Ketua Kelompok Riset Green Fuel sekaligus Perekayasa Ahli Utama BRIN Unggul Priyanto mengatakan penggantian sumber energi fosil terutama batubara bukan perkara mudah tetapi harus dikurangi dengan peralihan ke sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan seperti biofuel.

"Sesuai dengan komitmen internasional ke depan penggunaan energi fosil terutama batubara harus dikurangi. Langkah yang dilakukan adalah dengan peralihan ke sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan seperti biofuel, hidrogen, biomass, dan algae," kata Unggul Priyanto dalam kegiatan webinar energi hijau dan reduksi emisi karbon, Rabu.

Ia mengatakan sektor transportasi hampir 94 persen masih mengandalkan minyak bumi, sektor kelistrikan masih menggunakan energi fosil 84 persen dengan penggunaan batubara 62 persen, sedangkan di sektor Rumah tangga penggunaan bahan bakar masih didominasi dengan LPG. 

Unggul menjelaskan, biofuel yang dihasilkan dari minyak nabati seperti tanaman, merupakan alternatif yang menjanjikan untuk menggantikan bahan bakar fosil. 

Dengan pengembangan teknologi biofuel yang semakin maju, maka terdapat kesempatan untuk mengurangi emisi karbon secara signifikan dalam sektor transportasi. 

"Ini bukan hanya tentang pengurangan emisi, tetapi juga tentang memberdayakan petani lokal dan mempromosikan pertanian berkelanjutan," ujarnya.

Baca juga: Strategi penanganan tuberkulosis di Indonesia dirumuskan

Salah satu teknologi pemanfaatan biofuel yang sudah terbukti dipakai di Indonesia adalah biodiesel yang sudah menggantikan peranan solar sampai 35 persen sehingga selain ramah lingkungan juga bisa mengurangi impor bahan bakar minyak. 

Ke depan pemanfaatan minyak nabati perlu dilakukan melalui teknologi konversi minyak nabati menjadi green diesel, green gasoline, dan bahkan bio-avtur sehingga penggunaannya selain dalam volume yang bisa mencapai lebih dari 50 persen juga bisa dipakai menggantikan premium dan avtur. 

"Di sisi lain, penggunaan minyak nabati seperti sawit juga bisa dipakai untuk meredam kelebihan pasokan akibat hambatan ekspor dari negara negara maju," katanya.

Lalu Hidrogen yang diprediksi sebagai energi bersih dan bahan bakar masa depan, menawarkan potensi luar biasa dalam mengurangi emisi karbon. 

Baca juga: BRIN ajak diaspora pulang ke Indonesia

Teknologi hidrogen hijau, yang memanfaatkan sumber energi terbarukan seperti, hidro, panas bumi, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk memproduksi hidrogen, menjadi salah satu solusi utama dalam transisi ke energi bersih. 

Untuk biomass seperti limbah pertanian dan hutan yang tidak terpakai, dapat menjadi sumber energi yang berkelanjutan melalui proses konversi yang tepat. 

"Dengan memanfaatkan biomass, kita dapat mengurangi sampah organik dan memproduksi bioenergi, mengurangi emisi karbon, dan mendukung pembangunan pedesaan," ujarnya

Lalu untuk potensi algae yang merupakan organisme mikroskopis dapat digunakan untuk menghasilkan biofuel dan mengurangi emisi karbon. 

"Algae memiliki keunggulan dalam pertumbuhan yang cepat dan kemampuan untuk mengambil karbon dioksida dari udara, membantu mengatasi dua masalah sekaligus”, ujarnya.

Baca juga: Wali Kota harap BRIN-LDE bantu kemajuan Kota Tangerang Selatan

Namun, diversifikasi sumber energi fosil ke Energi terbarukan tidaklah mudah baik di sektor transportasi maupun pembangkit listrik. Di sektor pembangkit listrik mengurangi peranan energi fosil seperti batubara tidak mudah mengingat penggunaannya sangat besar dan memerlukan kontinyuitas. 

"Untuk mengatasi masalah tersebut sebagai alternatif untuk transisi menuju net zero emission, perlu penggunaan CCUS atau (Carbon Capture Utilization and Storage)," ujarnya.

Kepala Organisasi Riset Energi dan Manufaktur Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Haznan Abimanyu mengatakan tema teknologi dan strategi untuk menuju transisi energi yang berkelanjutan sesuai dengan upaya pemerintah dan merupakan momentum yang tepat untuk melanjutkan komitmen Indonesia dalam mewujudkan target Energi Baru Terbarukan (EBT) pada 2023 dan Net Zero Emission pada 2060.

“Dari sisi demand, apabila kita melihat kebutuhan energi di Indonesia, diprediksi akan terus meningkat seiring penambahan populasi, perubahan gaya hidup serta pertumbuhan ekonomi. Permasalahan energi tersebut secara sederhana dapat dibagi dalam dua bidang besar yakni ketenagalistrikan dan bahan bakar. Ketenagalistrikan ditandai oleh dominasi batubara dan penyediaan bahan bakar yang didominasi oleh minyak bumi (fosil)”, katanya.

Baca juga: Kata Megawati: Ketergantungan beras bikin orang Indonesia kena diabetes

Pewarta: Achmad Irfan

Editor : Bayu Kuncahyo


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2023