yudo Dwinanda Priaadi menjelaskan dalam mengejar target transisi energi, pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya. Sektor kelistrikan menjadi salah satu upaya untuk mengakselerasi penurunan emisi, meski di satu sisi Yudo sepakat bahwa reduksi emisi dari sektor transportasi juga perlu digenjot.
"Kita mencoba untuk mengakselerasi penambahan kapasitas pembangkit EBT dalam _roadmap_ transisi energi. Salah satunya lewat memperbanyak PLTA dan PLTS. Kami juga melakukan kebijakan mempercepat matangnya ekosistem kendaraan listrik," kata Yudo dalam rapat yang sama.
Baca juga: Ungguli perusahaan energi se-Asia, PLN borong 5 penghargaan pada Enlit Asia
Khususnya di sektor kelistrikan, Yudo optimistis pada tahun 2026 mendatang pembangkit EBT bisa mencapai 5,5 GW. Selagi itu, pemerintah terus melakukan penyelesaian tantangan mengejar target tersebut seperti harmonisasi antara _supply_ dan _demand_ listrik.
"Juga nilai keekonomian proyek serta keandalan sistem dengan pembangunan jaringan transmisi yang memadai," tambah Yudo.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan PLN terus melakukan transisi energi, demi memastikan kehidupan yang lebih baik bagi generasi mendatang. Hingga tahun 2023 ini, PLN telah berhasil mengurangi emisi hingga 54 juta ton CO2 dengan berbagai upaya langkah dekarbonisasi. Emisi yang dihasilkan PLN tercatat turun dari 337 juta ton CO2 menjadi 283 juta ton CO2.
"Ini dicapai dengan berbagai _extraordinary effort._ Capaian penurunan emisi menjadi fondasi yang kuat menuju target NZE 2060,” kata Darmawan.
Baca juga: PSSI jadikan Piala Soeratin Banten ajang pencarian bakat
Ia menuturkan, untuk mengurangi emisi, PLN menambah pembangkit EBT sebesar 4 GW sepanjang 2011 hingga 2023. Upaya tersebut mampu mengurangi emisi hingga 17,4 juta ton CO2.
PLN juga melakukan inovasi dengan menggunakan teknologi _co-firing_ di 41 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang ada saat ini. _Co-firing_ adalah pembakaran dua jenis bahan bakar berbeda secara bersamaan. Pada PLTU yang biasanya sepenuhnya berbahan bakar batu bara, _co-firing_ dilakukan dengan menambahkan bahan bakar lain, seperti biomassa yang dibuat dari _wood pallet_ atau sampah. Teknologi ini mampu mengurangi emisi karbon hingga 1,7 juta ton CO2.
Selain itu, penurunan emisi dihasilkan dari peningkatan efisiensi jaringan transmisi dan pembangkit. Upaya ini mampu mengurangi emisi sebesar 10 juta ton CO2. PLN melakukan pula inovasi dengan memanfaatkan gas buang dari pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) _combine cycle_ untuk menghasilkan listrik tambahan. Upaya ini mampu mengurangi emisi sebesar 7,5 juta ton CO2.
"Selain menambah pembangkit baru berbasis energi baru terbarukan (EBT), PLN juga mengganti teknologi di PLTU yang sebelumnya berteknologi _subcritical_ menjadi PLTU dengan teknologi _supercritical_ dan _ultrasupercritical._ Ini mampu mengurangi emisi sebesar 17,3 juta ton CO2," ungkap Darmawan.
Turut hadir dalam Rapat Dengar Pendapat tersebut, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jisman P Hutajulu, Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN Evy Haryadi, Direktur Pembangkitan PLN Adi Lumakso, Direktur Distribusi PLN Adi Priyanto, Direktur Utama PLN Nusantara Power Ruly Firmansyah, dan Direktur Utama PLN Indonesia Power Edwin Nugraha Putra.
Baca juga: Srikandi PLN Banten gencarkan promo dan informasi layanan listrik
COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2023