Jakarta (Antara News) - Direktur Permukiman dan Perumahan Bappenas Nurul Mujahid mengatakan kehadiran pembangunan rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah dalam satu kawasan sudah mendesak untuk menciptakan hunian berimbang terutama di kota-kota besar.

"Lebih efektif dan efisien dalam satu kawasan ketimbang membangun pada lokasi-lokasi yang berbeda," kata Nurul saat dihubungi, Selasa.

Saat ini di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah telah memiliki 35 kawasan yang siap untuk dikembangkan bagi pembangunan hunian bagi MBR.

Kehadiran holding BUMN dibidang perumahan diharapkan dapat mempercepat terwujudnya hunian bagi masyarakat berpendapatan rendah dalam satu kawasan.

Menurut Nurul untuk membangun rumah bagi MBR di satu kawasan, dapat dilakukan melalui dua cara yakni melalui pemerintah sebagai provider dan pemerintah sebagai enabler. Kalau menempatkan pemerintah sebagai provider, maka harus berperan dalam membangun rumah bagi MBR. Salah satu contohnya adalah pembangunan rumah susun sewa (rusunawa).

Kriteria lokasi yang dapat dibangun rusunawa antara lain, lahan yang akan dibangun sesuai dengan peruntukan permukiman, serta harus dapat dilayani oleh sarana pendukung khususnya transportasi.

Syarat lainnya, kata Nurul, harus dapat dilayani oleh infrastruktur dasar seperti air bersih, listrik, dan lain-lain, serta sesuai dengan fungsi khususnya, misalkan rusunawa yang diperuntukkan bagi pekerja industri, maka harus berada dekat dengan kawasan industri sebagai tempat kerja.

Dalam pembangunan rusunawa, terdapat beberapa tahapan yang dilakukan yakni penyediaan lahan, konstruksi, hingga penghunian dan pemeliharaan. Dalam penyediaan lahan, penghunian serta pemeliharaan, stakeholders yang berperan adalah pemerintah daerah. Sedangkan, dalam proses konstruksi rusunawa, pemangku kepentingan yang berperan adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Rusunawa, masyarakat yang dapat menghuni rusunawa adalah PNS, TNI/POLRI, pekerja/buruh dan masyarakat umum yang dikategorikan sebagai masyarakat berpendapatan rendah serta mahasiswa/pelajar.

Kriteria tersebut dapat ditambah sesuai dengan ketetapan badan pengelola. Dalam pengembangan kawasan, pemerintah juga dapat berperan sebagai enabler dalam artian  berperan sebagai pendukung pembangunan rumah MBR yang dilakukan oleh pengembang dalam hal ini dapat diserahkan kepada BUMN yang tergabung dalam holding perumahan.

Jenis hunian yang biasanya dibangun  adalah rumah tapak. Dalam pembangunan perumahan skala besar, terdapat kebijakan hunian berimbang 1:2:3 yang diterapkan oleh pemerintah. Artinya adalah dalam satu kawasan, perbandingan rumah besar, sedang dan kecil adalah 1:2:3.

Hampir sama dengan pembangunan rusunawa, kriteria lokasi yang dapat dibangun perumahan MBR antara lain lahan yang akan dibangun sesuai dengan peruntukan permukiman, serta dapat dilayani oleh sarana pendukung khususnya transportasi, serta  dapat dilayani oleh infrastruktur dasar seperti air bersih, listrik, dan lain sebagainya.

Dalam pembangunan perumahan untuk MBR, tahapan-tahapan yang dilakukan adalah penyediaan lahan, perizinan, konstruksi, penjualan, hingga penghunian. Keseluruhan tahapan-tahapan tersebut dilakukan oleh pengembang.

Namun, pada tahap konstruksi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dapat berperan dalam pembangunan Prasarana dan Sarana Umum (PSU).

Selain PSU, pemerintah juga memberikan beberapa kemudahan dalam pembangunan perumahan MBR, meliputi kemudahan perizinan dan pembebasan pajak.

Untuk mendorong MBR dalam kepemilikan rumah, pemerintah menyediakan berbagai bantuan pembiayaan pemilikan rumah antara lain KPR Sejahtera Rumah Tapak, Subsidi Selisish Bunga dan Subsidi Bantuan Uang Muka.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 26/PRT/M/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 21/PRT/M/2016 tentang Kemudahan dan/atau Bantuan Perolehan Rumah bagi MBR.

Kriteria MBR yang dapat membeli hunian tapak di perumahan antara lain, tidak memiliki rumah, belum pernah menerima subsidi perolehan rumah berupa pemilikan rumah dari pemerintah, dan memiliki penghasilan tidak lebih dari Rp 4.000.000 per bulan.

Sedangkan Ketua Housing Urban Development (HUD), Zulfi Syarif Koto mengatakan, keberadaan holding perumahan ini diharapkan bisa mendukung dan membangun hunian kawasan yang dimaksud kepada masyarakat berpenghasilan rendah. Pasalnya, untuk membangun hunian berimbang tidak dapat dipaksakan kepada pengembang swasta, kebijakan tersebut dapat berjalan melalui pemerintah bekerjasama dengan BUMN.

Zulfi mengatakan, hadirnya pengembang kawasan besar membuat ekonomi dalam suatu daerah tumbuh, hal itu juga yang membuat harga tanah di sekitar kawasan menjadi tinggi.

Zulfi mengatakan, perlunya kebijakan mengenai hunian berimbang dipikirkan kembali, pemerintah baik pusat maupun daerah harus berperan di dalamnya untuk mewujudkan pembangunan rumah bagi MBR dalam sekala yang lebih luas. 

Pewarta: Ganet Dirgantoro

Editor : Ganet Dirgantara


COPYRIGHT © ANTARA News Banten 2017